Badan POM Belum Rekomendasikan Penggunaan Vaksin AstraZeneca
Pemerintah Indonesia masih menunda pemberian vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca kepada masyarakat. Penundaan itu dilakukan hingga ada hasil kajian dari Badan POM yang menjyatakan vaksin tersebut aman serta manjur.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pengawas Obat dan Makanan masih melakukan kajian lebih lanjut pada vaksin produksi AstraZeneca terkait adanya kasus pembekuan darah yang diduga sebagai dampak dari vaksin tersebut. Selama proses kajian ini masih berlangsung, vaksin Covid-19 AstraZeneca tidak direkomendasikan untuk digunakan terlebih dahulu.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Penny K Lukito mengatakan, Badan POM bersama dengan tim pakar dari Komisi Nasional Penilai Obat, Komisi Nasional Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (KIPI), dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) tengah mengkaji vaksin AstraZeneca sejak ada laporan dugaan terjadinya pembekuan darah di Eropa. Hal ini dilakukan untuk menjalankan prinsip kehati-hatian.
”Tunggu sampai akhir minggu ini. Kami masih intensif memonitor dan berkomunikasi dengan otoritas obat di Eropa dan pihak WHO,” katanya ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (17/3/2021).
Penny menuturkan, kajian lebih dalam tetap dilakukan walaupun vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah masuk ke Indonesia berbeda dengan nomor kode produksi (batch) produk yang diduga menyebabkan pembekuan darah. Vaksin yang diterima oleh Indonesia juga diproduksi di fasilitas produksi yang berbeda.
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam penjelasannya pada 12 Maret 2021 menyatakan telah menerima informasi adanya kasus pembekuan darah, termasuk dua kasus fatal yang diduga dari vaksin Covid-19 AstraZeneca dengan nomor kode produksi ABV5300, ABV3025, dan ABV2856.
Tunggu sampai akhir minggu ini. Kami masih intensif memonitor dan berkomunikasi dengan otoritas obat di Eropa dan pihak WHO.
Meski begitu, WHO menyebutkan tidak ada alasan untuk menghentikan penggunaan vaksin tersebut dengan mengikuti penggunaan EUL (emergency use listing) yang sudah ditetapkan. Beberapa badan otoritas obat di sejumlah negara, seperti Uni Eropa, Inggris, Swedia, Australia, dan Kanada tetap menjalankan vaksinasi dari vaksin AstraZeneca.
Namun, ada pula negara yang menangguhkan penggunaan vaksin tersebut. Setidaknya sampai 17 Maret 2021 terdapat 15 negara di Eropa yang menagguhkan penggunaan vaksin AstraZeneca. Tindakan itu dilakukan sebagai tindakan kehati-hatian selama proses investigasi menyeluruh dilaksanakan. Namun, izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) tidak dicabut.
”Walaupun vaksin AstraZeneca telah mendapatkan EUL dari WHO, Badan POM tetap melakukan pengkajian lengkap aspek khasiat dan keamanan bersama Komite Nasional Penilai Obat serta melakukan kajian aspek mutu yang komprehensif,” kata Penny.
Vaksin Covid-19 AstraZeneca yang telah diterima Indonesia melalui Fasilitas Covax diproduksi di Korea Selatan. Vaksin yang diterima dengan jumlah 1,1 juta dosis tersebut sudah mendapatkan jaminan mutu sesuai standar persyaratan global untuk Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Percepatan vaksinasi
Secara terpisah, Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi menyampaikan, sejumlah upaya dilakukan untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Indonesia. Ketersediaan vaksin yang masih terbatas membuat vaksinasi harus diberikan berdasarkan prioritas, yakni petugas kesehatan, lansia, dan petugas layanan publik.
Jumlah vaksin yang diperkirakan diterima di Indonesia sampai Mei 2021 sebanyak 91 juta dosis vaksin. Sementara dengan target sasaran vaksinasi sebanyak 181,5 juta penduduk, jumlah vaksin yang diperlukan sekitar 363 juta dosis. Artinya, jumlah vaksin yang tersedia sampai Mei 2021 hanya sekitar 25 persen dari yang dibutuhkan. Jumlah vaksin yang cukup besar baru akan datang setelah Juni 2021.
Karena itu, Nadia menuturkan, berbagai skema sudah disiapkan untuk mengejar jumlah penerima vaksinasi. Setidaknya ada tiga hal yang disiapkan, yakni tempat pelaksanaan vaksinasi, sebaran vaksinator, dan upaya menekan kasus tunda vaksinasi.
Terkait tempat vaksinasi, pemerintah telah menyusun empat opsi yang bisa dijalankan. Vaksinasi bisa berbasis fasilitas kesehatan, baik fasilitas miliki pemerintah maupun swasta. Selain itu, vaksinasi juga terbuka untuk dijalankan di institusi, seperti TNI, Polri, dan perkantoran. Vaksinasi pun akan lebih gencar dilakukan secara massal dengan cara vaksinasi bergerak dan di tempat.
”Jumlah vaksinator juga terus ditingkatkan. Total per 29 Januari 2021 tercatat ada 40.329 orang. Jumlah ini terus meningkat menjadi 81.770 orang pada akhir Februari. Pelatihan masih tetap dilakukan untuk menambah jumlah vaksinasinator, terutama di daerah yang jumlah vaksinatornya masih kurang,” kata Nadia.
Tantangan lain yang dihadapi saat ini, yakni terkait komunikasi dalam pelaksanaan vaksinasi. Masih ada sejumlah masyarakat yang menolak untuk divaksinasi. Hoaks yang beredar terkait vaksinasi juga tinggi. Karena itu, kerja sama dari semua pihak amat dibutuhkan untuk memberikan pemahaman dan edukasi yang baik dan benar terkait vaksinasi kepada masyarakat luas.