Jumlah remaja yang pertama kali melakukan hubungan seksual pra-nikah cukup tinggi ditemui pada usia 15-20 tahun. Ini mengkhawatirkan karena hubungan seksual dini sangat berisiko menyebabkan kanker serviks.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hubungan seksual di bawah usia 20 tahun dapat memicu terjadinya kanker serviks. Hal ini perlu diwaspadai karena perilaku seksual remaja saat ini semakin berisiko. Edukasi terkait pencegahan, penapisan, dan deteksi dini perlu lebih masif, terutama dalam pemberian vaksinasi HPV atau Human papillomavirus.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo di Jakarta, Rabu (24/2/2021), menyampaikan, setidaknya ada delapan faktor risiko dari kanker serviks atau kanker leher rahim ini. Dari faktor tersebut, enam di antaranya terkait dengan perilaku seksual. Faktor risiko tersebut antara lain berhubungan seksual kurang dari 20 tahun, berganti-ganti pasangan, memiliki penyakit menular seksual, dan perempuan melahirkan lebih dari tiga kali.
”Risiko kanker serviks semakin besar karena perilaku seksual remaja saat ini yang berisiko. Jumlah remaja yang pertama kali melakukan hubungan seksual pra-nikah cukup tinggi ditemui pada usia 15-20 tahun. Karena itu, upaya pencegahan dan perlindungan sejak dini perlu mendapatkan perhatian lebih,” katanya.
Hasto menyampaikan, upaya mencegah pernikahan dini yang terus digalakkan oleh BKKBN merupakan salah satu upaya untuk menekan kasus kanker serviks. Menurut rencana, sebuah aplikasi pra-nikah akan diluncurkan.
Dalam aplikasi ini akan dilakukan penapisan pada pasangan yang hendak menikah, meliputi pertanyaan terkait usia, kesehatan reproduksi, berat badan, dan tinggi badan. Pertanyaan tersebut terkait dengan kelayakan untuk bisa hamil dan melahirkan anak dengan sehat.
”Kami juga telah menyiapkan pemberian tes deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA (inspeksi visual dengan asam asetat ) ataupun pap smear pada mereka yang melakukan kontrasepsi IUD (Intrauterine Device). Peran swasta juga dibutuhkan untuk mendukung pelaksanaan upaya ini supaya bisa dilakukan lebih masif,” katanya.
Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2019, proporsi kanker pada semua penduduk paling banyak ditemui pada kanker payudara, kanker serviks, dan kanker paru-paru. Khusus kanker serviks, diperkirakan ada 20 perempuan di Indonesia yang meninggal setiap hari akibat kanker tersebut.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan Achmad Mediana mengatakan, kanker serviks telah diketahui penyebabnya, yaitu adanya infeksi dari virus HPV (Human papillomavirus). Pencegahannya pun sudah bisa dilakukan melalui vaksinasi HPV.
Vaksin ini sebaiknya diberikan pada anak perempuan yang belum menikah atau aktif secara seksual. Vaksin HPV perlu diberikan dalam tiga dosis pada bulan 0,1, dan 6. Artinya, jika suntikan pertama diberikan pada bulan Januari, suntikan kedua perlu diberikan pada Februari dan dilanjutkan dengan suntikan ketiga pada Juli. Efektivitas vaksin ini bisa mencapai lebih dari 90 persen.
”Setiap perempuan berisiko terinfeksi virus HPV yang menjadi penyebab kanker serviks tanpa memandang usia dan gaya hidup. Upaya pencegahan dengan vaksinasi harus disadari sebagai kebutuhan,” kata Achmad.
Selain itu, ia menambahkan, penapisan dan deteksi dini juga menjadi langkah berikutnya yang harus dilakukan untuk menemukan kanker sejak dini. Semakin cepat ditemukan, pengobatan yang diberikan semakin mudah dengan angka kesintasan yang tinggi. Sebaliknya, jika terlambat ditemukan, kondisi yang muncul akibat kanker semakin buruk.
”Vaksinasi dilengkapi dengan screening (penapisan) akan mengurangi risiko kanker serviks lebih baik dibandingkan hanya dengan screening saja. Itu juga akan mengurangi hasil screening abnormal yang memerlukan tindak lanjut,” ucap Achmad.