Masyarakat antusias menyaksikan gerhana bulan total baik secara langsung maupun melalui siaran langsung di kanal media sosial. Fenomena alam itu bisa disaksikan dengan jelas.
Oleh
MUCHAMAD ZAID WAHYUDI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gerhana bulan total, Rabu (26/5/2021), bisa disaksikan dari sejumlah daerah di Indonesia. Meski pengamatan di lapangan dibatasi akibat pandemi Covid-19, ribuan warganet tetap bisa menyaksikan fenomena jarang itu melalui tayangan di sejumlah kanal media sosial lembaga astronomi dan antariksa.
Meski Bulan di Jakarta terbit pukul 17.40, Bulan yang sudah dalam kondisi mengalami gerhana bulan sebagian itu belum bisa diamati langsung karena ketinggiannya yang masih sangat rendah. Keberadaan rumah atau pepohonan di sisi timur jadi penghalang yang membuat Bulan baru bisa diamati saat sudah dalam fase gerhana bulan total.
Dari pengamatan dengan mata telanjang yang dilakukan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan, bagian sisi kiri Bulan terlihat samar kemerahan saat fase gerhana bulan total berlangsung, sedangkan sisi kanan Bulan tampak gelap hingga sulit dibedakan tepi piringan Bulan dengan langit latar belakangnya. Namun, jika dipotret, pinggiran Bulan akan tetap terlihat.
”Sisi yang lebih gelap itu terjadi karena bagian itu berada lebih dalam dari daerah bayangan Bumi (umbra),” kata Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin.
Dari perhitungan sejumlah lembaga astronomi, gerhana bulan total kali ini berlangsung 14 menit 30 detik pada rentang waktu pukul 18.11-18.25 WIB. Setelah gerhana bulan total selesai, bagian kiri bawah Bulan terlihat terang lebih dulu. Warna merah pun akhirnya berganti kembali menjadi kuning cerah.
Sisi yang lebih gelap itu terjadi karena bagian itu berada lebih dalam dari daerah bayangan Bumi (umbra).
Saat gerhana bulan total seharusnya tidak ada lagi sinar Matahari yang bisa sampai ke permukaan Bulan karena terhalang Bumi. Nyatanya, Bulan terlihat bercahaya merah, yang berasal dari cahaya Matahari yang menembus atmosfer Bumi dan kemudian diibelokkan atau dibiaskan menuju daerah umbra Bumi. Cahaya biru atau kuning yang panjang gelombangnya lebih pendek sudah lebih dulu dihamburkan oleh atmosfer Bumi ke luar angkasa.
Teramati dengan jelas
Fenomena gerhana bulan total tampak jelas di sejumlah daerah, antara lain di Kota Makassar (Sulawesi Selatan), Badung (Bali), Palu (Sulawesi Tengah), dan Surabaya (Jawa Timur), Rabu. Di Pantai Losari, Makassar, ratusan warga menyaksikan gerhana bulan total. Langit cerah membuat Bulan tampak lebih jelas, termasuk saat Bulan tertutup. ”Saya sejak sore bawa anak-anak bersantai, sekaligus menyaksikan peristiwa langka ini,” kata Rosnaeni (48), warga Makassar.
Di Jayapura, Papua, warga tak bisa menikmati gerhana Bulan karena cuaca berawan dan hujan. Subkoordinator Bidang Pengumpulan dan Penyebaran Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah V Jayapura Dedy Irjayanto mengatakan, sejak kontak pertama pukul 17.46 WIT, gerhana bulan total tak terlihat.
Meski mendung dan hujan mengguyur Kota Ambon, Maluku, warga bisa menyaksikan gerhana bulan total. Sesekali, gerhana terhalang awan hitam. Menurut Kepala BMKG Stasiun Geofisika Ambon Herlambang Hudha, saat gerhana bulan, terjadi kenaikan permukaan air laut di sejumlah daerah.
Selain pengamatan, sejumlah masjid menyambut gerhana bulan ini dengan menggelar shalat gerhana, seperti di Makassar dan Banjarmasin. Rata-rata shalat gerhana itu dilakukan sejak fase gerhana bulan total sampai fase gerhana bulan sebagian hampir berakhir.
Di Kota Cirebon, Jawa Barat, sekitar 1.500 warga menggelar shalat gerhana di Masjid At-Taqwa setelah shalat Maghrib, bertepatan dengan tampaknya gerhana bulan. Jemaah menunaikan shalat gerhana dengan mengenakan masker dan menjaga jarak sekitar 1 meter. Di luar masjid, warga mengabadikan gerhana bulan.
Efek pemerahan
Efek pemerahan Bulan itu makin kuat karena Bulan masih berada di dekat horizon saat gerhana terjadi. ”Pada posisi yang sangat rendah, Bulan atau Matahari juga akan mengalami efek kemerahan akibat hamburan cahaya Bulan atau Matahari itu oleh atmosfer Bumi,” kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung, Ferry M Simatupang.
Selanjutnya, secara perlahan Bulan tampak berbentuk sabit yang ukuran sabitnya makin lama makin besar. Akhirnya, Bulan kembali terlihat bulat penuh jelang pukul 20.00 WIB. Garis lengkung yang terbentuk di atas permukaan Bulan saat gerhana itu, lanjut Thomas, menandakan bentuk Bumi yang bulat, bukan datar seperti pemahaman sebagian kalangan.
Namun, akibat pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial yang diterapkan di banyak wilayah, pengamatan gerhana bulan total itu sulit dilakukan secara langsung. Karena itu, sejumlah lembaga astronomi dan antariksa menyiarkan peristiwa gerhana bulan total itu secara langsung melalui kanal media sosial. Tercatat ribuan orang ikut menyaksikan siaran langsung tersebut.
Meski sensasi melihat gerhana bulan secara langsung dengan melalui tayangan media sosial jelas berbeda, tayangan itu membuat masyarakat di mana pun bisa melihat gerhana bulan total yang berlangsung dari sejumlah daerah. Alhasil, meski di sejumlah daerah mendung dan hujan, warga tetap bisa melihat gerhana bulan dari tempat lain.
Kali ini, Lapan menayangkan gerhana bulan dari sembilan lokasi berbeda, seperti dari Biak (Papua), Parepare (Sulawesi Selatan), Pontianak (Kalimantan Barat), Pasuruan (Jawa Timur), Sumedang dan Garut (Jawa Barat), hingga Agam (Sumatera Barat). Sementara Observatorium Bosscha menyiarkan gerhana bulan dari Lembang (Jawa Barat) dan Kupang (Nusa Tenggaa Timur).
Tingginya minat masyarakat untuk menyaksikan gerhana bulan ini, ujar Thomas, bisa dijadikan modal Lapan untuk terus membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi penerbangan dan antariksa. Pada era digital saat ini, kebutuhan akan iptek antariksa adalah sebuah keniscayaan.
”Teknologi antariksa itu memang mahal, sulit, dan risikonya tinggi. Namun, penguasaan iptek penerbangan dan antariksa itu harus dilakukan agar Indonesia tidak bergantung pada produk negara lain,” katanya.
Gerhana bulan ini tidak memiliki dampak berarti bagi manusia. Namun, sama seperti setiap purnama terjadi, sejumlah daerah akan mengalami pasang naik air laut yang cukup tinggi. Situasi itu diperparah karena beberapa jam sebelum gerhana bulan berlangsung, Bulan baru mencapai titik terdekatnya dengan Bumi. Alhasil, tarikan gravitasi Bulan pada air laut Bumi akan makin besar.
Naik pasangnya permukaan air laut itu perlu diwaspadai, apalagi saat ini sedang terjadi gelombang tinggi di sejumlah daerah. Perpaduan antara tingginya pasang naik dan gelombang tinggi itu bisa menghasilkan banjir rob di sejumlah daerah pesisir. (FLO/IKI/RTG/JUM/VDL/REN/ETA/BRO/NSA/RAM/FRN/COK)