Pemantauan pada Pasien Isolasi Mandiri Perlu Diperbaiki
Pemantauan pada kasus Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri perlu dilakukan secara ketat. Penanganan yang cepat dan tepat harus dilakukan jika kasus mengalami gejala yang lebih besar. Ini penting untuk mencegah risiko.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasien Covid-19 yang harus dirawat semakin banyak, sementara kapasitas fasilitas kesehatan sudah sangat terbatas. Tidak sedikit kasus positif pun akhirnya harus menjalani perawatan dengan isolasi mandiri. Pemantauan ketat harus dipastikan berjalan pada kasus isolasi mandiri agar jika terjadi perburukan bisa segera ditangani.
Per 3 Juli 2021, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan terdapat 27.913 kasus baru yang terkonfirmasi positif. Penambahan ini merupakan rekor tertinggi dari jumlah kasus harian yang dilaporkan selama pandemi. Kasus kematian juga bertambah sebanyak 493 kasus dalam sehari.
Kematian yang terjadi di masyarakat terkait Covid-19 tidak hanya terjadi di rumah sakit, tetapi juga di luar fasilitas kesehatan. Dari hasil penelusuran tim LaporCovid19, setidaknya ada 265 kasus meninggal dengan kondisi sedang isolasi mandiri di rumah. Jumlah ini terdata selama Juni-Juli 2021.
”Korban jiwa yang meninggal dunia positif Covid-19 dengan kondisi sedang isolasi mandiri di rumah saat berupaya mencari fasilitas kesehatan dan ketika menunggu antrean di IGD rumah sakit. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah abai dalam memenuhi hak atas kesehatan warganya di masa pandemi,” ujar anggota tim LaporCovid19, Yerikho Setro Adi, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (3/7/2021).
Sebanyak 265 kasus kematian yang terdata tersebut tersebar di 47 kabupaten/kota di 10 provinsi. Provinsi dengan kasus kematian tertinggi di luar rumah sakit tersebut adalah Jawa Barat (97 kasus), DI Yogyakarta (63 kasus), dan Banten (40 kasus).
Korban jiwa yang meninggal dunia positif Covid-19 dengan kondisi sedang isolasi mandiri di rumah saat berupaya mencari fasilitas kesehatan dan ketika menunggu antrean di IGD rumah sakit.
Yerikho menyampaikan, kasus yang terdata tersebut belum bisa mewakili kondisi yang sebenarnya terjadi di masyarakat. Banyak kasus yang tidak dilaporkan ke LaporCovid19 ataupun disampaikan ke media sosial dan media massa.
”Kami mengkhawatirkan, hal ini merupakan fenomena puncak gunung es dan harus segera diantisipasi untuk mencegah semakin banyaknya korban jiwa di luar fasilitas kesehatan,” ucapnya.
Ia pun mendorong pemerintah untuk segera memperkuat fasilitas kesehatan dan sumber daya tenaga kesehatan yang menangani Covid-19. Pembatasan mobilitas secara ketat untuk mencegah laju penularan kasus yang terus melonjak sehingga risiko kematian pun semakin tinggi.
Pemantauan isolasi mandiri
Dihubungi secara terpisah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, masyarakat yang melakukan isolasi mandiri diharapkan tetap melakukan pemantauan kesehatan secara rutin. Itu terutama ketika mengalami perburukan pada gejala yang dialami.
”Kita mendorong masyarakat yang melakukan isolasi mandiri untuk memperhatikan kondisi kesehatannya. Jika saturasi oksigen kurang dari 95 persen, harus segera ke rumah sakit. Walau IGD penuh, akan ditangani oleh nakes (tenaga kesehatan). Sambil kita juga terus tambah kapasitas BOR (ketersediaan tempat tidur),” ucapnya.
Saturasi oksigen bisa diukur dengan alat oksimeter. Jika memiliki keterbatasan untuk mengakses oksimeter, indikator lain yang bisa digunakan adalah dengan mendeteksi adanya sesak napas. Seseorang harus segera dibawa ke rumah sakit jika frekuensi napasnya lebih dari 20 kali dalam satu menit.
”Ambulans saat ini juga terbatas sehingga sebaiknya ketika butuh penanganan segera diantar oleh keluarga dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat,” ujar Nadia.