Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia Tidak Berubah
Kesempatan melakukan pembaruan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca terkait Kesepakatan Paris tak dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan targetnya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan untuk tidak mengubah angka target penurunan emisi Indonesia yang tertuang dalam pembaruan dokumen target kontribusi nasional sesuai Kesepakatan Paris . Namun, terdapat komitmen baru terkait sektor kelautan, gambut, mangrove, dan permukiman dalam elemen adaptasi perubahan iklim.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ruandha Agung Sugardiman dalam diskusi media secara daring, Jumat (19/3/2021), menyampaikan, secara keseluruhan terdapat empat konten pokok dalam dokumen pembaruan target kontribusi nasional sesuai Kesepakatan Paris (NDC).
Pertama, Indonesia tidak mengubah angka target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29-41 persen pada tahun 2030. Kedua, NDC saat ini memiliki pembaruan informasi yang berkaitan dengan visi misi kabinet Indonesia Maju 2019.
Konten pembaruan ketiga adalah adanya penjelasan terhadap hal atau substansi yang masih perlu informasi rinci, seperti adaptasi dan pengertian implementasi, serta kerangka transparansi. Adapun konten keempat adalah adanya komitmen baru terkait sektor kelautan, gambut, mangrove, dan permukiman dalam elemen adaptasi perubahan iklim.
Jika dilihat ada deviasi sekitar lebih dari 100 juta ton CO2 ekuivalen dan ini artinya ada pengurangan emisi yang tidak didaftarkan dalam SRN. (Ruandha Agung Sugardiman)
Meski target penurunan emisi tidak berubah, Ruandha menegaskan bahwa Indonesia serius dalam mengatasi perubahan iklim dibandingkan dengan negara-negara lain. Hal ini ditunjukkan dari adanya peta jalan yang rinci sehingga pihak global meyakini bahwa langkah-langkah yang disusun tersebut logis, realistis, dan sesuai dengan kondisi Indonesia.
”Kita memiliki emisi gas rumah kaca yang harus dikurangi dan target ini sudah kami pertimbangkan dalam NDC pertama dengan berbagai upaya ketahanan dan mitigasi. Capaian 100 tahun Indonesia merdeka juga kami pertimbangkan. Pada 2050, ditargetkan menuju net zero emission (target Kesepakatan Paris) hingga mudah-mudahan tercapai net zero emission pada 2070,” ujarnya.
Ruandha menyatakan, target tercapainya net zero emission baru ditetapkan pada 2070 karena hal ini merupakan hasil simulasi dan sistem permodelan dari data yang dihimpun saat ini. Namun, ia menilai berbagai upaya mitigasi yang juga telah ditetapkan juga akan mempercepat net zero emission.
”Dari statistik di sistem registri nasional (SRN), klaim total reduksi emisi Indonesia pada tahun 2019 sebanyak 298 juta ton CO2 ekuivalen, tetapi yang terverifikasi 421 juta ton CO2 ekuivalen. Jika dilihat ada deviasi sekitar lebih dari 100 juta ton CO2 ekuivalen, ini artinya ada pengurangan emisi yang tidak didaftarkan dalam SRN,” katanya.
Ruandha menyatakan, pemerintah telah menetapkan sejumlah agenda perubahan iklim yang khususnya dilakukan pada 2021. Agenda tersebut di antaranya pelaksanaan NDC di semua sektor, meningkatkan target Program Kampung Iklim (Proklim), mendorong pembayaran berbasis kinerja pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (RBP REDD+), hingga penetapan strategi jangka panjang.
Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional Laksmi Dhewanthi mengatakan, aksi pengendalian perubahan iklim di bidang adaptasi dan mitigasi perlu didukung sejumlah instrumen, terutama pendanaan. Guna mengatasi kendala pendanaan tersebut, pemerintah menetapkan empat strategi, yaitu dukungan kebijakan fiskal, pengembangan instrumen pembiayaan yang inovatif, meningkatkan akses pendanaan global, dan menciptakan skema investasi yang menarik.
”Pendanaan untuk aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang ditargetkan dalam dokumen NDC akan sulit tercapai jika hanya bersandar dari APBN. Mobilisasi sumber-sumber pendanaan iklim di luar APBN perlu ditata dan dikelola dengan baik serta memenuhi kaidah atau standar yang diakui internasional,” ujarnya.