Tim peneliti dari Ikatan Alumni Universitas Indonesia Fakultas Teknik mengembangkan inovasi teknologi sterilisasi masjid dengan menggunakan sinar ultraviolet C. Alat ini fokus pada disinfeksi permukaan lantai masjid.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 membatasi kegiatan yang memicu berkumpulnya banyak orang, tak terkecuali ibadah berjamaah di masjid. Pada awal Covid-19 merebak di Indonesia, pemerintah memutuskan meniadakan dan melarang shalat berjamaah di masjid maupun kegiatan keagamaan lainnya yang mengundang kerumunan.
Kini, masjid dan tempat ibadah lainnya sudah diperbolehkan menjalankan kegiatan keagamaan, tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Meski demikian, saat ini masih muncul kluster baru penyebaran Covid-19 yang berasal dari lingkungan masjid.
Kondisi itu mendasari anggota Ikatan Alumni Universitas Indonesia Fakultas Teknik (ILUNI FTUI) Suparlan dan dua rekan lainnya untuk membuat alat yang diberi nama Salam, singkatan dari sterilisasi lantai masjid. Alat ini fokus pada disinfeksi permukaan lantai masjid yang digunakan setelah shalat dengan teknologi sinar ultraviolet C (UVC).
Suparlan yang memiliki fokus riset terkait sinar UVC kemudian mencoba membuat model awal (prototype) Salam yang dapat membantu mengurangi penyebaran Covid-19, terutama di masjid. Salam menggunakan sinar UVC karena dapat lebih cepat memastikan virus dengan langsung merusak asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam ribonukleat (RNA) sehingga virus tersebut kehilangan kemampuan bermutasi maupun bereproduksi.
Meski menggunakan sinar UVC, Suparlan menyatakan, operasional Salam mudah dipahami dan dipastikan aman selama alat ini dihadapkan ke lantai. Posisi roda alat ini juga disesuaikan agar tak terlalu mudah bergulir. Dari sisi material, Salam memakai stainless steel sehingga mikroba yang menempel lebih cepat mati.
Salam dikembangkan melalui sejumlah uji mikrobiologi untuk membuktikan secara visual mikroskopis dan sinar UVC itu benar-benar bekerja dalam menonaktifkan mikroba. Salam melakukan tes usap (swab) untuk memperoleh sampel pemeriksaan pada permukaan lantai masjid.
Melalui uji usap akan diketahui kandungan mikroorganisme sebelum dan setelah disinfeksi menggunakan Salam. Uji ini mengacu pada ISO 14698-1:2003 yang merupakan standar pengendalian biokontaminasi. Sementara parameter atau metode yang digunakan ialah total plate count (TPC) yang dilakukan oleh laboratorium independen.
Adapun TPC merupakan metode paling sensitif untuk menentukan jumlah mikroorganisme. Metode ini juga digunakan untuk menghitung sel yang masih hidup, menentukan jenis mikroba yang tumbuh dalam sebuah media, serta dapat mengisolasi dan mengidentifikasi jenis koloni mikroba tersebut.
Dosis radiasi
Menurut Suparlan, hal pertama yang perlu diketahui dalam penggunaan sinar UVC untuk menonaktifkan virus SARS-CoV-2 ialah dosis radiasi. Kemudian, ia mengumpulkan referensi dari sejumlah riset internasional terkait sinar UVC dan Covid-19. Ia juga mengikuti keanggotaan asosiasi ultraviolet intenasional (IUVA) untuk mempelajari proses disinfeksi yang efektif dan perkembangan lainnya terkait sinar UVC dan Covid-19.
Menurut hasil penelitian dari Laboratorium Nasional untuk Penyakit Infeksi Emerging (NEIDL) Boston University, Amerika Serikat, dan perusahaan di bidang pencahayaan Signify, virus SARS-CoV-2 bisa dinonaktifkan dengan sinar UVC pada dosis radiasi tepat. Tanpa mendapat radiasi pada dosis itu, proses disinfeksi tak akan efektif atau berpotensi belum bisa membunuh virus.
”Hasil pengujian kami menunjukkan radiasi UVC di atas dosis tertentu dapat menonaktifkan virus. Hanya dalam hitungan detik, kami sudah tak lagi mendeteksi adanya virus,” ujar ahli mikrobiologi Boston University, Antony Griffiths, dalam pernyataan yang diterbitkan Signify.
Hasil riset itu menyatakan, nilai inaktivasi mikroorganisme dengan efektivitas 90 persen atau dikenal dengan istilah Log-1 untuk virus SARS-CoV-2 adalah 5 mega joule per sentimeter persegi (mJ/cm2). Sementara sterilisasi SARS-CoV-2 dengan tingkat inaktivasi 99 persen atau Log-6 dicapai pada 22 mJ/cm2.
Hasil pengujian kami menunjukkan radiasi UVC di atas dosis tertentu dapat menonaktifkan virus.
Suparlan lalu mengembangkan Salam dengan mengacu pada hasil riset itu. Salam yang memiliki radiasi 3,34 mega watt per sentimeter persegi (mW/cm2) memerlukan waktu 1,5 detik untuk mencapai Log-1 dan 6,6 detik untuk mencapai Log-6.
Dengan pengukuran dosis radiasi ini dan hasil uji mikrobiologi, Salam dapat mengurangi jumlah mikroba pada permukaan lantai dengan tingkat penurunan rata-rata di bawah lima unit pembentukan koloni per sentimeter persegi (CFU/cm2).
”Dosis radiasi untuk menonaktifkan SARS-CoV-2 kami ukur dan kami buktikan nilai radiasinya. Pengukuran radiasi Salam menggunakan UVC-Meter guna memastikan radiasinya cukup untuk menonaktifkan Covid-19,” katanya.
Raih penghargaan
Suparlan menjelaskan, riset terkait sinar UV telah dimulai sejak Februari 2020. Sementara ide pengembangan Salam muncul pada April atau satu bulan sejak kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi. Adapun pengembangannya baru dimulai pada awal Juni dan selesai dalam waktu dua minggu.
Awalnya, alat sterilisasi lantai masjid yang dikembangkan berbentuk mesin robotik dan akan disumbangkan Indonesia ke Masjidil Haram, Arab Saudi. Namun, karena pertimbangan waktu dan biaya, alat yang dikembangkan didesain dengan penggunaan lebih mudah dan sederhana.
Mayoritas komponen untuk membuat Salam mudah didapatkan dan mencari alternatifnya. Satu-satunya komponen yang diperoleh lewat impor ialah lampu UVC. Sebab, ketersediaan komponen ini pada Juni-Juli 2020 di Indonesia amat terbatas sehingga harga saat itu melonjak empat kali lipat dari harga normal.
Pada akhir Juni 2020, Fusi Foundation sebagai yayasan yang menaungi alumni mahasiswa Fakultas Teknik UI mengikutsertakan Salam dalam kompetisi World Industrial Design DayTM (WIDD) dan keluar sebagai pemenang utama. Program itu menginduk ke World Design OrganisationTM (WDO), lembaga internasional mitra Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang secara serempak juga diselenggarakan di 85 kota seluruh dunia.
”Saat ini produksi Salam baru sekitar 250 unit. Produk inovasi ini lebih untuk kegiatan sosial dan kemanusiaan, tetapi kualitas untuk penonaktifan mikroba kami dapat pertanggungjawabkan secara saintifik,” ungkapnya.