Setiap individu agar lebih bertanggung jawab menjalankan protokol kesehatan. Ini akan mengurangi beban rumah sakit sehingga pembatasan kegiatan bisa diperlonggar.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan/Ahmad Arif/Ichwan Susanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat diperpanjang sampai 25 Juli 2021. Bila jumlah kasus, keterisian ruang perawatan, maupun kematian Covid-19 bisa diturunkan, kebijakan itu berangsur-angsur akan mulai dilonggarkan untuk memberi ruang gerak perekonomian.
Setiap masyarakat diminta mengoptimalkan waktu lima hari ini untuk berupaya bersama-sama mencapai indikator-indikator itu. Hal itu memerlukan kepatuhan setiap individu dan kelompok masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, seperti memakai masker dan menghindari kerumunan serta mengurangi mobilitas.
”Jika tren kasus terus mengalami penurunan, tanggal 26 Juli 2021 pemerintah akan melakukan pembukaan secara bertahap,” ujar Presiden Joko Widodo, Selasa (20/7/2021), di kanal Youtube Sekretariat Presiden.
Pada kesempatan itu, Presiden menyebut beberapa hal yang dapat dilakukan dalam hal pembukaan secara bertahap. Pasar tradisional yang menjual kebutuhan pokok diizinkan buka sampai pukul 20.00 dengan kapasitas pengunjung 50 persen.
Pasar tradisional selain yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari tetap diizinkan dibuka sampai dengan pukul 15.00 dengan kapasitas maksimal 50 persen.
Presiden Jokowi juga menyebut bahwa pedagang kaki lima, toko kelontong, agen atau outlet penjualan voucher, pangkas rambut, laundry, pedagang asongan, bengkel kecil, cucian kendaraan, dan usaha kecil lain sejenis diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai pukul 21.00. Pengaturan teknis terkait hal ini akan diatur pemerintah daerah.
Warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan, dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai pukul 21.00. Maksimal waktu makan setiap pengunjung 30 menit.
Presiden Jokowi kembali meminta seluruh masyarakat agar bisa bekerja sama, bahu membahu untuk melaksanakan PPKM darurat dengan harapan kasus akan segera turun dan tekanan pada RS bisa turun. Seluruh masyarakat diingatkan untuk terus meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol kesehatan, isolasi terhadap yang bergejala, dan mengobati sedini mungkin mereka yang terinfeksi.
Pemerintah akan terus membagikan paket obat gratis untuk orang tanpa gejala dan yang bergejala ringan. Untuk meringankan beban masyarakat terdampak, pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran perlindungan sosial Rp 55,21 triliun berupa bantuan tunai, yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT) desa, serta Program keluarga Harapan (PKH).
Secara terpisah, Ketua Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan, penerapan PPKM darurat selama dua pekan menunjukkan penurunan rasio keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR) dan mobilitas penduduk di Jawa-Bali.
Tren penurunan kasus paling tidak harus melihat selama dua minggu dengan jumlah tes yang tak diturunkan.
Namun, ia menyebut penambahan kasus Covid-19 masih tinggi. ”Hingga saat ini kasus masih mengalami peningkatan hingga dua kali lipat dengan jumlah kasus aktif 542.938 atau 18,65 persen,” ucapnya. Penambahan korban meninggal mencapai 1.280 jiwa.
Selain itu, ia mengatakan, pemantauan protokol kesehatan sepekan terakhir di Jawa Bali menunjukkan kepatuhan terendah memakai masker di Banten dan menjaga jarak di Jakarta.
Belum aman
Epidemiolog Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia Iwan Ariawan mengatakan, terlalu dini menyimpulkan terjadinya penurunan kasus Covid-19 secara nasional karena hal ini terjadi seiring dengan penurunan jumlah tes. Menurut dia, tren penurunan kasus paling tidak harus melihat selama dua minggu dengan jumlah tes yang tak diturunkan.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang juga mantan Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan, berdasarkan data yang ada belum ada tanda-tanda penurunan kasus.
Ia juga mengingatkan, angka keterisian rumah sakit atau BOR bisa menimbulkan salah persepsi jika tidak dibaca dengan hati-hati. Jika penurunan keterisian tempat tidur itu karena penambahan kapasitas, hal itu belum menjadi indikator adanya penurunan kasus.