Tim dari Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia mengembangkan aplikasi pemantau banjir. Hal itu bertujuan untuk memudahkan analisis dan meningkatkan ketahanan kota terhadap bencana tersebut.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·5 menit baca
Banjir yang kerap terjadi saat musim penghujan tidak hanya terjadi di wilayah DKI Jakarta, tetapi juga daerah penyangganya seperti Depok. Namun, data dan informasi terkait banjir di Depok masih amat minim. Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia lalu mengembangkan aplikasi untuk memudahkan analisis dan meningkatkan ketahanan kota terhadap banjir.
Salah satu banjir terparah di wilayah Depok terjadi sepanjang Januari 2020. Saat itu, banjir terjadi di hampir 90 titik. Padahal, data Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Depok mencatat, banjir di Depok sebelum Januari 2020 paling banyak hanya terjadi di 20-25 titik.
Hujan deras yang mengguyur wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) pada malam tahun baru 2020 juga menyebabkan longsor di Depok. Longsor terjadi di Sawangan, Cinere, dan Krukut. Bahkan, longsor di wilayah Cinere yang merupakan permukiman padat penduduk telah merenggut tiga korban jiwa.
Guna memudahkan analisis dan meningkatkan ketahanan kota terhadap banjir ke depan, Tim Pengabdian Masyarakat Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (SIL-UI) mengembangkan desain awal (prototype) aplikasi “Lapor Banjir Depok”. Penggunaan aplikasi berbasis internet dalam perencanaan dan pembangunan kota ini juga mendukung implementasi Depok Smart City yang digagas Pemerintah Kota Depok sejak 2019.
Anggota Tim Pengabdian Masyarakat SIL-UI Betsy Kurniami mengemukakan, aplikasi “Lapor Banjir Depok” memudahkan analisis banjir karena berperan dalam inventarisasi data dan rekaman bencana. Pengembangan aplikasi ini menggunakan metode berbasis fungsi (prototype requirement) yang dimulai dari identifikasi permasalahan, perancangan, pengembangan, implementasi, hingga uji coba.
“Pengembangan sistem informasi kebencanaan direkomendasikan berbasis data spasial dan inovasi teknologi internet of things. Ketahanan kota ini sangat linier dengan pengembangan kota cerdas sekaligus meningkatkan kepercayaan publik, akuntabilitas, dan integritas pemerintah kota,” ujarnya dalam peluncuran aplikasi tersebut secara daring, Rabu (24/3/2021).
Dalam mengembangkan aplikasi “Lapor Banjir Depok”, tim pengembang terlebih dulu melakukan survei identifikasi pengguna dengan responden sebanyak 180 keluarga korban banjir Januari 2020. Survei bertujuan untuk mengetahui kepemilikan, durasi, dan kemampuan responden dalam menggunakan gawai dan aplikasi. Hasilnya, mayoritas responden telah memiliki gawai dan mampu mengoperasikan sebuah aplikasi.
“Jadi bisa kami simpulkan para pengguna sangat potensial untuk menggunakan aplikasi ini sekaligus menunjang Depok Smart City. Kami memproyeksikan aplikasi yang dirancang ini untuk melengkapi sistem Sigap Depok khusus untuk tematik kebencanaan banjir,” katanya.
Arsitektur aplikasi
Anggota Tim Pengembang Aplikasi “Lapor Banjir Depok”, Muhammad Faris menjelaskan, “Lapor Banjir Depok” dirancang dengan menggunakan arsitektur aplikasi React Native. Arsitektur ini digunakan karena satu kali pengembangan dapat dihasilkan aplikasi yang cocok (compatible) dengan sistem android dan ios. Namun, untuk pengembangan prototipe lebih dulu difokuskan untuk sistem android.
Untuk sistem autentifikasi, servis, dan basis data aplikasi ini memakai Firebase. Jadi, Firebase memiliki kemampuan mengolah data secara cepat, kondisional, dan realtime sehingga menunjang aplikasi pendataan banjir yang membutuhkan dua performa tersebut. Kecepatan Firebase yang kondisional juga akan memengaruhi dan menghemat biaya yang dikeluarkan.
Halaman utama aplikasi akan menampilkan laporan banjir per kelurahan dari rekapitulasi peta hasil analisis kejadian banjir selama 30 hari ke belakang. Aplikasi juga menampilkan landmark seperti Balai Kota Depok, Masjid Kubah Mas, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Depok sebagai penanda lokasi. Adapun status banjir ditampilkan dalam lima warna mulai dari tanpa data, aman atau tidak banjir, banjir rendah, menengah, dan tinggi.
Kami memproyeksikan aplikasi yang dirancang ini untuk melengkapi sistem Sigap Depok khusus untuk tematik kebencanaan banjir.
Dalam menggunakan aplikasi ini, pengguna tidak perlu mendaftarkan diri. Pengguna dapat melihat secara langsung dan terkini kondisi banjir di sejumlah wilayah di Depok. Akan tetapi, pengguna yang ingin menyampaikan laporan atau data banjir diwajibkan untuk memasukan nama, nomor ponsel, lokasi atau titik banjir, tanggal kejadian, foto terkini, hingga status banjir.
“Aplikasi ini merekap data-data dan jika tidak ada data akan bernilai 0 untuk kelurahan tersebut. Jika ada data nantinya akan dihitung sesuai dengan keadaan dan dampaknya. Ketika pengguna melapor, dia bisa melihat riwayat pelaporannya,” ujar Faris.
Aplikasi juga menyediakan kontak darurat dari dinas-dinas di Depok, rumah sakit, dan kantor-kantor kecamatan jika diperlukan dalam kondisi darurat. Disediakan juga fitur laporan cuaca dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang selalu diperbarui secara otomatis setiap hari. Pembaruan prakiraan cuaca ditampilkan dalam rentang enam jam per hari.
Selain mode pengguna, aplikasi “Lapor Banjir Depok” menyediakan mode admin. Mode admin dapat melihat data pelapor hingga laporan kejadian banjir yang masuk. Adapun fitur terpenting mode admin yakni unduh data dari hasil rekapitulasi semua laporan yang masuk dan mengekspornya ke microsoft excel. Data dapat digunakan untuk menganalisis dan menetapkan kebijakan penanggulangan serta meningkatkan ketahanan kota terhadap banjir.
Herni dari Bidang Infrastrktur dan Pengembangan Wilayah Bappeda Kota Depok menyatakan, penggunaan aplikasi “Lapor Banjir Depok” akan sangat membantu dalam proses pengumpulan data dan laporan khususnya terkait titik atau koordinator banjir. Sebab, selama data banjir yang masuk baru sebatas laporan wilayah dan belum mencakup titik koordinat.
Menurut Herni, pengembangan aplikasi sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kota Depok 2021-2026 dengan misi utama meningkatkan pembangunan infrastruktur berbasis teknologi dan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, basis data berbasis spasial sangat diperlukan dalam membantu implementasi RPJMD ini.
“Ke depan mungkin tantangannya adalah meningkatkan partisipasi masyarakat. Biasanya warga melapor jika ada banjir dan belum ada penanganan. Sementara banjir yang tertangani jarang dilaporkan warga. Jika partisipasi masyarakat bisa didorong, tentunya akan sangat baik sehingga ada timbal balik untuk mereka dalam mengurangi banjir,” katanya.