Data LaporCovid-19 menunjukkan, sejak Juni terdapat 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri. Kejadian di Jabodetabek di antaranya telah mencari pertolongan ke fasilitas medis.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak Juni 2021, sebanyak 311 pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri dilaporkan meninggal. Mereka yang meninggal dengan berbagai keluhan dan sebagian sudah berupaya mencari rumah sakit, tetapi RS penuh.
Data yang dikumpulkan LaporCovid-19 menunjukkan, dalam lima hari terakhir terdapat laporan kematian sebanyak 48 orang yang tengah menjalani isolasi mandiri di sejumlah daerah. ”Secara total sejak Juni, menurut catatan kami, sudah ada 311 pasien Covid-19 yang meninggal saat menjalani isolasi mandiri, tetapi trennya tiap hari meningkat,” kata Ketua Tim Data LaporCovid-19 Said Fariz Hibban, Senin (5/7/2021).
Hibban mengatakan, data kematian pasien isolasi mandiri ini didapatkan dari laporan keluarga dan kerabat korban, selain juga dari laporan media massa dan media sosial yang kemudian diverifikasi. Laporan kematian terbanyak terjadi di Jawa Barat, yaitu 102 orang; disusul Daerah Istimewa Yogyakarta 64 orang; Banten 43 orang; Jawa Timur 34 orang; Jawa Tengah 27 orang; dan DKI Jakarta 26 orang.
Bahkan pernah dalam sehari sampai 47 korban yang meninggal saat isolasi mandiri. (Ngabila Salama)
”Data kami ini pasti masih jauh lebih kecil dibandingkan kenyataan di lapangan karena tidak semua korban melapor atau diberitakan media,” katanya.
Iban mengatakan, sebagian besar korban yang meninggal, terutama di Jabodetabek, sebenarnya sudah berupaya mencari rumah sakit terdekat. Namun, kebanyakan ditolak karena RS sudah penuh. Sementara di daerah, banyak masyarakat yang memang enggan ke rumah sakit.
”Kami juga memiliki relawan, sebagian di antaranya dokter-dokter, yang berupaya mencarikan pasien ke rumah sakit, tetapi sejak dua minggu terakhir memang sangat sulit mendapatkan ICU,” katanya.
12,1 persen
Kepala Seksi Survailans Epidemiologi dan Imunisasi Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ngabila Salama mengatakan, ”Risiko kematian pasien yang menjalani isolasi mandiri memang sangat tinggi.”
Dia menyebutkan, data pada Sabtu (3/7/2021) terdapat 369 pemakaman yang dilakukan dengan prosedur Covid-19 di DKI Jakarta dalam sehari. Dari jumlah itu ada 45 korban atau 12,1 persen dari total jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 meninggal di rumah. ”Bahkan pernah dalam sehari sampai 47 korban yang meninggal saat isolasi mandiri,” katanya.
Dengan tingginya risiko kematian pasien yang menjalani isolasi mandiri ini, menurut Ngabila, masyarakat diminta jangan abai. Mereka yang sakit atau sudah terkonfirmasi positif diminta segera melapor ke pusat kesehatan masyarakat terdekat agar mendapat pemantauan.
”Kami juga sedang mengupayakan untuk menyediakan alat pengukur saturasi oksigen minimal per rukun tetangga,” katanya.
Meski demikian, Ngabila mengakui, tenaga kesehatan di pusat kesehatan masyarakat juga telah kewalahan. Selain karena terus meningkatnya jumlah kasus aktif, juga banyak tenaga kesehatan yang tertular Covid-19.
Mereka juga dibebani untuk mengejar percepatan vaksinasi dengan target 200.000 dosis per hari. ”Targetnya pada 17 Agustus 2021 seluruh penduduk DKI Jakarta sudah tervaksinasi,” katanya.
Panduan isolasi mandiri
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Tjandra Yoga mengatakan, ada tiga hal yang harus disiapkan saat menjalani isolasi mandiri saat terkonfirmasi Covid-19. Pertama, kebutuhan sehari-hari harus tetap terjaga baik, meliputi makan dan minum yang baik, istirahat yang cukup, serta ruang isolasi dengan ventilasi yang baik.
Pola hidup sehat tentu harus terjaga, termasuk berolahraga, menjaga kebersihan, dan mengelola kemungkinan stres. Selain itu, juga perlu dukungan moral dan sikap positif dari anggota keluarga dan kerabat, termasuk lingkungan.
Kedua, aspek kesehatan, yang meliputi empat hal penting, obat-obatan, baik untuk Covid-19 maupun untuk penyakit penyerta yang mungkin ada, dan sudah rutin dikonsumsi.
”Perlu juga monitor keadaan kesehatan, yaitu mengecek ada tidaknya keluhan seperti demam, batuk, sesak napas, sakit kepala, nyeri tubuh, dan diare, atau perburukan dari keluhan. Misalnya, tadinya batuk sedikit, tapi lalu jadi batuk berdahak kuning,” katanya.
Selain itu, perlu monitor dengan alat, misalnya dengan atau lebih bagus lagi dengan oximetri untuk mengetahui situasi oksigen di tubuh, serta alat tensimeter untuk mengukur tekanan darah. ”Monitor setidaknya dilakukan dua atau tiga kali sehari,” katanya.
Aspek kesehatan lainnya adalah adanya komunikasi dengan petugas kesehatan untuk konsultasi. ”Yang ideal tentu dengan dokter yang biasa merawat, atau dengan klinik atau puskesmas terdekat, atau setidaknya dengan kenalan atau kerabat yang kebetulan berprofesi kesehatan,” katanya.
Ketiga, pencegahan penularan dengan orang lain di dalam rumah. ”Ini bisa dilakukan dengan cara tidur dalam kamar yang terpisah, memisahkan makanan, pakaian, alat mandi, dan alat pribadi lain, serta memakai masker secara adekuat kalau terpaksa ada kontak dengan anggota keluarga lain, dan tentu rajin mencuci tangan,” katanya.