Terapi Antibodi Monoklonal, Alternatif Pengobatan Covid-19 untuk Cegah Perburukan
Regdanvimab sebagai terapi antibodi monoklonal berpotensi menekan risiko perburukan pada pasien Covid-19 dengan derajat ringan. Dengan begitu, risiko kematian pun bisa dicegah.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terapi pengobatan antibodi monoklonal berpotensi mengurangi waktu rawat inap serta perburukan pada pasien Covid-19. Obat ini bisa digunakan pada pasien dengan derajat ringan yang belum memerlukan terapi oksigen.
Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond Tjandrawinata mengatakan, Regdanvimab sebagai terapi pengobatan antibodi monoklonal bagi pasien Covid-19 diklaim dapat mempercepat kesembuhan pasien. Hasil uji klinik fase pertama dan kedua di tingkat global menunjukkan keamanan, efektivitas, serta efikasi yang menjanjikan dari penggunaan obat tersebut.
”Dari studi klinis yang dilakukan, Regdanvimab sebagai terapi antibodi monoklonal mengurangi risiko rawat inap sampai 72 persen pada pasien yang berisiko tinggi. Selain itu, pasien yang mendapatkan terapi ini juga memiliki waktu pemulihan lebih singkat lima hari dari pasien yang tidak mendapatkan obat ini,” ujarnya dalam konferensi pers virtual yang diikuti dari Jakarta, Sabtu (31/7/2021).
Obat ini akan menghambat interaksi virus dengan reseptor seluler tubuh ACE-2 sehingga virus pun bisa dicegah masuk ke dalam sel tubuh.
Ia menambahkan, dari data preklinik in vivo yang dilakukan untuk penggunaan Regdanvimab juga menunjukkan aktivitas netralisasi yang kuat pada mutasi virus SARS-CoV-2, termasuk mutasi virus varian Delta. Pada model in vivo, obat ini juga efektif mengurangi viral load (jumlah virus) dan peradangan di paru-paru.
Secara teknis, mekanisme kerja dari Regdanvimab, yaitu dengan mengikat RBD atau receptor binding domain dari protein paku (spike protein) virus SARS-CoV-2. Setelah itu, obat ini akan menghambat interaksi virus dengan reseptor seluler tubuh ACE-2 sehingga virus pun bisa dicegah masuk ke dalam sel tubuh.
Obat ini bisa diberikan untuk pasien Covid-19 usia dewasa dengan derajat ringan yang tidak memerlukan terapi oksigen. Obat ini juga lebih efektif diberikan kepada pasien yang memiliki komorbid, seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas yang berpotensi mengalami perburukan ketika tertular Covid-19.
Regdanvimab diberikan dengan cairan infus melalui intravena dengan dosis 40 miligram per kilogram berat badan satu kali selama 90 menit. Antibodi yang terbentuk dari obat ini bisa bertahan sekitar 12 hari.
Obat ini sebaiknya diberikan kepada pasien setelah terdiagnosis Covid-19 kurang dari tujuh hari sejak gejala muncul. Jika diberikan sejak dini, progresivitas penyakit bisa ditekan dengan baik. Pemberiannya pun harus dilakukan di rumah sakit atau klinik karena perlu ada supervisi dari dokter.
Raymond menyampaikan, obat ini bisa diberikan kepada pasien dengan kondisi tertentu, termasuk dengan autoimun. Namun, obat ini belum bisa diberikan untuk ibu hamil karena belum ada penelitian yang membuktikan hal tersebut.
”Pemanfaatan terapi antibodi monoklonal ini diharapkan dapat mengurangi progresivitas dan kecepatan dari infeksi virus SARS-CoV-2 sehingga pasien bisa dicegah tidak menjadi lebih parah sampai pada kondisi kritis. Dengan begitu, beban kesehatan juga bisa ditekan karena pasien tidak perlu sampai ke kondisi perburukan yang membutuhkan penanganan intensif, termasuk ventilator,” ujarnya.
Direktur Komersial PT Dexa Medica V Herry Sutanto menyampaikan, Dexa Group kini telah mendapatkan izin edar penggunaan darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk mengimpor dan mengadakan Regkirona, merek dagang dari Regdanvimab yang diproduksi oleh Celltrion Healthcare, Korea Selatan. Terkait dengan jumlah obat yang akan diimpor, Dexa Group masih berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menentukan alokasi yang dibutuhkan.