Informasi dan Sosialisasi Vaksinasi Perlu Lebih Masif
Ketimpangan akses informasi tentang vaksinasi Covid-19 masih terjadi. Kondisi itu bisa menghambat upaya membentuk kekebalan komunitas sebagai bagian dari upaya penanganan pandemi Covid-19.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian masyarakat masih kebingungan terkait pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Kebingungan tersebut termasuk pada definisi kelompok prioritas yang seharusnya didahulukan dalam pemberian vaksinasi serta prosedur pendataan untuk vaksinasi.
Hal itu sesuai dengan hasil asesmen umpan balik warga yang dilakukan oleh Lapor Covid-19 dan Wahana Visi Indonesia tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang disampaikan dalam diskusi publik pada Jumat (4/6/2021) di Jakarta. Adapun pengambilan data dilakukan pada 6-26 April 2021 melalui chatbot pada aplikasi WhatsApp dan Telegram dengan jumlah responden 185 orang.
Dalam asesmen itu ditemukan hanya delapan persen responden yang mengetahui bahwa tiga kelompok prioritas vaksinasi yaitu petugas kesehatan, lansia, dan petugas publik. Selain itu, sebanyak 40,3 persen responden yang berada di daerah pedesaan dan 28,3 persen responden di daerah urban atau perkotaan juga menyampaikan perlu adanya penguatan sosialisasi dan penyampaian informasi yang tepat mengenai vaksinasi Covid-19.
”Dari asesmen ini juga ditemukan kecenderungan pelapor yang menilai pelaksanaan vaksinasi cenderung kurang baik dan baik. Pada kecenderungan kurang baik disampaikan vaksinasi kurang memuaskan karena kurangnya informasi, ada hambatan kelompok rentan mendapat vaksin, dan gangguan saat pelaksanaan vaksinasi,” kata sukarelawan Lapor Covid-19, Amanda Tan.
Sejumlah laporan yang diterima, antara lain, menyatakan, belum ada sosialisasi terkait siapa saja yang akan mendapatkan vaksin dan bagaimana prosedur pengajuan untuk mendapatkan vaksinasi. Ada pula yang menyampaikan keluhan karena orangtuanya yang sudah lansia belum divaksinasi sedangkan orang lain yang berusia lebih muda justru bisa menjalani vaksinasi lebih dahulu.
Amanda menuturkan, pelapor, dari wilayah urban maupun rural atau pedesaan secara menonjol menyampaikan keluhan terkait masalah prioritas vaksinasi dan informasi pelaksanaan vaksinasi. Sejumlah pelapor juga menyatakan enggan dan takut untuk divaksinasi.
”Jika menelisik lebih jauh, ketakutan dan keengganan masyarakat untuk divaksinasi lahir dari akibat informasi tidak sempurna yang ditangkap oleh warga. Karena itu, pemerintah perlu memperkuat informasi dan sosialisasi kepada masyarakat,” katanya.
Jika menelisik lebih jauh, ketakutan dan keengganan masyarakat untuk divaksinasi lahir dari akibat informasi tidak sempurna yang ditangkap oleh warga.
Analis Kebijakan Publik Wahana Visi Indonesia Lia Anggiasih menambahkan, pemerintah juga perlu memperjelas dan melakukan definisi ulang pada setiap kelompok prioritas. Ini diperlukan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda di masyarakat sehingga menimbulkan rasa ketidakadilan.
Kejelasan pada definisi kelompok prioritas ini meliputi siapa saja yang masuk kelompok prioritas, alasan mengapa kelompok tersebut masuk dalam prioritas, serta pelaksanaan vaksinasi yang diberikan terlebih dahulu pada kelompok prioritas.
”Pemerintah pun perlu memantau ketat pelaksanaan vaksinasi agar sesuai dengan regulasi yang ada dan mencegah pelanggaran yang menyebabkan penyimpangan sasaran vaksinasi di lapangan,” ucap Lia.
Peneliti vaksin dan biologi molekuler di John Curtin School of Medical Research, Australia National University, Ines Atmosukarto menilai, hasil asesmen tersebut memperlihatkan ada ketimpangan informasi yang didapatkan pada warga yang tinggal di wilayah urban dengan masyarakat di pedesaan. Pemerintah juga perlu secara tegas membatasi pemberian vaksinasi pada kelompok prioritas.
Jika menelisik lebih jauh, ketakutan dan keengganan masyarakat untuk divaksinasi lahir dari akibat informasi yang tidak sempurna yang ditangkap oleh warga. Karena itu, pemerintah perlu memperkuat informasi dan sosialisasi kepada masyarakat. (Amanda Tan)
”Di Indonesia skala prioritas yang diberikan terlalu luas. Pastikan terlebih dahulu warga lansia sebagai penerima vaksinasi karena persentase lansia yang divaksinasi di Indonesia masih kurang. Kemudian, setelah tenaga kesehatan dan lansia, kelompok berikutnya yang perlu diberikan vaksinasi bisa ditentukan dari batas usia di bawahnya sehingga pendataan pun menjadi lebih mudah,” katanya.
Kementerian Kesehatan per 4 Juni 2021 mencatat, jumlah penerima vaksin Covid-19 di Indonesia yang sudah mendapatkan dua dosis penyuntikan 11 juta orang. Itu terdiri dari 1,3 juta tenaga kesehatan, 7,4 juta petugas publik, dan 2,2 juta lansia. Persentase kelompok lansia yang sudah memperoleh vaksin dua dosis baru 10,5 persen dari target yang ditetapkan yakni 21,5 juta orang.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pemerintah telah menyusun pedoman pelaksanaan vaksinasi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 4638 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19. Meskipun pelaksanaan vaksinasi dilakukan secara terpusat, asas desentralisasi masih tetap berlaku sehingga pelaksanaan di daerah menjadi tanggung jawab dan wewenang kepala daerah.
”Pada awal pelaksanaan vaksinasi, stok kita sangat terbatas sehingga harus diberikan pada tenaga kesehatan dan lansia. Kita tetap harus memiliki prioritas pemberian pada kelompok lain, seperti pada pedagang pasar yang memang setiap hari harus terpapar dengan banyak orang. Namun, setelah Juli 2021 diharapkan ada lebih banyak vaksin sehingga bisa diberikan pada seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.
Di sejumlah daerah, pemerintah setempat berupaya menggenjot pelaksanaan vaksinasi bagi warga lansia, antara lain, di Kota Surakarta dan Pontianak. Pemerintah Kota Surakarta, Jawa Tengah, membuat inovasi program ”2+1”, yakni seseorang yang mengantarkan vaksinasi dua warga lansia turut divaksinasi.
Di Kalimantan Barat, warga lansia dan difabel dapat divaksin di semua fasilitas kesehatan atau pelayanan vaksinasi di kota dan kabupaten. Layanan bebas domisili itu dilakukan guna mempercepat cakupan vaksinasi warga lansia.
Sementara itu, di Kabupaten Jepara, Jateng, semua obyek wisata ditutup pada 3-14 Juni 2021 seiring peningkatan jumlah kasus Covid-19. Saat ini, tingkat keterisian tempat tidur untuk pasien Covid-19 sebesar 85 persen. Di Banyumas, 90 orang menjalani pemeriksaan kesehatan setelah ada 23 polisi positif Covid-19 di kantor Kepolisian Sektor Cilongok, Banyumas. Pelayanan di polsek tersebut ditutup sementara.
Menurut Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Banyumas Ajun Komisaris Besar Kristanto Yoga Darmawan, penelusuran kontak erat dilakukan pada keluarga mereka yang positif Covid-19. Dari tes antigen pada 90 orang, 11 di antaranya positif Covid-19. (NCA/ESA/DIT/BRO/AIN/JUM/DKA)