Tenaga Kesehatan Kelelahan dan Makin Rentan Tertular Covid-19
Fasilitas dan tenaga kesehatan kewalahan akibat lonjakan kasus Covid-19. Pembatasan sosial pun mendesak dilakukan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beban pelayanan kesehatan semakin berat dengan lonjakan kasus Covid-19, beberapa pekan terakhir. Situasi itu membuat tenaga kesehatan kelelahan dan kian rentan terpapar penyakit tersebut. Karena itu, selain menambah kapasitas fasilitas kesehatan, penanganan Covid-19 juga perlu diimbangi dengan pembatasan sosial berskala besar secara ketat, khususnya di Pulau Jawa.
Menurut data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, ada tambahan 21.342 kasus per Minggu (27/6/2021). Tingginya jumlah kasus Covid-19 berdampak pada meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan.
Ikatan Dokter Indonesia mencatat, tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) untuk ruang isolasi dan ruang perawatan intensif (ICU) bagi pasien Covid-19 saat ini di atas 90 persen. BOR untuk ICU dan sejumlah rumah sakit bahkan mendekati 100 persen.
Akibatnya, pasien harus mengantre dan kesulitan mengakses pelayanan kesehatan. Ada pula pasien yang meninggal saat tiba di instalasi gawat darurat. Di sisi lain, tenaga kesehatan pun kewalahan.
”Per 25 Juni 2021, ada 401 dokter yang meninggal akibat Covid-19. Siang ini bertambah lagi empat dokter yang meninggal. Saat ini pun ada dokter, perawat, bidan, dan teman-teman sejawat kami yang dirawat karena Covid-19,” kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Adib Khumaidi, dalam konferensi pers secara daring, di Jakarta, Minggu (27/6/2021).
Adapun rumah sakit hingga puskesmas mempunyai keterbatasan menangani pandemi. Selain fasilitas, sumber daya manusia (SDM) pun terbatas. Banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar Covid-19 dan meninggal mengurangi jumlah SDM di lapangan. Beban kerja mereka pun semakin berat dengan penambahan tempat tidur dan ruang perawatan Covid-19.
Adib mendesak agar penanganan Covid-19 tidak hanya dilakukan di hilir dengan menambah tempat tidur dan ruang perawatan. Penanganan di hulu pun sama pentingnya, yakni menerapkan pembatasan sosial secara ketat.
Hal itu disampaikan PB IDI bersama lima organisasi lain, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (Perdatin), serta Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki).
”Kondisi ini sudah sangat mengkhawatirkan, yakni kondisi kolapsnya fasilitas pelayanan kesehatan. Jika ini terus berlanjut, dampaknya akan luar biasa. Perlu ada upaya tegas untuk intervensi di hulu,” kata Adib.
Menurut Ketua PDPI Agus Dwi Susanto, fasilitas kesehatan di daerah zona merah, terutama Pulau Jawa, sudah kelebihan beban. Ini perlu diseimbangkan dengan menahan laju penyebaran Covid-19.
Kondisi ini sudah sangat mengkhawatirkan, yakni kondisi kolapsnya fasilitas pelayanan kesehatan. Jika ini terus berlanjut, dampaknya akan luar biasa. Perlu ada upaya tegas untuk intervensi di hulu.
”Belum ada satu negara pun yang berhasil menangani pandemi dengan hanya bertumpu pada penambahan kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan,” tuturnya.
Kelelahan
Menurut Ketua Kelompok Kerja Infeksi PDPI Erlina Burhan, kondisi saat ini tidak baik-baik saja. Tingginya beban kerja tenaga kesehatan membuat mereka kelelahan dan stres. Hal ini membuat mereka semakin rentan terpapar Covid-19.
Jika pembatasan sosial ketat tidak segera diterapkan, bukan tidak mungkin kondisi Indonesia akan seperti India, beberapa bulan lalu. Belum lagi kini virus varian Delta kian mendominasi. ”Pemerintah mengatakan ini adalah kondisi extraordinary, maka penting melakukan intervensi yang extraordinary juga,” ucap Erlina.
Ketua Perdatin Syafri K Arif menyatakan, pengetatan perjalanan perlu kembali dilakukan, terutama untuk orang yang akan keluar dan masuk Pulau Jawa. Masyarakat perlu melakukan tes usap PCR (reaksi berantai polimerase) dan antigen maksimal 24 jam sebelum keberangkatan.