Hujan lebat di masa peralihan musim seperti terjadi di Jakarta dan Tangerang Selatan diperkirakan masih akan terjadi selama beberapa hari mendatang. Ini terkait labilnya cuaca akibat beberapa fenomena di atmosfer.
Oleh
Ahmad Arif
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Hujan lebat dan merata melanda sejumlah wilayah Indonesia di masa pergantian musim, dan masih berpeluang terjadi hingga beberapa hari mendatang. Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan Madden-Julian Oscillation bersamaan dengan aktifnya fenomena gelombang ekuatorial lainnya.
Data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan, hujan lebat terjadi di sejumlah wilayah pada Senin (17/5/2021). Curah hujan tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi, Manado sebesar 144 milimeter (mm) per hari. Sedangkan di Atang Sanjaya, Bogor 106 mm per hari dan Stasiun Meteorologi Maritim Teluk Bayur, Padang 82,8 mm per hari.
Hujan dengan kategori lebat hingga sangat lebat (50-150 mm) terjadi di sebagian besar wilayah Jabodetabek, sejak Senin malam hingga Selasa (18/5) pagi. Berdasarkan data BMKG, hujan tertinggi tercatat di sekitar Istana Presiden, Jakarta Pusat dan Angke Hulu, Tangerang Selatan (Tangsel) masing-masing 131 mm per hari, disusul Tanjungan, Jakarta Utara 109 mm per hari, Pompa Cideng, Jakarta Pusat 107 mm per hari, Manggarai, Jakarta Selatan 105 mm per hari, dan Teluk Gong, Jakarta Utara 101 mm per hari.
Wilayah Jabodetabek masih berpeluang hujan hingga dua hari ke depan.
"Hujan lebat Senin malam terutama terkonsentrasi di sekitar Tangerang Selatan dan Jakarta. Ini mungkin yang menyebabkan terjadinya banjir di beberapa wilayah Tangerang Selatan dan Jakarta Selatan," kata Kepala Subbidang Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG Siswanto.
Berdasarkan perkiraan BMKG tentang musim kemarau 2021 yang dirilis sebelumnya, sebagian Cilegon, Serang, Tangerang bagian tengah, Kota Tangerang, dan sebagian besar Jakarta seharusnya memasuki musim kemarau pada dasarian pertama hingga ketiga di bulan Mei. Bahkan, untuk Serang Timur, Tangerang bagian utara, Jakarta bagian utara, Bekasi utara seharusnya sudah masuk kemarau sejak akhir Maret hingga pertengahan April. Sedangkan untuk Jakarta Timur dan Jakarta Selatan bagian selatan, Tangsel, Lebak, Depok, dan sebagian Bogor baru masuk musim kemarau pada akhir Mei hingga pertengahan Juni.
"Dari monitoring dan analisis hujan Jabodetabek, umumnya wilayah ini dalam dua pekan terakhir masih mendapatkan hujan cukup sering dengan intensitas yang bervariasi. Saat ini seharusnya wilayah ini sedang berada pada peralihan musim menuju musim kemarau. Namun kehadiran MJO (Madden-Julian Oscillation) masih membuat kondisi cukup basah," kata Siswanto.
Selain keberadaan MJO, menurut Siswanto, hujan saat ini juga dipengaruhi keberadaan gelombang ekuatorial lainnya seperti gelombang Kelvin dan Rossby Ekuatorial yang berada di atas atmosfer Indonesia. Hal ini ditambah dengan fenomena iklim La Nina yang masih aktif hingga bulan Mei.
Peringatan dini
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto, sebelumnya telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di Indonesia untuk periode 10-17 Mei 2021. Situasi ini dikarenakan, kondisi atmosfer yang masih labil pada skala lokal yang dinilai meningkatkan potensi pembentukan awan hujan.
Sedangkan untuk periode 18–19 Mei 2021, menurut perkiraan BMKG, cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang masih berpeluang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selain itu juga berpeluang terjadi di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Untuk periode 20–21 Mei 2021, hujan lebat berpeluang terjadi di Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua.
Sedangkan periode 22–24 Mei 2021, hujan lebat berpeluang terjadi di Aceh, Sumatera Utara, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, dan Papua.
Siswanto mengatakan, untuk wilayah Jabodetabek masih berpeluang hujan hingga dua hari ke depan. "Saat ini wilayah Indonesia yang sudah kering baru sekitar Jawa Timur hingga Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar wilayah masih ada hujan, termasuk Kalimantan, khususnya Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur sehingga memicu banjir," kata dia.
Banjir di Kalimantan
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Raditya Jati mengatakan, banjir terjadi beberapa desa di tiga kecamatan di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara pada 16 Mei lalu, dipicu oleh hujan lebat sejak sehari sebelumnya. Ini membuat debit air Sungai Funu dan Kenipe di wilayah Kecamatan Mentarang Hulu meluap. Selain kedua sungai ini, debit air Sungai Malinau juga meluap. Ketinggian air banjir 30-200 cm.
Desa-desa terdampak yaitu Desa Malinau Hulu dan Pelina Kanaan (Kecamatan Malinau Kota), Long Berangkat, Long Simau, Long Makatip, Long Kebinu, Long Sulit dan Long Semamu (Mentarang Hulu), serta Long Bisai, Paking, Pulau Sapi (Mentarang).
Hujan deras yang melanda sejak 12 Mei lalu juga memicu Sungai Kelay dan Sungai Segah meluap sehingga memicu banjir di wilayah Kabupaten Berau. Banjir diperparah dengan jebolnya tanggul tambang batubara yang berada di dekat aliran Sungai Kelay ini pada 16 Mei. Data yang dikeluarkan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, sebanyak 2.308 keluarga terdampak dari banjir.
Terkait bencana ini, Melky Nahar dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) meminta dilakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Berau. "Selain tambang, alih fungsi kawasan hutan menjadi perkebunan sawit skala besar di wilayah hulu sungai menjadi penyebab banjir yang terjadi pada tanggal 12 Mei kemarin," kata dia.