Pemantauan Karantina Pelaku Perjalanan Perlu Diperketat
Satgas penanganan Covid-19 di daerah perlu mendorong masyarakat di wilayah masing-masing untuk mendukung penanganan Covid-19. Itu di antaranya dengan mematuhi peraturan dan menjalankan skenario pengendalian pandemi.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setiap warga masyarakat yang melakukan perjalanan selama masa libur Lebaran diminta untuk melakukan karantina mandiri. Hal ini diperlukan untuk mencegah terjadinya penularan dari pelaku perjalanan kepada orang lain. Karena itu, satuan tugas di daerah perlu memperketat pemantauan karantina yang dijalankan.
Juru Bicara Satuan Tugas (satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Bakti Bawono Adisasmito di Jakarta, Selasa (18/5/2021) mengatakan, seluruh pelaku perjalanan perlu melakukan karantina setidaknya 5x24 jam setelah kembali dari kampung halaman selama libur Lebaran. Agar proses karantina ini berjalan secara efektif, satgas di daerah diminta untuk melakukan pemantauan secara ketat.
Selain itu, jika ditemukan keberadaan kasus positif Covid-19 agar segera lapor ke posko pengamanan. Menurut dia, upaya pengendalian Covid-19 di negara yang besar seperti Indonesia tidak hanya bisa dilakukan oleh pemerintah pusat saja, melainkan butuh peran aktif dari pemerintah daerah.
“Pemerintah daerah diharapkan dapat mengimplementasikan kebijakan yang sudah ditentukan. Keberhasilan penanganan Covid-19 di suatu daerah amat bergantung dari peran strategis satgas di daerah,” tutur Wiku.
Ia menambahkan, langkah mitigasi penanganan Covid-19 di setiap daerah perlu disesuaikan dengan karakteristik geografis, sosial kemasyarakatan, serta budaya masyarakat setempat. Oleh sebab itu, satgas penanganan Covid-19 di daerah perlu mendorong masyarakat di wilayahnya untuk mendukung penanganan Covid-19 dengan mematuhi peraturan dan menjalankan skenario pengendalian sesuai zonasi RT.
Keberhailan penanganan Covid-19 di suatu daerah amat bergantung dari peran strategis satgas di daerah.
Laporan harian Satgas Penganan Covid-19 mencatat pada 18 Mei 2021 terdapat penambahan kasus baru terkonfirmasi positif Covid-19 sebanyak 4.185 kasus dengan 172 kematian. Adapun kasus aktif yang tercatat sebanyak 87.514 kasus.
Berdasarkan data mingguan, kasus positif mengalami penurunan sebanyak 28,4 persen. Namun, terdapat lima provinsi yang mengalami kenaikan tertinggi, yakni Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Barat. Selain itu, kasus kematian juga menurun tetapi ada lima provinsi yang justru mengalami peningkatan kasus kematian, yakni Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, dan Lampung.
“Kenaikan yang terjadi saat ini bukan representasi dari dampak libur Lebaran. Karena biasanya, dampak dari libur panjang baru akan terjadi setelah 14 hari kemudian. Antisipasi mudik perlu dilakukan dengan baik mulai dari saat ini dengan menyiapkan sumber daya manusia dan fasilitas penanganan Covid-19,” kata Wiku.
Selain itu, ia menambahkan, upaya testing, pelacakan, dan isolasi juga harus ditingkatkan secara merata di masing-masing wilayah. Setiap kepala daerah, termasuk gubernur, walikota, dan bupati diminta segera bertindak untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus sekaligus mendeteksi sedini mungkin adanya kasus baru.
Wiku juga mengungkapkan, evaluasi kebijakan perlu dilakukan secara berkala agar intervensi berikutnya disesuaikan dengan dampak yang timbul dari kebijakan yang berlaku. Kebijakan itu meliputi aspek ekonomi dan juga pengendalian kasus Covid-19.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pemerintah daerah diharapkan bisa memperluas cakupan vaksinasi Covid-19. Ketersediaan vaksin pada Juni 2021 diperkirakan akan meningkat tiga kali lipat dari stok vaksin saat ini. Dengan begitu, laju vaksinasi bisa lebih cepat.
“Saya juga minta agar vaksinasi untuk lansia bisa lebih cepat lagi. Lansia ini termasuk pada kelompok rentan yang jika tertular sangat berisiko mengalami perburukan, bahkan sampai meninggal. Dari catatan saat ini, vaksinasi lansia di Jakarta sekitar 60 persen, Jogja 30 persen, Bali 40 persen, dan Jawa Barat 8 persen. Ini perlu dikejar,” tuturnya.
Ia juga mengimbau agar pelaksaaan testing dan pelacakan bisa lebih gencar lagi. Hal ini terutama setelah ditemukan sejumlah mutasi virus penyebab Covid-19 di Indonesia. Saat ini sudah ada 26 kasus mutasi virus yang ditemukan dengan dua diantaranya terdapat di Karawang, Jawa Barat.
“Jika ada daerah yang kasusnya tinggi tidak perlu ditegur. Yang perlu ditegur yaitu daerah yang positivity rate-nya tinggi. Artinya pemeriksaan di daerah itu masih minim sehingga kemungkinan masih banyak kasus positif yang belum ditemukan,” ucap Budi.