Sekalipun kebanyakan tenaga kesehatan sudah mendapatkan vaksin, seharusnya ada pertimbangan agar mereka yang memiliki komorbid tidak bertugas langsung menangani pasien. Kematian nakes akibat Covid-19 terus bertambah.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seiring dengan lonjakan kasus dan kematian karena Covid-19, tenaga kesehatan juga berguguran. Sebanyak 74 tenaga kesehatan telah meninggal selama delapan hari di bulan Juli 2021. Bahkan, pada Selasa (6/7/2021), terdapat 15 tenaga kesehatan yang meninggal dalam sehari. Ini merupakan rekor tertinggi selama pandemi.
”Kematian para tenaga kesehatan sangat mengkhawatirkan dan perlu mendapat perhatian serius. Hari ini rekan kami, dokter residen obsgin Aliy Akbar dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga meninggal karena Covid-19,” kata Koordinator Tim Bantuan Residen-Tim Mitigasi Dokter Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Jagadditho Probokusumo, Kamis (8/7/2021).
Jagadditho mengatakan, Aliy memiliki komorbid asma dan memiliki riwayat kontak dengan pasien Covid-19 saat bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soetomo, Surabaya. Dia meninggal dalam usia 29 tahun dan sejauh ini belum mendapatkan vaksin. ”Kematian dokter-dokter muda ini sangat disayangkan,” katanya.
Kematian dokter-dokter muda ini sangat disayangkan. (Jagadditho Probokusumo)
Menurut dia, sejauh ini dokter residen yang meninggal sudah 6 orang. ”Namun, data residen yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri atau dirawat sudah lebih banyak dari tahun lalu,” katanya.
Menurut Jagadditho, sekalipun kebanyakan tenaga kesehatan saat ini sudah mendapatkan vaksin, seharusnya ada pertimbangan agar mereka yang memiliki komorbid untuk tidak dulu bertugas langsung menangani pasien. Tingkat paparan yang tinggi bisa berisiko meningkatkan risiko infeksi dan kematian.
”Salah satu rekomendasi dari survei tentang perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang kami lakukan tahun lalu adalah meminta agar setiap institusi pendidikan kedokteran memiliki data komorbid setiap dokter residen yang memiliki komorbid, seperti diabetes, asma, dan jantung, untuk tidak diterjunkan langsung dalam pelayanan Covid-19,” katanya.
Data di Pusara Digital LaporCovid-19 menunjukkan, jumlah tenaga kesehatan yang meninggal sudah mencapai 1.133 orang. Dari jumlah ini, dokter yang meninggal sebanyak 434 orang, perawat 367 orang, bidan 167 orang, dokter gigi 46 orang, ahli teknologi laboratorium medis 32 orang, apoteker 10 orang, dan sisanya berbagai profesi tenaga kesehatan lain.
Puncak kematian tenaga kesehatan karena Covid-19 terjadi pada bulan Januari 2021, yaitu sebanyak 151 orang yang meninggal. Kematian tenaga kesehatan kemudian terus menurun seiring dengan penurunan kasus di komunitas dan dilakukannya vaksinasi pada Februari 2021. Tren kematian tenaga kesehatan karena Covid-19 yang mencapai titik terendah di bulan April 2021, yaitu 11 orang. Jumlah ini merupakan yang terkecil sejak pendataan bulan Maret 2020.
Namun, pada bulan Mei 2021, angkanya kembali naik menjadi 18 orang dan bulan Juni sebanyak 79 orang. Kini, memasuki hari kedelapan di bulan Juli, sebanyak 72 tenaga kesehatan meninggal dan cenderung mendekati pola kematian saat puncak penularan pada Januari 2021. Bahkan, pada Selasa (6/7/2021) tercatat 15 tenaga kesehatan meninggal dalam sehari. Ini merupakan rekor tertinggi selama pandemi.
Tri Maharani, dokter spesialis emergensi yang menjadi sukarelawan Pusara Digital LaporCovid-19, mengatakan, sebagian tenaga kesehatan yang meninggal ini sebenarnya sudah divaksin. ”Data rinci mengenai jumlah dan status vaksinnya masih kami lengkapi, tetapi memang yang meninggal sudah mendapat vaksin lengkap,” katanya.
Data IDI menunjukkan, 61 dokter yang meninggal karena Covid-19 sepanjang Februari-Mei 2021, sebanyak 14 di antaranya diketahui sudah mendapat vaksinasi dengan dosis lengkap. Ini berarti jumlah dokter yang meninggal setelah divaksin sebanyak 23 persen.
Menurut Tri, ada banyak faktor lain yang bisa menyebabkan risiko kematian tenaga kesehatan saat terpapar Covid-19. Selain faktor komorbid, dia menyebutkan masalah alat pelindung diri (APD). ”Sampai sekarang masih ada tenaga kesehatan yang kesulitan APD, terutama yang di daerah. Selain itu, faktor kelelahan menangani pasien juga harus diperhitungkan. Kalau daya tubuh menurun, risiko kematian saat terpapar juga meningkat. Faktor lainnya kemungkinan sebaran varian baru Delta,” katanya.
Data di LaporCovid-19 juga menunjukkan, kematian tenaga kesehatan terbanyak terjadi di Jawa Timur dengan 352 orang, disusul DKI Jakarta 132 orang, Jawa Tengah 128 orang, Jawa Barat 114 orang, Sumatera Utara 44 orang, Sulawesi Selatan, 43 orang, dan Banten 27 orang. Berikutnya Kalimantan Selatan 22 orang, Kalimantan Timur 21 orang, Aceh 12 orang, Riau 14 orang, dan sejumlah daerah lain.
Sementara berdasarkan rentang usia, tenaga kesehatan yang meninggal mayoritas berumur 46-50 tahun, yaitu sebanyak 111 orang, disusul rentang usia 51-55 tahun sebanyak 106 orang, dan 56-60 tahun sebanyak 77 orang. Kelompok usia paling sedikit yang menjadi korban adalah 21-25 tahun, yaitu 8 orang.
Sekalipun data Kementerian Kesehatan menunjukkan vaksinasi untuk tenaga kesehatan di Indonesia sudah 100 persen lebih dari target, tetapi laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang situasi Indonesia pada 30 Juni 2021 menunjukkan masih ada ribuan tenaga kesehatan yang belum divaksin. Hingga 28 Juni, Aceh memiliki sekitar 6.000 tenaga kesehatan yang belum divaksin sama sekali, Papua sekitar 5.000 tenaga kesehatan, Maluku dan Sulawesi Tengah sekitar 3.500 tenaga kesehatan. Daerah lain yang ribuan tenaga kesehatannya belum divaksinasi di antaranya Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara, dan Gorontalo serta beberapa daerah lain di luar Jawa.