Dukung Ukuran Peringatan Kesehatan Bergambar 90 Persen di Bungkus Rokok
Semakin besar ukuran peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok akan semakin efektif mencegah orang untuk merokok serta meningkatkan keinginan perokok untuk berhenti merokok.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peringatan kesehatan bergambar dinilai efektif mendukung pengendalian konsumsi tembakau di masyarakat. Tidak hanya mencegah orang untuk merokok, peringatan ini juga memotivasi perokok untuk berhenti merokok. Karena itu, ukuran pada peringatan bergambar itu perlu dimaksimalkan hingga 90 persen dari permukaan kemasan rokok.
Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Santi Martini mengatakan, semakin besar ukuran peringatan bergambar pada kemasan rokok akan semakin efektif mendorong perokok untuk berhenti merokok. Remaja pun merasa enggan untuk merokok dengan melihat ukuran peringatan bergambar yang besar.
”Sebagian besar masyarakat menyatakan peringatan kesehatan bergambar dengan ukuran 90 persen dapat memberikan rasa takut untuk merokok. Itu sebabnya, kita perlu mendukung peningkatan ukuran peringatan bergambar pada bungkus rokok,” ujarnya dalam acara peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara virtual dari Jakarta, Rabu (2/6/2021).
Usulan memperbesar ukuran peringatan kesehatan bergambar itu sesuai dengan hasil survei efektivitas pesan kesehatan pada bungkus rokok yang melibatkan 5.234 responden pada 2018. Survei itu menunjukkan, ukuran peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning/PHW) yang mencapai 90 persen akan lebih menimbulkan rasa takut akan bahaya rokok. Dengan ukuran tersebut, mantan perokok juga menjadi lebih yakin untuk tidak kembali merokok.
Dari 2.225 perokok yang diwawancarai, 89,9 persen di antaranya menyatakan ukuran PHW yang mencapai 90 persen lebih efektif dalam memotivasi diri untuk berhenti merokok. ”Mayoritas masyarakat juga mengatakan peringatan kesehatan bergambar ini merupakan media yang efektif dalam menginformasikan bahaya merokok pada publik dibandingkan dengan peringatan tertulis,” ucap Santi.
Selain ukuran peringatan yang diperbesar, gambar yang digunakan sebagai peringatan juga menentukan. Penelitian berkelanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui periode yang efektif untuk mengganti gambar dalam peringatan kesehatan di bungkus rokok. Saat ini, terdapat lima gambar peringatan yang digunakan, yakni gambar kanker mulut, kanker tenggorokkan, paru yang menghitam karena kanker, penderita kanker paru dan kanker laring, serta kanker tenggorokan kronis.
Mayoritas masyarakat juga mengatakan peringatan kesehatan bergambar ini merupakan media yang efektif dalam menginformasikan bahaya merokok pada publik dibandingkan dengan peringatan tertulis.
Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekusor, dan Zat Adiktif BPOM Tri Asti Isnariani menyampaikan, pengawasan label dan iklan pada produk tembakau menjadi bagian dari indikator kebijakan terkait pengendalian tembakau. Setidaknya ada 60.800 label dan iklan produk tembakau yang diawasi agar tetap memenuhi ketentuan yang berlaku.
Iklan produk tembakau yang harus diawasi yakni iklan yang tercantum dalam peringatan kesehatan bergambar di bungkus rokok, iklan di media cetak, media penyiaran, media luar ruang, dan media teknologi informasi.
”Iklan pada medsos (media sosial) memang masih menjadi tantangan buat kami. Sementara iklan yang ditayangkan di medsos memiliki dampak yang besar. Dukungan dari seluruh pihak diperlukan agar kami dapat meningkatkan kemampuan untuk mengawasi iklan di media tersebut,” tutur Tri.
Rokok dan Covid-19
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menyampaikan, pandemi Covid-19 harus dimanfaatkan untuk lebih menggencarkan upaya pengendalian tembakau. Sebab, merokok telah terbukti meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19 serta memperberat infeksi yang terjadi. Bahkan, kebiasan merokok juga dapat meningkatkan risiko kematian akibat Covid-19.
Ia menuturkan, terdapat empat hal yang dapat menjadi penyebab kebiasaan merokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi Covid-19. Pertama, merokok dapat meyebabkan gangguan pada sistem imunitas sehingga lebih mudah terserang penyakit termasuk Covid-19. Kedua, merokok dapat meningkatkan regulasi reseptor ACE2 yang menjadi reseptor dari virus Sars-CoV-2 yang menjadi penyebab Covid-19.
Ketiga, merokok juga dapat menyebabkan terjadinya komorbid seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit paru yang tercatat sebagai penyakit penyerta yang paling banyak ditemukan pada kasus Covid-19. Keempat, aktivitas merokok dapat meningkatkan transmisi virus melalui media tangan. Perokok akan lebih sering mememang area mulut saat merokok.
”Bahaya ini tidak hanya terjadi pada perokok konvensional, tetapi juga rokok elektrik. Rokok elektrik atau vape telah terbukti dapat memengaruhi fungsi paru yang dapat meningkatkan risiko yang lebih berat ketika terinfeksi Covid-19,” kata Agus.