Mobilitas Penduduk Masih Tinggi, Kasus Covid-19 Melaju
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala Mikro dinilai tidak efektif menurunkan mobilitas penduduk.
Oleh
Ahmad Arif
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Di tengah kolapsnya fasilitas kesehatan di berbagai kota di Pulau Jawa, tingkat mobilitas penduduk masih sangat tinggi yang menunjukkan kurang efektifnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat skala Mikro. Tanpa pembatasan lebih ketat, situasi dikhawatirkan akan semakin memburuk.
"Data Google Mobility menunjukkan tidak ada penurunan signifikan aktivitas masyarakat selama seminggu terakhir, termasuk juga di perkantoran. Ini sangat mengkhawatirkan," kata epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Iwan Ariawan, di Jakarta, Senin (28/6/2021).
Menurut Iwan, situasi ini menunjukkan bahwa PPKM Mikro memang tidak efektif menurunkan mobilitas penduduk. "Bagaimana mau mengurangi mobilitas kalau kantor dan mal-mal masih buka? Siapa yang mengontrol kalau yang masuk kantor hanya 25 persen? Buktinya, mobilitas masih sangat tinggi," kata dia.
Bagaimana mau mengurangi mobilitas kalau kantor dan mal-mal masih buka? Siapa yang mengontrol kalau yang masuk kantor hanya 25 persen? Buktinya, mobilitas masih sangat tinggi. (Iwan Ariawan)
Iwan mengusulkan agar pemerintah minimal melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dengan menutup berbagai pusat keramaian dengan pengecualian sejumlah sektor esensial. "Pembatasan tidak akan efektif kalau yang disekat hanya jalan-jalan, sementara pusat keramaian seperti kantor, mal, dan tempat makan tetap buka," kata dia.
PSBB yang diberlakukan tahun 2020 lalu, menurut Iwan, lebih berhasil menurunkan mobilitas dibandingkan PPKM Mikro ini. Padahal, situasi penularan saat ini lebih gawat dibandingkan tahun lalu. "PPKM Mikro mungkin bisa berguna jika kasusnya terjadi di kluster kecil. Tetapi, kalau sekarang harus ada pembatasan dalam skala besar dan serentak. Jangan biarkan situasi semakin parah," kata dia.
Laporan Kementerian Kesehatan menunjukkan, jumlah kasus harian bertambah 20.694 pada Senin dan korban jiwa bertambah 423 orang. Dengan positivity rate dengan polimerase rantai ganda (PCR) sebesar 42,25 persen, jumlah kasus yang belum ditemukan masih sangat tinggi.
Data LaporCovid-19 menunjukkan, tren peningkatan pasien yang tak tertangani fasilitas kesehatan juga terus meningkat. Dalam rentang 24-27 Juni, setidaknya ada 9 pasien di sekitar Jabodetabek yang meninggal tak terlayani fasilitas kesehatan yang masuk ke sistem pelaporan mereka. Kebanyakan pasien ini meninggal saat antre di IGD sebelum mendapatkan ICU.
Iwan juga mengkhawatirkan, lonjakan kasus pada akhirnya akan terjadi di luar Pulau Jawa, seiring dengan tingginya perjalanan dinas dari Jakarta. "Ini ironis karena satu sisi promo wisata dan diskon pesawat masih terjadi, bahkan dipromosikan oleh pemerintah sendiri," kata dia.
Menurut Iwan, semakin terlambat kita mengurangi mobilitas guna menghentikan penularan, kerugian ekonomi yang akan terjadi akan semakin besar. Belum lagi, korban jiwa juga akan semakin banyak karena kolapsnya layanan fasilitas kesehatan. "WHO juga sudah menyarankan agar kita memperketat pembatasan," kata dia.
Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dikeluarkan pada 23 Juni 2021 telah menyebutkan, sebagian besar provinsi di wilayah Jawa melaporkan peningkatan jumlah kasus dan kematian. Kasus yang dilaporkan dan kematian di DKI Jakarta juga meningkat dua kali lipat, selama dua minggu terakhir.
"Dengan peningkatan konfirmasi varian Delta yang menjadi perhatian, kapasitas sistem kesehatan telah sangat terdampak di beberapa provinsi dengan tingkat hunian tempat tidur rumah sakit sudah lebih dari 90 persen. Implementasi kesehatan masyarakat yang lebih ketat dan pembatasan sosial (PHSM) termasuk PSBB mungkin membantu," tulis WHO.
Seruan untuk pembatasan lebih ketat dengan pemberlakukan PSBB juga disampaikan Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) beserta Perhimpunan Lima Profesi Dokter pada Minggu (27/6) dalam pertemuan daring. "Kondisi sekarang secara laporan yang kita terima dari daerah, khususnya di Pulau Jawa, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, sudah melebihi kapasitas tampung baik di rumah sakit dan Puskesmas," kata Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Adib Khumaidi.
Ada lima poin yang diusulkan Tim Mitigasi PB IDI ini bersama Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN) dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI).
Pertama, pemerintah pusat diminta untuk segera memberlakukan PSBB ketat serentak terutama di Pulau Jawa, minimal dua pekan. Kedua, pemerintah atau pihak berwenang memastikan implementasi serta penerapan PSBB yang maksimal.
Ketiga, pemerintah atau pihak berwenang mempercepat dan memastikan vaksinasi untuk semua target populasi termasuk untuk anak dan remaja sesuai target, bila mungkin vaksinasi di atas dua juta dosis per hari serta memperluas tempat pelayanan vaksinasi.
Empat, melakukan tracing dan testing yang masif agar kasus ditemukan sedini mungkin, termasuk untuk anak dan remaja. Angka positivity rate dan jumlah tracing per 1.000 orang per pekan sesuai dengan standar WHO dijadikan kinerja setiap Kepala Daerah. Kelima, agar masyarakat termasuk anak-anak selalu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan tidak bepergian kecuali mendesak.