Kota-kota di Indonesia Nyatakan Komitmennya Atasi Perubahan Iklim
Pemerintah daerah merupakan pihak terdepan yang tidak bisa dikesampingkan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kota-kota di Indonesia menegaskan komitmennya dalam mengatasi perubahan iklim melalui Proyek Climate Resilient and Inclusive Cities. Peran pemerintah kota sangat penting karena capaian aksi ketahanan iklim yang inklusif ditentukan oleh aspek politik dan komitmen mulai dari kepala daerah.
Climate Resilient and Inclusive Cities (CRIC) adalah proyek kemitraan Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Eropa yang didanai oleh Uni Eropa. Implementasinya di Indonesia dikelola oleh Asosiasi Pemerintah Kota/Daerah se-Asia Pasifik (UCLG ASPAC). CRIC membantu pemerintah kota untuk meningkatkan kapasitasnya dan memperbaiki tata kelola, mewujudkan pembangunan yang inklusif, serta menerapkan aksi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Sekretaris Jenderal UCLG ASPAC Bernadia Irawati Tjandradewi mengatakan, komitmen bersama semua kota dalam proyek CRIC untuk mencapai pembangunan berketahanan iklim telah sejalan dengan ketentuan perundang-undangan di tingkat nasional. Komitmen ini juga menandai peran strategis kota untuk mendukung dokumen kontribusi nasional penurunan emisi (NDC) sesuai Kesepakatan Paris 2015.
”Hampir 65 persen dari tujuan pembangunan berkelanjutan harus dilaksanakan di tingkat lokal. Jadi, peran pemerintah daerah ini sangat penting,” ujarnya dalam acara penandatanganan komitmen tersebut di Jakarta, Senin (31/5/2021).
Bernadia menjelaskan, sepuluh kota percontohan telah terpilih pada September 2020 melalui serangkaian penilaian. Sepuluh kota tersebut adalah Cirebon, Bandar Lampung, Pangkal Pinang, Pekanbaru, Banjarmasin, Samarinda, Mataram, Kupang, Gorontalo, dan Ternate. Sementara empat kota yang hadir menandatangani komitmen adalah Bandar Lampung, Ternate, Mataram, dan Samarinda.
Selain melakukan penilaian, UCLG juga menganalisis aspek ketahanan iklim masing-masing kota percontohan. Seluruh agenda dari kota percontohan ini nantinya akan direplikasi tidak hanya untuk kota lain di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia.
Peran seluruh sektor di pemerintah daerah menurut Bernadia sangat penting dalam mencapai ketahanan iklim dan tidak bisa diserahkan kepada satu dinas saja. Seluruh lembaga kedinasan yang dikoordinasikan oleh wali kota dapat menyusun kebijakan sesuai dengan daya tampung dan kemampuannya masing-masing.
Hampir 65 persen dari tujuan pembangunan berkelanjutan harus dilaksanakan di tingkat lokal. Jadi, peran pemerintah daerah ini sangat penting.
”Para wali kota yang baru terpilih pada Pilkada 2020 diharapkan dapat mengeluarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Faktor sukses peningkatan capaian skenario aksi lokal dalam konteks kota berketahanan iklim yang inklusif ini ditentukan oleh kepemimpinan politik dan komitmen dari wali kota,” tuturnya.
Direktur Adaptasi Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sri Tantri Arundhati mengatakan, salah satu upaya yang dilakukan adalah membentuk Program Kampung Iklim (Proklim) untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sebanyak 20.000 Proklim ditargetkan dapat dibangun di seluruh wilayah pada 2024.
Menurut Tantri, proyek CRIC yang menggandeng sepuluh kota percontohan dapat turut berkontribusi pada agenda ketahanan iklim maupun mendukung Proklim. Sepuluh kota tersebut juga dapat mengambil peran yang semakin aktif dalam pembangunan rendah karbon. Aksi dan praktik dari sepuluh kota ini bisa direplikasi di tingkat kota ataupun regional.
Upaya pemkot
Wali Kota Ternate Tauhid Soleman menuturkan, saat ini Pemkot Ternate telah mengeluarkan sejumlah regulasi guna mengatasi persoalan lingkungan dan perubahan iklim. Regulasi itu antara lain mengatur pembuatan sumur resapan, pengelolaan ruang terbuka hijau dan air limbah demostik, serta pengendalian pencemaran air.
”Untuk mengatasi persoalan sampah, kami sedang mencoba meningkatkan edukasi masyarakat. Camat atau lurah setiap hari kami instruksikan untuk mengedukasi masyarakat yang tinggal di daerah aliran sungai agar tidak membuang sampah ke sungai,” tuturnya.
Upaya mengatasi persoalan lingkungan juga dilakukan Pemkot Bandar Lampung dengan kegiatan pembersihan sungai dari sampah. Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana mengatakan, pembersihan sungai dilakukan karena topografi Bandar Lampung yang berada di dataran rendah dan kerap menerima air kiriman. Dalam mencegah terjadinya banjir saat musim hujan, pemkot juga melakukan pengalihan aliran sungai langsung ke laut.
Sementara Wali Kota Samarinda Andi Harun menyatakan, Pemkot Samarinda berkomitmen melakukan pembangunan perkotaan yang tidak membebani alam. Hal ini harus dilakukan karena Samarinda merupakan kota dengan daratan yang lebih rendah dari permukaan sungai sehingga sangat berpotensi mengalami banjir setiap tahun.
”Kami juga melakukan adaptasi terhadap pola ruang dalam RPJMD yang berbasis ketahanan iklim. Kemudian juga ada program bagi pegawai negeri yang akan dipromosikan saat dilantik harus menyumbang tanaman hias dan bagi warga yang akan menikah harus menanam pohon. Kami pun sedang meningkatkan kualitas dan kapasitas RTH,” tuturnya.