Butuh Langkah Radikal Atasi Lonjakan Kasus Covid-19
Lonjakan kasus Covid-19 harus segera ditangani untuk mencegah sistem pelayanan kesehatan semakin kolaps. Kesadaran warga akan situasi darurat perlu dibangun disertai pembatasan pergerakan secara ketat.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penambahan kasus Covid-19 yang melonjak, rumah sakit yang penuh, serta banyaknya pasien yang tidak tertangani menandakan kondisi penularan Covid-19 saat ini sudah tidak terkendali. Karena itu, langkah radikal dinilai perlu segera dilakukan, terutama dalam membatasi pergerakan masyarakat.
Menurut laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Rabu (23/6/2021), kasus harian terkonfirmasi Covid-19 bertambah 15.308 orang sehingga total ada 2,03 juta kasus. Sementara kasus kematian akibat Covid-19 bertambah 303 orang sehingga total angka kematian mencapai 55.594 korban jiwa.
Ketua Umum Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Ede Surya Darmawan menyampaikan, terdapat dua pilihan yang bisa dilakukan pemerintah dalam menentukan langkah radikal untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19. Langkah itu meliputi pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar nasional serta menerapkan lockdown atau karantina wilayah secara berkala di pulau besar, seperti Jawa, Sumatera, dan Kalimantan.
”Pemerintah juga secara lebih nyata harus memperkuat upaya tracing (pelacakan) dan percepatan proses testing (pemeriksaan) agar sedini mungkin kasus positif bisa dideteksi sehingga belum memerlukan perawatan inap. Banyak rumah sakit yang sudah penuh,” tuturnya di Jakarta.
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 per 22 Juni 2021 melaporkan terdapat 13.668 kasus baru yang terkonfirmasi Covid-19 dengan 335 kematian. Sementara kasus aktif bertambah 4.958 orang sehingga total kasus yang masih dalam perawatan saat ini sebanyak 152.686 orang.
Angka ketersediaan tempat tidur (BOR) di rumah sakit secara nasional pada Senin (21/6/2021) telah mencapai 62 persen. Namun, tingkat BOR di sejumlah wilayah sudah di atas 80 persen, seperti Jawa Tengah (90 persen), Jawa Barat (82 persen), dan DKI Jakarta (84 persen).
Ede menyampaikan, jumlah orang yang divaksinasi di Indonesia juga masih terbatas. Total penduduk yang sudah menjalani vaksinasi Covid-19 sampai dosis kedua baru 12,5 juta orang atau 6,8 persen dari target 181,5 juta penduduk. Target ini harus dicapai agar kekebalan komunitas dari penularan Covid-19 bisa terbentuk.
”Situasi Covid-19 makin mengkhawatirkan di Indonesia. Faktor paling penting untuk mengendalikan laju peningkatan kasus Covid-19 saat ini adalah meningkatkan kedisiplinan warga dalam menerapkan protokol kesehatan 3M serta bimbingan dan pengawasan dari aparat atau tokoh masyarakat hingga penerapan sanksi,” ujarnya.
Namun, di tengah lonjakan kasus ini, masih banyak warga yang tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan. Tidak sedikit pula warga yang kurang mendukung program vaksinasi, bahkan justru menyebarkan hoaks atau kabar bohong terkait vaksinasi Covid-19.
Karena itu, menurut Ede, upaya akselerasi vaksinasi Covid-19 perlu diperkuat dengan melibatkan tenaga kesehatan, organisasi profesi, dan tokoh agama. Selain itu, pemerintah diharapkan lebih melibatkan satuan tugas di tingkat RT, kader masyarakat, sukarelawan, dan tenaga kesehatan masyarakat untuk mengawasi kedisiplinan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak), serta melakukan pelacakan dan pengawasan isolasi atau karantina mandiri.
Situasi Covid-19 semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Faktor paling penting untuk mengendalikan laju peningkatan kasus Covid-19 saat ini adalah meningkatkan kedisiplinan warga menerapkan protokol kesehatan 3M serta bimbingan dan pengawasan.
Telemedik dan pemantauan jarak jauh bisa dimanfaatkan untuk mendukung pengawasan pada masyarakat yang terpaksa melakukan isolasi mandiri di rumah. Pemberian denda ataupun sanksi bagi masyarakat yang melanggar protokol kesehatan juga perlu dipertegas.
Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih dalam siaran pers turut mendorong pemerintah, terutama pemerintah daerah yang mengalami lonjakan kasus Covid-19, untuk menyempurnakan strategi penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mikro.
Kebijakan darurat juga perlu dijalankan dengan memperketat dan membatasi pergerakan serta aktivitas masyarakat untuk mengendalikan kondisi lonjakan kasus di setiap daerah serta mencegah sistem pelayanan kesehatan yang kolaps.
”Pemerintah dan pemerintah daerah juga dimohon untuk meningkatkan perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja dan membantu perawatan pasien Covid-19 agar tidak mudah terinfeksi. Ini penting agar tenaga kesehatan tetap bisa memberikan pertolongan dan perawatan bagi pasien,” katanya.
Strategi jangka pendek
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin ketika diwawancarai Kompas, Selasa malam, mengatakan, strategi jangka pendek yang akan dilakukan untuk mengatasi lonjakan kasus adalah dengan memperkuat intervensi pada pelayanan di rumah sakit. Itu, antara lain, dengan memastikan kecukupan jumlah tempat tidur serta memastikan ketersediaan obat, sumber daya manusia, alat pelindung diri, serta oksigen.
Saat ini, dari 82.000 tempat tidur yang tersedia, sebanyak 57.000 tempat tidur sudah terisi. Penambahan tempat tidur akan terus dilakukan, terutama di daerah dengan tingkat keterisian tinggi, seperti DKI Jakarta (85 persen), Jawa Barat (84 persen), dan Jawa Tengah (81 persen). Penerapan konversi tempat tidur untuk pelayanan Covid-19 sebanyak 30 persen juga dioptimalkan. Sejumlah rumah sakit pun akan dikonsentrasikan secara penuh untuk menangani Covid-19.
”Menurut rencana, khusus di DKI Jakarta, akan ada dua rumah sakit yang digunakan secara penuh untuk menangani pasien Covid-19, yaitu Rumah Sakit (RS) Persahabatan dan RS Sulianti Saroso. Sementara pasien dengan penyakit lain akan dialihkan ke rumah sakit lain. Strategi yang sama juga bisa dilakukan di daerah lain,” katanya.
Meski begitu, menurut Budi, strategi lebih penting dilakukan dengan memperkuat intervensi di sisi hulu. Ada tiga hal yang perlu ditekankan, yakni protokol kesehatan, diagnostik dengan 3T, serta vaksinasi. ”Tiga cara inilah yang lebih penting untuk mengurangi laju penularan. Persoalan saat ini adalah pada eksekusi dan implementasi di lapangan,” ujarnya. (ADHITYA RAMADHAN/AHMAD ARIF/EVY RACHMAWATI)