Perbaiki Pengawasan Protokol Kesehatan
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat belum berhasil menekan penyebaran kasus Covid-19. Berbagai pelanggaran penerapan protokol kesehatan masih terjadi di sejumlah daerah.
JAKARTA, KOMPAS — Upaya menekan penularan Covid-19 melalui pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat dinilai belum efektif karena lemahnya pengawasan. Kasus Covid-19 di Indonesia mendekati satu juta dan penambahan korban jiwa dalam sepekan terakhir menjadi yang tertinggi di Asia.
Sejumlah warga mengaku lelah menjalani pembatasan sosial berkepanjangan di Jakarta dan sekitarnya. Akibatnya, praktik protokol kesehatan sehari-hari untuk mencegah penularan Covid-19 mengendur.
Menurut pantauan Kompas, masih ada warga yang melanggar protokol kesehatan saat masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) diperpanjang, Senin (25/1/2021). Praktik menjaga jarak fisik serta memakai masker kendur pada sebagian kegiatan masyarakat, yakni saat di pasar dan kantor. Selain itu, sejumlah pengendara sepeda motor kerap terlihat tidak bermasker.
Yusuf Sayuti (38), pengendara sepeda motor di Jalan Raya Bogor-Jakarta, mengamati pelanggaran serupa terjadi setiap pagi. Pengawasan di perbatasan kota tidak berdampak bagi pelanggar protokol kesehatan.
”Selama dua minggu PPKM, kami semakin banyak menerima laporan pelanggaran protokol kesehatan. Sebagian laporan yang kami teruskan ke pemerintah daerah tidak ditindaklanjuti,” kata Yemiko Happy, Divisi Pengaduan Warga-Lapor Covid-19, dalam diskusi daring, Senin (25/1/2021).
Baca juga : Robohnya Fasilitas Kesehatan Kita
Menurut Yemiko, dalam dua minggu ini, terdapat 116 laporan warga dan 60 persen di antaranya terkait pelanggaran protokol kesehatan. Sebagian besar pelanggaran terjadi di perkantoran.
”Banyak laporan, karyawan diminta tetap bekera (masuk kantor) dengan mengabaikan aturan PPKM, yaitu 75 persen bekerja di rumah dan 25 persen di kantor. Bahkan, pada 11 Januari, kami menerima laporan kantor di Jakarta tetap masuk 100 persen, karyawan tidak diwajibkan memakai masker dan tidak menjaga jarak,” katanya.
Selama dua minggu PPKM, kami semakin banyak menerima laporan pelanggaran protokol kesehatan.
Contoh lain, laporan yang diterima pada 17 Januari dari Bandung, Jawa Barat, tentang salah satu kantor yang tidak menerapkan bekerja dari rumah. Ketika kemudian ada karyawan yang terkonfirmasi positif Covid-19, juga tidak ditindaklanjuti dengan penelusuran kontak.
Laporan lain berupa pelanggaran keramaian, seperti acara pesta, kerumunan, bahkan pasar malam di sekitar perumahan di Bekasi. Pelanggaran protokol kesehatan di sektor pendidikan juga terjadi, misalnya sekolah tinggi berasrama di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, mengadakan perkuliahan tatap muka dengan kurang memperhatikan protokol kesehatan. Dari Bogor, Jawa Barat, ada pesantren yang melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan mengabaikan protokol kesehatan.
”Sebagian daerah, seperti Jakarta dan Bandung, merespons laporan cukup baik. Namun, banyak daerah lain tidak merespons sama sekali. Bahkan, ada daerah yang tidak memiliki call center Covid-19. Kami melihat bahwa sebagian daerah berupaya menegakkan PPKM. Mereka seharusnya lebih proaktif dan tidak menunggu laporan,” kata Yemiko.
Baca juga : Darurat Covid-19
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, meskipun ada kanal pengaduan, kecepatan respons di sejumlah daerah berbeda-beda. ”Seharusnya, semua bentuk pelaporan pelanggaran ini ditindaklanjuti, tetapi ada keterbatasan sumber daya,” ujarnya.
Meningkatkan surveilans
Selain terkait pelanggaran PPKM, menurut Yemiko, banyak warga juga mengeluhkan kesulitan mendapatkan pemeriksaan Covid-19 dan waktu tunggu yang hingga seminggu lebih. Masalah lain ialah lemahnya penelusuran kontak dan lambatnya respons dari puskemas setempat.
Nadia mengakui, sekalipun sudah ada upaya peningkatan, pemeriksaan Covid-19 dengan metode reaksi rantai polimerase (PCR) masih menjadi kendala besar. ”Kita sudah memakai beberapa jenis mesin, di antaranya yang sebelumnya untuk TBC dan HIV AIDS dialihkan untuk Covid-19. Namun, ada keterbatasan reagen dari produsennya karena ada kuota untuk tiap negara,” ujarnya.
Untuk menutupi kekurangan tes PCR, lanjut Nadia, pemerintah akan segera menggunakan tes cepat antigen. ”Tes antigen ini hampir menyamai PCR sehingga diharapkan mengurangi hambatan dalam pemeriksaan. Ke depan, tes antigen ini bisa dilakukan di puseskesmas,” ujarnya.
Dengan keterbatasan pemeriksaan saat ini, jumlah kasus di Indonsias terus meningkat tinggi. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 999.256 dan kematian terkonfirmasi positif 28.132 orang.
Baca juga : PPKM Belum Bisa Atasi Covid-19
Tingginya tingkat penularan Covid-19 di Indonesia ditandai rasio tes positif yang mencapai 27,8 persen, sepekan terakhir. Tingginya rasio tes positif ini juga menandai kurangnya jumlah pemeriksaan. Pemodelan epidemiologi oleh Imperial College London memperkirakan, penambahan kasus di Indonesia mencapai 122.176 kasus per hari.
Sementara itu, laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan, Indonesia termasuk negara yang mengalami penambahan kasus dan jumlah tinggi dibandingkan tren global.
Bahkan, penambahan kematian di Indonesia dalam sepekan terakhir merupakan yang tertinggi di Asia, mengalahkan India yang memiliki jumlah kasus lebih tinggi. Secara global, total kematian di Indonesia ini berada di urutan ke-12 tertinggi di dunia.
Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Asfinawati mengatakan, kita perlu kepemimpinan pemerintah pusat dalam melaksanakan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. ”Masalahnya, kini, penanganan pandemi diserahkan kepada daerah tanpa ada kontrol,” ucapnya.
Sementara itu, kondisi fasilitas pelayanan Covid-19 yang kolaps menyebabkan pasien tidak tertangani dengan baik. Peningkatan kapasitas layanan kesehatan kian mendesak dengan keterbukaan data ketersediaan tempat tidur serta sarana penunjang lainnya.
Di lain sisi, pembatasan sosial yang amat ketat harus dilakukan untuk menekan laju penularan kasus di masyarakat. Sejak akhir Desember 2020 hingga 21 Januari 2021, LaporCovid-19 mendapatkan 34 laporan kasus pasien yang ditolak rumah sakit karena penuh.
”Kami juga menerima laporan pasien yang meninggal di perjalanan, termasuk di transportasi umum, di rumah, di unit gawat darurat, dan di puskesmas, karena kesulitan mendapat perawatan intensif,” ujar Irma Hidayana dari LaporCovid-19. (DIV/TAN)