Sejuta Kematian Berlebih di 29 Negara Maju Selama Pandemi
Korban jiwa selama pandemi Covid-19 dipastikan jauh lebih banyak. Studi terbaru menemukan adanya satu juta kematian berlebih di 29 negara maju selama tahun 2020.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 telah menewaskan 3,43 juta jiwa di seluruh dunia hingga Kamis (20/5/2021). Namun, korban jiwa selama pandemi ini dipastikan jauh lebih banyak karena studi terbaru menemukan adanya satu juta kematian berlebih di 29 negara maju selama tahun 2020. Jumlah kematian berlebih di negara berkembang, termasuk di Indonesia, bisa lebih tinggi lagi.
Temuan tentang kematian berlebih (excess death) terkait pandemi Covid-19 itu dilaporkan di The British Medical Journal (BMJ) hari ini. Kematian berlebih dipahami sebagai total kematian yang terjadi di suatu wilayah dalam kurun tertentu dibandingkan dengan rata-rata tahunannya. Metode ini dinilai sebagai cara paling akurat menilai dampak pandemi pada populasi.
Studi yang dipimpin oleh Nazrul Islam dari Nuffield Department of Population Health, University of Oxford, Inggris, ini memeriksa kematian yang terjadi di negara-negara berpenghasilan tinggi, seperti Amerika Serikat, Korea Selatan, Selandia Baru, Inggris, dan negara-negara Eropa lain.
Dengan menggunakan model matematika, mereka menghitung kelebihan kematian mingguan pada tahun 2020 di setiap negara yang dikaji, termasuk memperhitungkan perbedaan usia dan jenis kelamin. Mereka kemudian membandingkan dengan tren kematian di negara tersebut selama lima tahun sebelumnya.
Secara keseluruhan ditemukan ada 979.000 total kematian berlebih terjadi pada tahun 2020 di 29 negara yang dianalisis. Semua negara mengalami kematian berlebih pada tahun 2020, kecuali Selandia Baru, Norwegia, dan Denmark.
”Lima negara dengan jumlah kematian berlebih absolut tertinggi adalah AS (458.000 orang), Inggris (94.400 orang), Italia (89.100 orang), Spanyol (84.100 orang), dan Polandia (60.100 orang). Sebaliknya, Selandia Baru memiliki kematian keseluruhan yang lebih rendah dari rata-rata tahunannya (2.500 orang),” kata Nazrul.
Jumlah total kematian berlebih sebagian besar terkonsentrasi di antara orang-orang yang berusia 75 atau lebih, diikuti oleh orang-orang yang berusia 65-74 tahun. Sementara kematian pada anak-anak di bawah 15 tahun rata-rata serupa dengan tingkat tahunannya di sebagian besar negara, bahkan ada yang lebih rendah.
Di sebagian besar negara, jumlah kematian berlebih melebihi jumlah kematian yang dilaporkan akibat Covid-19. Misalnya, di AS dan Inggris, perkiraan kematian berlebih lebih dari 30 persen lebih tinggi daripada jumlah kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan.
Namun, negara lain, seperti Israel dan Perancis, memiliki jumlah kematian akibat Covid-19 yang dilaporkan lebih tinggi daripada perkiraan kematian berlebih. Penyebab variasi ini, menurut Nazrul, belum bisa dipastikan, tetapi diduga disebabkan oleh akses ke pengujian dan perbedaan dalam cara negara menentukan dan mencatat kematian akibat Covid-19.
Di sebagian besar negara, angka kematian berlebih berdasarkan usia lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita, dan perbedaan absolut dalam angka kematian di antara jenis kelamin cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Namun, di AS, angka kematian berlebih terutama terjadi di kalangan wanita dibandingkan pria di usia 85 tahun atau lebih.
”Pemantauan kelebihan kematian yang andal dan tepat waktu akan membantu menginformasikan kebijakan kesehatan masyarakat dalam menyelidiki sumber kematian berlebih dalam populasi dan akan membantu mendeteksi ketidaksetaraan sosial yang diakibatkan pandemi,” tulis Nazrul.
Kematian di Indonesia
Epidemiolog Indonesia di Griffith University, Australia, Dicky Budiman, mengatakan, kajian ini sangat penting karena menunjukkan besarnya dampak kematian selama pandemi, yang tidak terdata karena keterbatasan jumlah tes atau masalah pelaporan. ”Di negara berkembang, termasuk di Indonesia, angka excess death bisa 10 kali lebih banyak,” katanya.
Pemantauan kelebihan kematian yang andal dan tepat waktu akan membantu menginformasikan kebijakan kesehatan masyarakat.
Menurut Dicky, Indonesia termasuk yang diduga memiliki excess death sangat tinggi karena kategori kematian karena Covid-19 hanya yang telah terkonfirmasi oleh hasil tes, sementara jumlah tes di Indonesia sangat terbatas. Padahal, jika mengacu panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kematian orang dengan gejala klinis Covid-19, sekalipun belum dites, juga harus didata.
Jika dibandingkan dengan vjumlah kasusnya, tingkat kematian terkait Covid-19 di Indonesia sangat tinggi, yang menunjukkan bisa jadi indikasi adanya masalah dalam kapasitas tes. Misalnya, pada Kamis (20/5/2021) terdapat penambahan kasus Covid-19 di Indonesia 5797 orang dan penambahan korban jiwa 218 jiwa. Sebagai perbandingan, di Malaysia, penambahan kasus hariannya lebih banyak, mencapai 6.806 kasus, tetapi penambahan korban jiwa hanya 59 orang.
Secara total, tingkat kematian Covid-19 dibandingkan dengan jumlah kasusnya di Indonesia mencapai 2,77 persen. Angka ini jauh lebih tinggi daripada rata-rata global yang sebesar 2,07 persen.
Epidemiolog dari Eijkman Oxford Clinical Research Unit (EOCRU), Iqbal Elyazar, mengatakan, tantangan di Indonesia soal manajemen data. ”Negara maju memandang data kematian sebagai bagian dari kepentingan publik dan pemerintahan. Sementara di negara berkembang, data kematian itu dipandang sebagai masalah politis dan kerap ditutupi,” ujarnya.
Iqbal dan tim saat ini tengah mengadakan kajian tentang kematian berlebih di sejumlah kota di Indonesia, tetapi terkendala dengan ketersediaan data. Sejauh ini, analisis yang sudah selesai dilakukan adalah kematian berlebih di Jakarta selama 10 bulan pertama di tahun 2020.
Hasil kajiannya yang diunggah medrxiv.org dan masih menanti review di jurnal internasional ini menyebutkan, selama 2015-2019, rata-rata terdapat 26.342 kematian di Jakarta setiap tahun dari Januari hingga Oktober. Namun, selama periode yang sama tahun 2020, ada 42.460 penguburan atau lebih banyak 61 persen dibandingkan dengan rata-rata tahunan.
Dari kajian ini, total kelebihan kematian di Jakarta selama 10 bulan di tahun 2020 sebanyak 16.118 orang. Ini belum memasukkan pemakaman dan kremasi warga Jakarta di fasilitas pribadi atau di luar kota. Sebanyak 48 persen pemakaman berlebih di Jakarta dilakukan dengan protokol Covid-19. Itu berarti ada sekitar 52 persen kematian berlebih yang disebabkan berbagai faktor lain.
Seperti kita ketahui, membanjirnya pasien Covid-19 bisa melumpuhkan layanan kesehatan. Jika itu terjadi, pasien dengan berbagai penyebab lain bakal terlambat tertangani.