Tiap Hari, Kanker Serviks Renggut Nyawa Puluhan Perempuan Indonesia
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Kanker serviks masih menjadi momok bagi perempuan di Indonesia. Setiap hari puluhan perempuan Indonesia meninggal akibat penyakit yang dipicu infeksi human papilloma virus atau HPV ini. Pemerintah didorong mengadakan program vaksinasi nasional untuk mencegah kanker serviks.
Berdasarkan data Global Burden of Cancer Study (Globocan), kasus baru kanker serviks di Indonesia mencapai 32.469 kasus atau 17,2 persen dari total kanker yang diidap perempuan di Indonesia. Angka kematiannya mencapai 18.279 per tahun atau 50 perempuan per hari. Angka itu meningkat hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2016 dengan 26 perempuan meninggal setiap hari.
Ketua Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia Andrijono, di Jakarta, Rabu (13/2/2019), mengatakan, data terbaru Globocan itu sejalan dengan penelitian di Indonesia. Kasus kanker serviks dialami oleh 1 dari 1.000 wanita.
“Sekitar 80 persen pasien kanker serviks berobat dalam stadium lanjut. Sebanyak 94 persen pasien stadium lanjut meninggal dalam waktu dua tahun. Rata-rata 40-60 wanita meninggal dalam sehari,” kata Andrijono.
Kanker serviks ialah kanker di leher rahim atau serviks akibat HPV tipe onkogenik, sebagian besar oleh virus tipe 16 dan 18. Selain kanker serviks, HPV tipe onkogenik juga bisa memicu kanker lain, seperti kanker penis, anus, dan orofaring.
Data Kementerian Kesehatan 2009-2016 menyebutkan, kanker serviks banyak diderita perempuan usia 35-55 tahun dengan 7.013 kasus, usia 56-64 tahun 2.718 kasus, dan usia lebih dari 65 tahun 1.105 kasus. Sekitar 450 kasus ditemui di usia 18-35 tahun dan 33 kasus pada usia di bawah 17 tahun.
Menurut Andrijono, salah satu pemicu tingginya kasus kanker serviks di Indonesia adalah cakupan deteksi dini yang masih rendah. Cakupan deteksi dini di Indonesia baru 11 persen, yaitu 7 persen dengan pap smear dan 4 persen dengan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Andrijono meyakini rendahnya cakupan itu karena masyarakat enggan melakukan deteksi dini secara rutin.
Vaksinasi
Secara umum, ada dua cara untuk mencegah kanker serviks, yaitu dengan pencegahan sekunder melalui deteksi dini dan pencegahan primer melalui vaksinasi. Namun, menurut Andrijono, vaksinasi jauh lebih efektif dalam mencegah kanker serviks, hampir 100 persen.
Berdasarkan temuan di Australia, langkah pap smear rutin selama 20 tahun tidak berhasil menekan kasus kanker serviks. Oleh sebab itu, Negeri Kangguru itu beralih ke program vaksinasi HPV sejak 2007. Kasus kanker serviks pun turun 40 persen.
Melihat efektivitas itu, Andrijono mendorong pemerintah untuk melakukan langkah serupa. Di Indonesia, DKI Jakarta telah memulai program percontohan vaksinasi HPV untuk siswa kelas V sekolah dasar. “Kita mendorong ini menjadi program nasional,” ujarnya.
Kepala Bidang Pelayanan Sosial Yayasan Kanker Indonesia Provinsi DKI Jakarta Venita menjelaskan, vaksin HPV diperuntukkan bagi usia 9-45 tahun. Bagi usia 9-13 tahun, vaksinasi cukup dua kali dengan jarak waktu 0-6 bulan. Sementara itu, bagi usia 14 tahun ke atas, vaksinasi dilakukan tiga kali dengan jarak waktu 0-2-6 bulan. Vaksin kuadrivalen melindungi dari HPV tipe 16 dan 18 serta tipe nononkogenik 6 dan 11 yang sering menyebabkan kutil kelamin.
“Vaksin HPV hampir 100 persen melindungi dari virus tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab 75 persen kanker serviks,” ujarnya. (YOLA SASTRA)