Fakultas Teknik UI Kembangkan Aplikasi Mitigasi Banjir Jabodetabek
Aplikasi ini tetap mengacu kepada data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) maupun kementerian/lembaga terkait. Terobosannya adalah efektivitas waktu mengakses fitur preventif, mitigasi, dan pertolongan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·2 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Fakultas Teknik Universitas Indonesia membuat aplikasi yang bisa memperkirakan terjadinya banjir sehingga warga maupun petugas penanganan banjir bisa menyiapkan diri untuk memitigasi risiko bencana hidrometeorologi tersebut. Aplikasi ini dinamai Flood, yang berarti banjir dalam bahasa Inggris, dan bisa diunduh melalui telepon pintar.
Flood dikembangkan Tim Akademisi Laboratorium Pengembangan Produk dan Inovasi Departemen Teknik Industri FT UI yang dipimpin Amalia Suzianti. Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (22/12/2020), inspirasi pembuatan Flood ialah masih minimnya aplikasi yang bisa mengintegrasikan berbagai layanan untuk penanganan banjir. Fokus saat ini adalah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Aplikasi ini tetap mengacu kepada data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) maupun kementerian/lembaga terkait. Terobosannya adalah efektivitas waktu mengakses berbagai fitur yang dibagi menjadi preventif, mitigasi, dan pertolongan.
Fitur preventif berisi data ramalan cuaca dan peta potensi banjir. Fitur mitigasi menyediakan formulir kebutuhan kala banjir, basis data informasi bencana, dan pesan bantuan. Adapun fitur pertolongan berguna untuk meminta bantuan kepada sukarelawan maupun tim SAR serta mengirimkan koordinat lokasi. Tim SAR juga bisa memakai aplikasi Flood untuk melihat data korban.
”Masyarakat yang tidak terdampak banjir juga bisa memakai Flood untuk melihat peta kebutuhan korban banjir. Jadi, mereka tahu jenis bantuan yang perlu dikirim dan titik-titik yang membutuhkan,” kata Amalia.
Aplikasi sudah diuji coba oleh Tim Prodev pada November 2020 di sejumlah titik banjir di Jabodetabek.
Mitigasi banjir merupakan keniscayaan di Ibu Kota. Curah hujan yang tinggi karena perubahan iklim tidak bisa ditangani hanya dengan mengandalkan drainase Ibu Kota yang kurang dari segi jumlah, panjang, dan volume. Apalagi di berbagai titik saluran pembuangan banyak tersumbat sampah dan endapan lumpur maupun lumut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bahkan digugat ke Pengadilan Negeri Jakarta melalui gugatan perwakilan kelompok (class action) 312 warga korban banjir Jakarta, 1 Januari 2020. Jeffrey Adisurya, perwakilan kelompok penggugat dari Jakarta Selatan, mengatakan, sebelum banjir terjadi, tidak ada peringatan mengenai ketinggian air sehingga ia dan warga tidak mempersiapkan diri menghadapi luapan air.