Proyeksi pembangunan rendah karbon Indonesia belum memiliki target puncak emisi. Emisi Indonesia hanya akan turun hingga tahun 2030 dan akan terus meningkat secara signifikan bahkan hingga tahun 2045.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyeksi pembangunan rendah karbon Indonesia belum memiliki target puncak emisi. Emisi Indonesia hanya akan turun hingga tahun 2030 dan akan terus meningkat secara signifikan bahkan hingga tahun 2045. Indonesia perlu meningkatkan dan menyampaikan target baru capaian penurunan emisi sesuai Kesepakatan Paris yang jauh lebih ambisius
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi tentang laporan hasil kajian target kontribusi nasional penurunan emisi (NDC) sesuai Kesepakatan Paris yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional, Rabu (14/10/2020). Kajian dilakukan dengan cara menganalisis kebijakan pemerintah yang dipadukan dengan proyeksi emisi Indonesia.
”Setelah kami melakukan peninjauan terhadap kebijakan iklim termasuk target penurunan emisi Indonesia, kami percaya kebijakan dan NDC masih sangat tidak mencerminkan ambisi yang diperlukan untuk mencapai target Perjanjian Paris. Perjanjian tersebut mengupayakan laju pemanasan suhu Bumi 1,5 derajat dibandingkan level pra-industri,” ujar anggota tim penulis kajian tersebut, Defrio Nandi Wardana.
Defrio menjelaskan, cara menentukan target penurunan emisi setiap negara dilakukan dengan melihat batas emisi karbon (carbon budget) atau jumlah gas rumah kaca (GRK) yang masih bisa dikeluarkan/diemisikan. Menurut laporan Panel Ahli Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC), estimasi batas emisi karbon global yang tersisa dari awal tahun 2018 untuk bisa menjaga suhu di bawah target 1,5 derajat celsius adalah 420 giga ton karbondioksida (GtCO2) untuk peluang 66 persen atau 580 GtCO2 untuk peluang 50 persen.
Berdasarkan estimasi dengan menggunakan pendekatan konsep keadilan iklim, batas emisi karbon tersisa yang adil dan dapat dikeluarkan Indonesia sampai dengan akhir abad ini adalah 14,8 GtCO2 untuk peluang 66 persen. Estimasi lainnya, Indonesia juga dapat mengeluarkan 20,5 GtCO2 untuk peluang 50 persen atau sekitar 3,5 persen dari sisa batas emisi karbon dunia.
”Skenario pembangunan rendah karbon menengah dan tinggi yang saat ini sedang di-outline oleh Bappenas itu akan menghabiskan 12-14 persen dari total batas emisi karbon dunia pada tahun 2045. Dari kedua skenario tersebut, Indonesia akan menghabiskan sisa batasan emisi karbonnya pada 2027. Ini mencerminkan Indonesia belum memiliki target puncak emisi,” ujarnya.
Guna menahan kenaikan suhu kurang dari 1,5 derajat celsius, Defrio menilai, Indonesia perlu memperbarui target NDC yang lebih ambisius dan merefleksikan kondisi atau fakta sains terkini. Tidak adanya target yang ambisius akan semakin menyulitkan dalam penurunan emisi ke depan karena batas emisi karbon akan semakin habis.
”Puncak emisi Indonesia paling lambat pada tahun 2020 dan setelahnya tidak boleh melewati ini. Kami juga menginginkan ada proyeksi emisi setelah tahun 2030. Ini menunjukkan komitmen penurunan jumlah emisi sampai akhirnya mencapai nol. Semua ini harus dimulai dengan memperbarui NDC Indonesia,” tuturnya.
Wakil Ketua I Kelompok Kerja IPCC Edvin Aldrian mengatakan, tujuan yang ditetapkan IPCC dan Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) bukan menetralkan emisi, melainkan tercapainya keseimbangan status emisi dunia pada 2050. Upaya setiap negara juga membutuhkan waktu karena emisi gas rumah kaca di atmosfer dapat terus bertahan selama satu setengah hingga dua abad lamanya.
”Kita membutuhkan berbagai upaya untuk menurunkan emisi mulai dari mitigasi di semua sektor melalui penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. Kita juga perlu meningkatkan investasi rendah karbon. Jadi tidak benar bahwa pembangunan atau ekonomi itu musuh lingkungan,” katanya.
Edvin menambahkan, secara garis besar, Indonesia juga memiliki kepentingan terhadap penurunan emisi, yakni dalam politik pengurangan kebakaran hutan dan kebijakan pengelolaan sawit berkelanjutan. Selain itu, kepentingan lainnya juga untuk memengaruhi kebijakan energi berkelanjutan dan pengurangan bahan bakar fosil.