Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menghasilkan inovasi perangkat pemancar ultraviolet untuk membunuh mikroorganisme atau virus. Hal itu bisa digunakan untuk sterilisasi barang bawaan ataupun ruangan.
Oleh
Ichwan Susanto
·5 menit baca
Pandemi Covid-19 menjadikan sejumlah pihak bahu-membahu berperan dalam penanganan sesuai peran dan kemampuannya, termasuk bagi para peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Sejumlah inovasi berupa tips sederhana membuat disinfektan dari produk kebutuhan rumah tangga, pembuatan hand sanitizer dari bahan alam, hingga pemanfaatan prinsip sederhana pemanfaatan sinar ultraviolet atau UV untuk sterilisasi.
Inovasi terakhir itu setidaknya terdapat tiga ragam yang dihasilkan, yaitu AUMR, UV-Box, dan Si-SUSan. Setiap alat memiliki persamaan fungsi dan cara kerja, yaitu memanfaatkan gelombang sinar ultraviolet untuk membunuh mikroorganisme, dalam hal ini virus. Tiap alat memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang bisa digunakan sesuai kebutuhan.
Sebagai contoh, AUMR atau Autonomos UV-C Mobile Robot, seperti namanya, membutuhkan teknologi canggih berupa mesin robot untuk bergerak secara otomatis mensterilisasi ruangan dari bakteri dan virus. Alat ini dikembangkan oleh Balai Pengembangan Instrumentasi (BPI) LIPI dan Telkom University dengan target pengguna rumah sakit.
Adapun UV-Box merupakan kotak portable berukuran lebih kecil yang fungsinya untuk mensterilisasi dompet, tas, dan barang bawaan pengunjung. Loka Penelitian Teknologi Bersih merancangnya sebagai pelengkap penting untuk mensterilkan barang bawaan pengunjung pasar swalayan, hotel, ataupun perkantoran. Jadi, tak hanya pengunjung yang dicek suhu dengan termometer, barang bawaan juga dipindai di dalam kotak untuk membersihkan kontaminan.
Terakhir, alat sterilisasi ruangan yang diberi nama Si-SUSan, singkatan dari Simple-Smart UV-C Sanitizer. Alat ini memiliki prinsip kerja seperti AUMR tetapi perpindahannya tidak otomatis, melainkan digerakkan secara manual. Kelebihannya, harga pembuatan sebuah Si-SUSan, diklaim penelitinya di Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi (P2ET) LIPI, tidak mencapai Rp 5 juta.
Dengan biaya relatif kecil ini, masyarakat awam masih bisa mengaksesnya untuk mensterilisasi rumah, klinik, dan puskesmas. Yusuf Nur Wijayanto, peneliti P2ET LIPI yang memimpin inovasi Si-SUSan, menyatakan, pihaknya membuka diri secara gratis bagi warga yang ingin mengimplementasikan inovasi ini.
”Pada intinya hanya beli mikrokontroler (arduino nano) dan lampu sinar UV yang banyak dijual di pasaran serta punya HP Android,” katanya. Lampu sinar UV ini bisa memakai lampu yang biasa dijual di toko akuarium ikan hias ataupun lampu sinar UV yang biasa digunakan pada gerai isi ulang air minum.
Penelusuran di market place daring, harga lampu sinar UV berbentuk lampu TL berdaya 30 watt ditawarkan seharga Rp 400.000-Rp 800.000. Untuk lampu sinar UV akuarium 13 watt ditawarkan sekitar Rp 300.000. Si-SUSan yang dibikin Yusuf Nur Wijayanto dan kawan-kawan itu memakai satu lampu UV berdaya 30 watt di bagian bawah dan 3 lampu sinar UV akuarium pada bagian atas.
Prinsip pemanfaatan sinar UV untuk sterilisasi ruangan tersebut sangat sederhana. Ini menerapkan kemampuan sinar UV yang telah lama dikenal dan dimanfaatkan untuk mematikan mikroorganisme seperti diterapkan pada akuarium, isi ulang air minum, dan sejumlah alat pengering cuci tangan.
Sinar UV memiliki rentang 100-400 nanometer. Dalam hal ini, sinar UV yang dimanfaatkan yaitu sinar UV-C yang memiliki panjang gelombang 100-280 nanometer. Secara alami, sinar UV-C yang dipancarkan matahari tak sampai ke permukaan bumi, hanya sampai di lapisan ozon. Sinar UV yang masuk menembus lapisan udara bumi yaitu jenis sinar UV-A dan sinar UV-B.
Pada sejumlah publikasi ilmiah, kemampuan sinar UV untuk membunuh virus telah teruji keampuhannya. Seperti penyinaran pada virus penyebab penyakit sindrom pernapasan akut parah (SARS) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), hanya dibutuhkan paparan sinar beberapa detik untuk merusak tubuh virus. Namun, untuk virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) penyebab Covid-19 belum menemukan publikasi ilmiah.
”Pada prinsipnya sama, sinar UV bisa membunuh virus. Namun, minimal berapa lama (untuk membunuh SARS-CoV-2 penyebab Covid-19), itu yang belum ada rujukannya,” katanya. Itu seperti halnya prinsip umum penggunaan disinfektan yang diakui dapat digunakan untuk membunuh virus.
Untuk menguji detail Si-SUSan dalam mematikan SARS-CoV-2, P2ET telah mengirimkannya ke Laboratorium Biosafety Level 3 (BSL3) LIPI di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Namun, mengingat informasi terkait Covid-19 minim, para peneliti sangat hati-hati sehingga membutuhkan waktu dalam pengujiannya.
Terkait penggunaan Si-SUSan ini, pengoperasiannya juga membutuhkan ponsel pintar sebagai remote control dalalm pengoperasian SI-SUSan. Ponsel akan ditanam software untuk pengoperasian alat.
Pada prinsipnya sama, sinar UV bisa membunuh virus. Namun, minimal berapa lama (untuk membunuh SARS-CoV-2 penyebab Covid-19), itu yang belum ada rujukannya.
Perangkat lunak atau software yang juga dibuat sendiri oleh P2ET ini berfungsi menggantikan saklar untuk menghidupkan/mematikan lampu ataupun menyimpan basis data target mikroorganisme yang akan dihilangkan. Basis data ini yang akan jadi dasar untuk menentukan minimal waktu paparan sinar UV yang tiap jenis mikroorganisme memiliki ketahanan masing-masing.
Antara unit dan ponsel terhubung melalui koneksi bluetooth. ”Jadi, kalau mau menghidupkan, tidak pakai saklar. Ini agar tidak ada paparan sinar UV dari alat ke tubuh manusia,” ujarnya.
Seperti halnya sinar UV mampu membunuh virus dan mikroorganisme lain, efek sinar ini bisa berbahaya pada sel-sel manusia. Potensi bahayanya sama seperti sinar UV matahari yang bisa membuat kulit mengalami penuaan dini ataupun kanker.
Dengan prinsip kehati-hatian untuk menghindari dampak serius bagi manusia ini, para peneliti juga menempatkan sensor pada Si-SUSan. Fungsi sensor untuk mematikan lampu secara otomatis ketika seseorang membuka pintu ruangan.
Pada awal perancangan Si-SUSan hingga terbentuk seperti sekarang, Yusuf dan kawan-kawannya membutuhkan waktu tiga pekan. Sebab, para peneliti harus mendesain peranti lunak (software) dan peranti keras (hardware). Bila tinggal menduplikasi desain ini, perakitan hanya membutuhkan waktu beberapa jam.
Pihakya membuka diri bagi masyarakat yang ingin meniru rancangannya ini secara gratis. Masyarakat yang tertarik pun akan diberikan peranti lunak secara gratis pada ponsel android agar bisa mengoperasikan Si-SUSan.
”Kalau untuk kemanusiaan, kami berikan (desain) free, tidak ada urusan hukum. Tinggal kita bikin perjanjian bahwa alat tidak akan dikomersialkan alias bikin sendiri dan pakai sendiri,” tuturnya.
Versi ”hybrid”
Yusuf mengakui, alat ini memiliki kelemahan, yaitu sterilisasi hanya terjadi pada permukaan ruangan yang terkena sinar UV. Pada permukaan bagian-bagian ” gelap” yang luput dari penyinaran, kontaminasi virus masih terjadi.
Untuk mengatasi hal ini, ia dan kawan-kawannya merancang Si-SUSan versi hybrid. Disebut hybrid karena Si-SUSan generasi kedua akan menghasilkan senyawa ozon (O3). Senyawa berupa partikel udara yang juga terdapat pada lapisan udara berkisar 20-35 kilometer dari permukaan bumi ini bisa membunuh mikroorganisme.
Prinsipnya, sinar UV-C memiliki panjang gelombang yang bisa mengubah oksigen (O2) menjadi O3. Dengan teori ini, Si-SUSan akan diberi blower dari tabung berisi O2 sehingga secara otomatis berubah menjadi O3 dan memenuhi ruangan. Harapannya, cara tersebut dapat membunuh virus yang terlewat dari sinar UV.