Aksi Mitigasi dan Adaptasi Indonesia Akan Disampaikan di Glasgow
Delegasi Indonesia akan menyampaikan aksi mitigasi dan adaptasi menanggulangi perubahan iklim dalam Konferensi Perubahan Iklim di Glasgow, Inggris. Sejumlah skenario disiapkan jika pertemuan fisik tidak bisa digelar.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Konferensi Para Pihak Perubahan Iklim atau COP ke-26 yang akan digelar di Glasgow, Inggris Raya, November 2021, menjadi pertemuan yang sangat penting dan krusial untuk memenuhi target Kesepakatan Paris 2015. Nantinya delegasi Indonesia akan menyampaikan aksi mitigasi dan adaptasi yang menunjukkan hasil signifikan dalam menanggulangi perubahan iklim.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar mengemukakan, COP26 tahun ini merupakan pertemuan yang krusial. Sebab, Kesepakatan Paris 2015 hanya bisa diimplementasikan dengan efektif jika negara-negara pihak dapat menyepakati berbagai pedoman sebagai basis.
”Dalam perundingan nanti disiapkan penyusunan submisi, kertas posisi, dan aspek substansi lainnya. Berbagai skenario juga akan disiapkan seandainya pertemuan fisik tidak dapat dilakukan,” ujarnya dalam agenda pertemuan awal membahas persiapan delegasi Indonesia pada COP26 yang diselenggarakan secara daring, di Jakarta, Senin (19/7/2021).
Menurut Siti, Indonesia dan negara berkembang lainnya masih kesulitan menerapkan proses pertemuan secara virtual. Hal ini menjadi tantangan yang sangat krusial dari aspek teknis, inklusivitas, dan transparansi. Di sisi lain, forum internasional terkait Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) juga masih menyepakati tidak mengambil keputusan secara virtual.
”Secara politik, Indonesia dalam perundingan perubahan iklim ini tidak tertinggal dan relatif baik. Kita punya dukungan sangat kuat, mulai dari undang-undang dasar hingga ke instrumen mitigasi dan adaptasi yang disiapkan oleh kementerian/lembaga,” tuturnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Dewanthi menjelaskan, serangkaian kegiatan perundingan perubahan iklim sudah dilaksanakan sejak Mei-Juni 2021 secara virtual. Pertemuan tersebut lebih ditujukan untuk memahami pandangan atau posisi negara-negara anggota.
Secara politik, Indonesia dalam perundingan perubahan iklim ini tidak tertinggal dan relatif baik.
Sejumlah substansi negosiasi pada pertemuan Mei-Juni lalu tersebut antara lain terkait tantangan menjalankan mandat sesi-sesi perundingan sejak tahun 2020. Pertemuan juga fokus membahas penguatan implementasi Kesepakatan Paris, mulai dari operasionalisasi kerja sama internasional, kerangka waktu pelaporan dokumen komitmen nasional (NDC), transparansi atau metodologi, hingga pendanaan.
Sejumlah isu yang dibahas pada pertemuan tersebut akan menjadi substansi negosiasi politis para negara pihak dalam pertemuan puncak November nanti. Sebagai negara tuan rumah, Inggris juga memiliki hak istimewa untuk menetapkan agenda tambahan selain agenda negosiasi utama UNFCCC.
Sementara terkait kesiapan dalam pertemuan puncak nanti, kata Laksmi, Indonesia akan menyampaikan kisah sukses aksi mitigasi dan adaptasi seperti pendanaan Green Climate Fund (GCF) untuk program penurunan deforestasi dan degradasi hutan (REDD+). Pada 2020, keberhasilan Indonesia menurunkan emisi gas rumah kaca dari REDD+ mendapatkan kompensasi 103.8 juta dollar AS atau setara Rp 1,5 triliun.
”Delegasi Indonesia tidak hanya menyampaikan posisinya secara retorika, tetapi juga memasukkan kisah keberhasilan aksi mitigasi dan adaptasi. Ini bertujuan untuk menunjukkan posisi Indonesia tidak hanya sekadar narasi, tetapi sudah melakukan aksi dengan hasil yang signifikan,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia telah menyiapkan sejumlah kebijakan dan regulasi yang mendukung aksi mitigasi serta adaptasi perubahan iklim. Kebijakan itu di antaranya draf peraturan presiden tentang nilai ekonomi karbon, dokumen strategi jangka panjang rendah karbon 2050 (LTS-LCCR 2050), dan dokumen pembaruan dan peta jalan NDC.
Berdasarkan pemberitahuan terakhir dari UNFCCC, pertemuan puncak COP26 akan diselenggarakan pada 31 Oktober-12 November 2021 di The Scottish Event Campus, Glasgow. Pertemuan juga diselenggarakan secara langsung (in-person) dan dihadiri delegasi setiap negara. Namun, pengaturan detail format konferensi belum disampaikan, termasuk terkait dengan protokol kesehatan yang wajib dijalani.
Duta besar Indonesia untuk Inggris Raya, Desra Percaya, mengatakan, sejak 19 Juli Indonesia masuk daftar merah negara yang tidak diperbolehkan masuk ke wilayah Inggris karena pertimbangan varian Covid-19 yang tengah merebak. Namun, Pemerintah Inggris kemungkinan akan memberikan pengecualian untuk kunjungan resmi atau dinas termasuk kehadiran di COP26.