Varian Delta Semenular Cacar Air, Masker Sangat Penting
Studi menunjukkan, varian Delta pada SARS-Cov-2 lebih mudah menular dibandingkan dengan virus penyebab flu biasa, SARS, MERS, flu 1918, dan cacar.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Varian Delta dari virus SARS-CoV-2 memiliki kemampuan menular setara dengan cacar air dan bisa meningkatkan keparahan. Mereka yang sudah divaksin juga berisiko tertular walaupun risiko keparahan dan tingkat kematian menurun. Masker sangat dibutuhkan untuk menurunkan risiko penularan.
Tinggginya tingkat penularan varian Delta yang setara dengan cacar air ini dipaparkan dalam presentasi Meredith McMorrow, Kepala Tim Efektivitas Vaksin dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, pada 29 Juli 2021. Paparan yang pertama kali dilaporkan Washington Post ini bisa diakses di https://bit.ly/3778gY7.
Disebutkan, varian Delta bisa menular seperti cacar air, yang merupakan salah satu virus yang lebih menular. Varian ini bisa lebih mudah menular dibandingkan dengan flu biasa, SARS, MERS, flu 1918, dan cacar.
Selain mendorong percepatan vaksinasi, Safarina juga mengingatkan pentingnya untuk tetap menaati protokol kesehatan sekalipun sudah divaksin.
”Varian itu juga lebih mungkin untuk menembus perlindungan yang diberikan oleh vaksin, tetapi insiden seperti itu sangat jarang,” sebut paparan ini.
Laporan CDC ini juga menyebutkan, varian Delta sangat menular, lebih parah daripada varian lain dan orang yang telah divaksin sama rentan tertularnya dengan yang lain. Namun, vaksin Covid-19 di Amerika Serikat yang berbasis mRNA masih sangat efektif dalam mencegah penyakit serius, rawat inap, dan kematian.
Mengacu data dari Covid Tracker dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS per 24 Juli 2021, proporsi penduduk di AS yang telah divaksinasi mencapai 50 persen. Sementara insiden Covid-19 rata-rata mencapai 100 kasus per 100.000 orang per minggu.
Efektivitas vaksin terhadap penyakit Covid-19 simtomatik atau dengan gejala sebesar 88 persen dan dengan risiko 12 persen. Adapun efektivitas vaksin terhadap kejadian rawat inap atau kematian mencapai 96 persen, di mana risikonya 4 persen. ”Pada kejadian saat ini, terdapat 35.000 kasus simtomatik infeksi per minggu di antara 162 juta orang Amerika yang divaksinasi,” ujar McMorrow.
Efektivitas vaksin di AS terhadap infeksi mencapai 91 persen di antara yang divaksinasi lengkap dan 81 persen untuk yang divaksinasi sebagian. Selain itu, dibandingkan dengan yang tidak divaksinasi, kasus yang divaksinasi (penuh atau sebagian) memiliki viral load (jumlah virus) RNA rata-rata 40 persen lebih rendah, yaitu 2,3 dibandingkan dengan 3,8 salinan per mili liter (mL).
Durasi rata-rata juga lebih pendek dari RNA virus yang terdeteksi, yaitu 2,7 dibandingkan dengan 8,9 hari. Risiko gejala demam yang lebih rendah, yaitu 25 persen dibandingkan dengan 63,1 persen, dan durasi rata-rata gejala yang lebih pendek 10,3 dibandingkan dengan 16,7 hari.
Dengan temuan ini, McMorrow merekomendasikan bahwa pemakaian masker masih diperlukan untuk mengurangi penularan. Selain itu, disarankan mempercepat vaksinasi kepada yang belum mendapatkannya.
Protokol kesehatan
Kepala Pusat Genom Nasional Lembaga Eijkman Safarina G Malik, di Jakarta, Minggu (1/8/2021), mengatakan, sejauh ini belum ada hasil kajian mengenai efektivitas vaksin di Indonesia terhadap berbagai varian, termasuk varian Delta. ”Ada beberapa studi di negara lain,” katanya.
Penelitian di Chile yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine pada 7 Juli 2021, vaksin Sinovac memiliki tingkat kemanjuran 65,9 persen terhadap Covid-19, efektif 87,5 persen mencegah rawat inap, dan 86,3 persen efektif mencegah kematian. Namun, studi belum melihat efikasi vaksin terhadap varian Delta.
Adapun studi yang dilakukan Vimvara Vacharathit dari Mahidol University di Thailand menunjukkan ada penurunan tingkat antibodi penetralisasi SARS-CoV-2 yang diinduksi oleh vaksin Sinovac atau CoronaVac terhadap varian Delta.
Laporan Kementerian Kesehatan Thailand menyebutkan, lebih dari 677.000 tenaga kesehatan mereka yang divaksinasi penuh dengan Sinovac, sebanyak 618 terinfeksi antara April dan Juli, satu perawat telah meninggal dan satu staf medis masih dalam kondisi kritis. Temuan ini memicu Thailand mencampur vaksin Sinovac dengan vaksin lain.
Menurut Safarina, secara umum, vaksin dianggap masih cukup efektif untuk menurunkan tingkat keparahan dan kematian jika terpapar Covid-19. Sekalipun demikian, sejumlah vaksin memang mengalami penurunan efektivitas menghadapi varian Delta yang jauh lebih menular.
Oleh karena itu, selain mendorong percepatan vaksinasi, Safarina juga mengingatkan pentingnya untuk tetap menaati protokol kesehatan sekalipun sudah divaksin. Memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan tetap menjadi langkah yang sangat penting, apalagi mereka yang telah divaksin juga masih bisa tertular.
Memakai masker juga bisa mencegah ledakan kasus dan itu berarti akan menghindari potensi munculnya mutasi dan varian baru yang lebih berbahaya. Peluang mutasi akan membesar seiring dengan tingginya kasus penularan di suatu populasi.
Sejumlah negara yang telah memiliki cakupan vaksin sangat tinggi, seperti Israel, baru-baru ini juga mengembalikan persyaratan mengenakan masker di dalam ruangan. Mereka juga mengharuskan para pelancong untuk dikarantina pada saat kedatangan.