Informasi cuaca, iklim, dan kebencanaan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) harus dijadikan acuan berbagai sektor dalam merancang kebijakan dan pembangunan.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo meminta kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah menjadikan data dan informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika sebagai rujukan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan pemerintah. Pada saat yang sama, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika diminta meningkatkan kecepatan dan akurasi data.
Presiden Joko Widodo menyampaikan hal ini saat membuka Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional (Rakorbangnas) Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) 2021 secara daring pada Kamis (29/7/2021). ”Informasi dari BMKG, seperti kekeringan, cuaca ekstrem, gempa bumi, dan kualitas udara, harus menjadi perhatian dan acuan bagi berbagai sektor dalam merancang kebijakan dan pembangunan. Kebijakan nasional dan kebijakan daerah harus betul-betul sensitif dan antisipastif terhadap kerawanan bencana,” kata Jokowi.
Di sisi lain, Jokowi juga meminta agar BMKG meningkatkan kapasitas dan memperkuat sinergi dan kolaborasi dengan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. Layanan informasi dan data BMKG harus akurat dan dapat diakses dengan cepat dan mudah sehingga bisa digunakan dalam merancang kebijakan dan merencanakan pembangunan.
Jokowi mengingatkan, Indonesia memiliki kerentanan terhadap bencana hidrometeorologi dan geologi. Bahkan, jumlah kejadian bencana hidrometeorologi meningkat signifikan setiap tahunnya. ”Frekuensi dan intensitas bencana juga terus meningkat, bahkan melompat. Kita akan mengalami multibencana dalam waktu bersamaan,” kata Presiden.
Jokowi meminta agar BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana terus meningkatkan kapasitas manajemen penanggulangan dan adaptasi bencana, terutama di tingkat daerah. ”Manajemen ini juga perlu disimulasi dan dilatih sehingga ketika terjadi bencana kita sudah sangat siap, langsung bekerja dengan cepat,” tuturnya.
Frekuensi dan intensitas bencana juga terus meningkat, bahkan melompat. Kita akan mengalami multibencana dalam waktu bersamaan.
Semakin dinamis
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena cuaca dan iklim, serta tektonik di Indonesia semakin dinamis, tidak pasti, dan ekstrem. Ini menyebabkan risiko kejadian multibencana geologi dan hidrometeorologi semakin meningkat.
Dwikorita mengatakan, untuk mencegah kerusakan karena perubahan iklim yang makin dinamis dan ekstrem, BMKG akan melakukan upaya inovasi teknologi dengan meningkatkan sumber daya manusia dan terus memonitor dengan lebih cepat dan akurat. ”Kapasitas SDM BMKG agar lebih cakap dan terampil dalam memonitor, menganalisis, memprediksi serta memberikan informasi dan peringatan dini terhadap potensi multibencana geo-hidrometeorologi secara lebih cepat tepat dan akurat,” katanya.
Dwikorita berharap Rakorbangnas ini dapat meningkatkan sinergi dengan lembaga pemerintahan, pihak swasta, juga masyarakat. ”Tujuan Rakorbangnas ini adalah untuk mewujudkan sistem melalui upaya mitigasi secara tepat berdasarkan pola dan sinergi yang lebih intensif dan masif antara kementerian, lembaga pemerintah daerah, pihak swasta, akademisi, media, dan masyarakat serta para pihak terkait,” tuturnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, masyarakat juga harus ikut aktif dalam tanggap bencana agar dapat mengurangi risiko kerugian yang mungkin dialami. Apalagi, kerugian yang dialami tidak hanya sekadar ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan yang berpengaruh terhadap kesejahteraan rakyat.
”Bangsa Indonesia saat ini dan ke depan ditakdirkan siap menghadapi bencana yang sifatnya multisektor, multidimensi, serta sangat kompleks,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Muhadjir, segala hal yang berkaitan dengan kebencanaan, mulai dari siaga bencana, tanggap bencana, rehabilitasi sampai rekonstruksi bencana harus menjadi perhatian, budaya, dan tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia.