Layanan berhenti merokok di fasilitas kesehatan primer diharapkan mampu mendorong lebih banyak perokok untuk berhenti hingga bisa menurunkan angka perokok aktif.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan 5 juta orang di Indonesia berkomitmen untuk berhenti merokok. Berbagai upaya pun dilakukan, antara lain, dengan menyediakan layanan konsultasi berhenti merokok di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Ke depan, pemerintah berharap layanan yang ketersediaannya masih terbatas itu bisa diperluas.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, dalam kegiatan temu media peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diselenggarakan secara virtual dari Jakarta, Senin (31/5/2021), mengatakan, Indonesia menempati urutan ketiga dengan jumlah perokok terbanyak di dunia. Setidaknya, dua dari tiga laki-laki di Indonesia merupakan perokok. Karena itu, upaya promosi untuk berhenti merokok menjadi sangat penting.
”Strategi dilakukan secara komprehensif, mulai dari penerapan kawasan tanpa rokok, pelarangan iklan, promosi, dan sponsor, kampanye dan edukasi kesehatan masyarakat, menaikkan cukai dan harga rokok, hingga dukungan upaya berhenti merokok,” katanya.
Terkait dengan dukungan berhenti merokok, Dante mengatakan, pemerintah telah menyediakan layanan konseling berhenti merokok yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat melalui layanan telepon Quitline.ina di 08001776565. Selain itu, klinik henti rokok juga bisa diakses melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Menurut Dante, merokok menjadi faktor risiko terbesar kedua penyebab kematian. Riset Kesehatan Dasar 2018 menyebutkan, 17,3 persen kematian disebabkan oleh merokok. Jumlah ini merupakan penyebab terbesar kedua setelah hipertensi. Berbagai penyakit juga berkaitan erat dengan kebiasaan merokok, seperti kanker, penyakit jantung, penyakit terkait pernapasan, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), stroke, dan penyakit terkait pembuluh darah.
”Lewat gerakan berhenti merokok, kita targetkan bisa meraih 5 juta perokok untuk berkomitmen berhenti merokok apa pun jenisnya. Dengan 5 juta orang berhenti merokok, kita bisa menghemat biaya negara sekaligus bisa menyelamatkan masyarakat dari berbagai sumber penyakit yang berkaitan dengan merokok,” tutur Dante.
Lewat gerakan berhenti merokok, kita targetkan bisa meraih 5 juta perokok untuk berkomitmen berhenti merokok apa pun jenisnya.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam acara pesan kebangsanaan ”Rokok, Pandemi, dan Ketahanan Nasional” yang diselenggarakan Komite Nasional Pengendalian Tembakau menyampaikan, pemerintah memastikan seluruh masyarakat bisa memiliki akses berhenti merokok. Klinik berhenti merokok juga ditargetkan bisa tersedia di setiap fasilitas kesehatan tingkat pertama.
Layanan yang disediakan secara gratis ini meliputi layanan psikososial, edukasi, dan konsultasi untuk berhenti merokok. Sejumlah tahapan juga telah disusun sebagai panduan mengenai cara berhenti merokok.
”Saya mengimbau kepada seluruh stakeholders, baik di tingkat pusat maupun daerah, serta para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan seluruh masyarakat untuk berperan aktif mendukung upaya berhenti merokok,” ucap Budi.
Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau Hasbullah Thabrany menuturkan, pemerintah perlu meningkatkan anggaran untuk mendukung orang berhenti merokok agar jumlah perokok bisa semakin berkurang. Mengutip data Badan Pusat Statisik, belanja rokok rata-rata masyarakat di Indonesia lebih besar daripada belanja beras.
Kondisi tersebut membuat kualitas bangsa di masa depan semakin menurun. Risiko anak mengalami tengkes (stunting) pada keluarga dengan orangtua yang merokok besar. Belanja nutrisi yang seharusnya dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan pangan anak justru digunakan untuk membeli rokok.
Perokok anak
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Arifin Panigoro, menyampaikan, upaya lain yang juga harus dilakukan yakni mencegah perokok pemula. Harga rokok yang masih terjangkau dinilai menjadi penyebab banyak anak yang masih bisa membeli rokok.
Prevalensi perokok usia 10-18 tahun di Indonesia meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Jika tidak ada intervensi yang berarti, jumlah perokok anak bisa meningkat menjadi 15,95 pada 2030. Fakta lebih menyedihkan ditemukan pada prevalensi perokok elektronik usia 10-18 tahun yang naik dari 1,2 persen pada 2016 menjadi 10,9 persen pada 2018.
”Komitmen Indonesia untuk mengendalikan konsumsi tembakau masih lemah dengan belum turut menandatangani kerangka kerja pengendalian tembakau (FCTC). Indonesia juga menjadi salah satu negara dengan harga rokok yang paling murah. Seharusnya, harga rokok dinaikkan. Selain untuk menekan jumlah perokok, ini juga bisa menjadi pendapatan negara dari cukai,” kata Arifin.
Menteri Kesehatan periode 2012-2014 Nafsiah Walinono Mboi menambahkan, larangan pada semua bentuk iklan dan sponsor rokok yang dijalankan secara tegas menjadi strategi yang efektif untuk menekan jumlah perokok anak. Selain itu, layanan yang komunikatif juga perlu diberikan kepada anak untuk mencegah tipuan industri rokok yang menarik minat anak dan remaja untuk mulai merokok.
”Setiap pemerintah daerah secara tegas menindak pelanggar aturan mengenai larangan merokok ini. Pemerintah daerah juga harus berani melaksanakan langkah preventif sedini mungkin untuk mencegah masalah kesehatan yang lebih besar di masa depan karena banyaknya masyarakat yang merokok,” ujarnya.