Mengembangkan Alat Radiografi Berbasis Sistem Digital
Kolaborasi para peneliti lintas sektor menghasilkan karya inovasi berupa alat radiografi berbasis sistem digital. Alat itu berfungsi membantu mendiagnosis kondisi medis dengan cepat dan efisien.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Perkembangan teknologi digital sudah banyak diterapkan di sektor kesehatan, tak terkecuali alat radiografi untuk diagnosis medis. Namun, alat radiografi yang digunakan di Indonesia masih didominasi oleh produk luar negeri. Karena itu, para peneliti dalam negeri dari lintas sektor kemudian bekerja sama mengembangkan alat radiografi digital dengan berbagai keunggulan.
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dokter untuk melihat bagian dalam tubuh pasien guna mendapatkan petunjuk mengenai kondisi medis yang dialami. Hampir tiap rumah sakit memiliki layanan radiologi yang terintegrasi. Hal ini bertujuan untuk memudahkan koordinasi antara dokter utama dan bagian radiologi sehingga pasien dapat tertangani dengan baik.
Proses pemeriksaan radiologi menggunakan alat radiografi dengan beragam mesin dan teknik lain untuk menghasilkan citra struktur dan aktivitas dalam tubuh. Jenis pencitraan yang dipakai dokter bergantung pada gejala dan bagian tubuh yang diperiksa.
Sistem terbaru dalam pemeriksaan radiologi meliputi radiografi digital langsung (direct digital radiography/DDR). Prinsip kerja DDR adalah menangkap sinar-X tanpa film dan diganti dengan perangkat digital. Dengan sistem ini, citra hasil eksposi atau penyinaran dapat dilihat di layar monitor secara langsung (real time) dan file bisa disimpan atau dikirim ke semua gawai.
Meski masih tergolong baru, beberapa rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) lain sudah menggunakan alat ini untuk diagnosis medis. Namun, alat yang digunakan oleh mayoritas fasyankes di Indonesia saat ini masih produk luar negeri.
Kondisi ini mendasari para peneliti yang tergabung dalam kolaborasi Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk Penanganan Covid-19 (TFRIC-19) mengembangkan dan melakukan hilirisasi alat radiografi sinar-X fluoresens digital (RSFD) dengan sistem DDR. Pengembangan alat yang diberi nama DDR Madeena ini akan mendukung komersialisasi dalam rangka substitusi impor produk luar negeri.
Dari sisi riset, alat ini dikembangkan peneliti dari Departemen Fisika Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dipimpin Gede Bayu Suparta bersama PT Madeena Karya Indonesia dan CV Prestige Furniture melalui mekanisme pendanaan dari Program Pengembangan Riset Industri (PPTI) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sementara proses hilirisasi dengan serangkaian tahap pengujian dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Perekayasa Madya Pusat Pengkajian Industri Proses dan Energi (PPIPE) BPPT Ermawan Darma Setiadi menyampaikan, pengembangan berbagai alat kesehatan sangat diperlukan saat pandemi Covid-19, termasuk alat radiografi DDR. Alat ini dapat digunakan untuk berbagai diagnosis medis, seperti ortopedik, toraks, dan pemeriksaan umum, termasuk Covid-19.
Alat DDR yang dikembangkan UGM ini terdiri dari komponen utama generator sinar-x mobile dan detektor yang tersusun atas layar fluoresens serta kamera digital. Penggunaan sistem digital dan komputer memungkinkan operator atau radiografer menerapkan protokol jaga jarak dengan pasien. Kinerja sistem juga telah dioptimalkan untuk menghasilkan citra digital paru-paru yang berkualitas.
”Kelebihan dari DDR adalah adanya sistem digital sehingga lebih efektif dan efisien. Karena sudah tidak menggunakan film, data atau citra hasil radiografi dengan memori tidak terlalu besar ini bisa langsung disimpan dan dikirim ke dokter. Operator dalam melakukan pemotretan tidak bersentuhan langsung dengan pasien,” ujarnya, Sabtu (24/7/2021).
Selain itu, alat ini memiliki keunggulan dari aspek radiasi yang lebih rendah satu per sepuluh dari standar yang ditetapkan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) untuk alat radiografi. Konsumsi listrik alat ini kurang dari 5.000 watt dan menjadikannya lebih hemat dibandingkan alat lain yang mencapai 5.000-15.000 watt.
”Dengan spesifikasinya, alat ini cocok dipakai di puskesmas yang cukup besar untuk mendata kondisi pasien, termasuk deteksi Covid-19. Paru-paru pasien yang terkena Covid-19 akan terlihat berbeda di citra dan dianalisis oleh dokter secara telemedicine (layanan medis daring),” tuturnya.
Prosedur radiografi
Secara umum, prosedur radiografi menggunakan DDR hampir sama dengan alat radiografi konvensional berbasis film. Perbedaan mendasar hanya pada pengoperasian dan proses akhir saat mengeluarkan citra hasil penyinaran.
Dengan spesifikasinya, alat ini cocok dipakai di puskesmas yang cukup besar untuk mendata kondisi pasien, termasuk deteksi Covid-19.
Sebelum melakukan proses radiografi, terlebih dahulu radiografer memastikan citra referensi telah diperoleh, memeriksa permintaan eksposi, dan memasukkan data pasien. Selanjutnya, radiografer memandu proses radiografi melalui fasilitas kamera pemantau (CCTV) dan memverifikasi sejumlah data pasien yang telah dimasukkan sebelumnya.
Proses radiografi bagi pasien dilakukan dengan cara berdiri atau standing radiography untuk permintaan citra toraks. Sementara untuk permintaan radiografi umum, pasien akan diarahkan untuk berbaring di tempat yang disediakan atau bed radiography.
Radiografer kemudian menentukan parameter eksposi kepada pasien sesuai permintaan dipandu kamera CCTV. Proses eksposi dilakukan dengan perangkat lunak DrGrabber 2021. Setelah proses eksposi selesai, radiografer memperoleh citra digital dan menyimpannya ke server atau komputer. Citra tersebut dapat langsung diakses fisika medis untuk diverifikasi dan divalidasi sebelum akhirnya radiografer melakukan diagnosis.
Komponen dalam negeri
Menurut Ermawan, dari kegiatan TFRIC-19, perekayasa di PPIPE BPPT mendapat tugas mengawal tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan kluster industri. Setelah melalui serangkaian tahap pengujian dan persyaratan, DDR Madeena juga akan tersedia di katalog elektronik Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Berdasarkan penghitungan mandiri, TKDN gabungan dari alat ini mencapai 87 persen, yang terdiri dari TKDN manufaktur sebesar 61 persen dan TKDN pengembangan 26 persen. Penghitungan TKDN mengacu pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai TKDN Produk Elektronika dan Telematika.
”Memang ada pesaing lain di dalam negeri. Tetapi dari sisi harga, alat ini lebih murah dibandingkan alat lain yang sejenis. Dengan TKDN yang tinggi, kemungkinan alat ini bisa masuk pasar pemerintah untuk pengadaan bagi rumah sakit daerah,” katanya.
Ketua BPPT Hammam Riza mengakui bahwa harga alat radiasi berbasis digital cukup mahal di pasaran. Hal ini juga menjadi salah satu alasan banyak fasyankes belum beralih ke alat rontgen dengan sistem modern dan terbaru ini. Sementara selama ini sebagian besar kebutuhan DDR rumah sakit di Indonesia dipasok oleh produk impor berbagai merek.
Ke depan, kata Hammam, DDR Madeena akan dikembangkan menjadi platform pengembangan layanan radiografi digital baik regional maupun nasional. Alat ini akan menghubungkan suatu jaringan antarrumah sakit sehingga pelayanan pasien dapat dilakukan secara cepat, efisien, efektif, dan produktif.