Pemerintah menunggu hasil kajian Badan Pengawas Obat dan Makanan terkait vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca sebelum mendistribusikan vaksin tersebut. Hal itu dilakukan untuk menjamin keamanan dan mutu produk tersebut.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan menunda distribusi vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca sampai kajian yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan selesai dilakukan. Penundaan ini dilakukan dengan alasan kehati-hatian sekaligus untuk menentukan kriteria sasaran penerima vaksin dan memastikan mutu vaksin tetap terjamin.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan untuk Vaksinasi Covid-19 Siti Nadia Tarmizi di Jakarta, Selasa (16/3/2021), mengatakan, penundaan distribusi vaksin AstraZeneca dilakukan sampai ada informasi yang jelas terkait keamanan vaksin tersebut dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta badan otoritas obat di sejumlah negara di Eropa. Hal ini dilakukan untuk memastikan vaksin tersebut aman diberikan kepada masyarakat.
”Penundaan ini tidak dilakukan semata-mata karena adanya laporan kejadian penggumpalan darah pada kasus di Eropa. Pihak EMA (European Medicines Agency) atau badan otoritas obat di Eropa juga sudah menyatakan kejadian itu tidak ada kaitannya dengan vaksin AstraZeneca. Namun, kita tetap memutuskan untuk menunda distribusi karena lebih pada kehati-hatian,” tuturnya.
Penundaan penggunaan vaksin AstraZeneca dilakukan sejumlah negara di Eropa setelah ada laporan kematian selepas menerima vaksinasi dari vaksin buatan Oxford-AstraZeneca dalam kelompok produksi AVB5300 yang dikirim ke 17 negara Eropa. Sebagian negara Eropa terutama menunda penyuntikan vaksin Oxford-AstraZeneca kepada orang berusia di atas 55 tahun (Kompas, 13/3/2021).
Sebelumnya dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Senin (15/3/2021), Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyampaikan, evaluasi secara menyeluruh masih dilakukan terhadap vaksin AstraZeneca yang tiba di Indonesia pada 8 Maret 2021 melalui kerja sama multilateral dari Fasilitas Covax. Adapun jumlah vaksin yang didatangkan sebanyak 1,1 juta dosis.
Penundaan ini tidak dilakukan semata-mata karena adanya laporan kejadian penggumpalan darah pada kasus di Eropa. Kita tetap memutuskan menunda distribusi karena lebih pada kehati-hatian.
”Komunikasi dengan WHO masih terus dilakukan. Kita juga sudah melihat nomor batch vaksin yang saat ini ditangguhkan penggunaannya di beberapa negara di Eropa tidak termasuk pada nomor batch yang masuk ke Indonesia,” ucapnya.
Nadia menuturkan, BPOM beserta para ahli kini telah menyusun kriteria penerima vaksin AstraZeneca. Kriteria ini bisa berbeda dengan kriteria yang sebelumnya diberikan untuk sasaran vaksinasi dari vaksin Sinovac. Itu sekaligus menimbang masa interval pemberian vaksinasi AstraZeneca 9-12 minggu dari pemberian dosis pertama ke dosis kedua.
Terkait dengan masa pakai vaksin AstraZeneca yang berakhir pada Mei 2021, Nadia menambahkan, pihaknya optimistis produk vaksin itu tetap bisa dimanfaatkan secara optimal. Sebab, dengan rata-rata pemberian vaksinasi di Indonesia 250.000-300.000 orang per hari, sebanyak 1,1 juta dosis vaksin AstraZeneca bisa dihabiskan sekitar satu minggu.
”Masyarakat diharapkan tidak khawatir dengan penggunaan vaksin AstraZeneca. Kita pastikan keamanannya tetap terjamin. WHO pun sudah meminta negara-negara untuk tidak menunda pemberian vaksin itu. Sejumlah negara sudah kembali menggunakan vaksin AstraZeneca,” tuturnya.
Laporan harian Kementerian Kesehatan per 16 Maret 2021 mencatat, jumlah penduduk Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama berjumlah 4,4 juta orang, yang terdiri dari 1,4 juta petugas kesehatan, 2,2 juta petugas publik, dan 770.545 warga lanjut usia (lansia). Sementara itu, penduduk yang sudah mendapatkan dosis kedua sebanyak 1,7 juta orang, meliputi 1,1 juta petugas kesehatan, 514.516 petugas publik, dan 5.844 warga lansia. Total sasaran vaksinasi yang ditargetkan pemerintah sebanyak 181,5 juta penduduk.