Terus Menghangat, Keanekaragaman Hayati Laut Mediterania Timur Kolaps
Peneliti dari Universitas Vienna di Austria menemukan keragaman hayati moluska asli Laut Mediterania sudah kolaps. Penghangatan laut akibat perubahan iklim membuat ekosistem setempat kini didominasi spesies tropis.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
Garis pantai Israel adalah salah satu daerah terhangat di Laut Mediterania. Di sini, sebagian besar spesies laut telah lama berada di batas toleransi terhadap suhu tinggi. Namun, saat ini mereka sudah melampaui batas tersebut. Pemanasan global telah menyebabkan peningkatan suhu laut melebihi suhu yang dapat dipertahankan spesies Mediterania. Akibatnya, banyak dari mereka punah secara lokal.
Pendapat itu dihasilkan setelah tim peneliti yang dipimpin Paolo Albano dari Universitas Vienna menghitung kepunahan lokal pada moluska laut, kelompok hewan invertebrata yang mencakup siput dan kerang. Para peneliti secara menyeluruh menyurvei garis pantai Israel dan merekonstruksi keanekaragaman spesies historis menggunakan akumulasi cangkang kosong di dasar laut.
Mereka menjumpai habitat dangkal di kedalaman penyelaman menggunakan tabung scuba paling terpengaruh. Sebagai gambaran, kedalaman penyelaman biasanya maksimal 30-40 meter serta cahaya matahari masih bisa masuk di kolom air dan tertangkap relatif baik oleh mata penyelam.
Spesies yang paling umum hilang, sedangkan spesies tropis ada di mana-mana.
Dalam situs Universitas Vienna, 6 Januari 2021 disebutkan, pada kedalaman penyelaman itu, para peneliti tidak dapat menemukan individu hidup hingga 95 persen dari spesies yang cangkangnya ditemukan di sedimen. Studi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar kehilangan ini terjadi baru-baru ini, mungkin hanya dalam beberapa dekade terakhir.
Selain itu, sebagian besar spesies yang masih hidup tidak dapat tumbuh cukup untuk berkembang biak. ”Tanda yang jelas bahwa kehancuran keanekaragaman hayati akan terus berlanjut,” kata Albano yang berasal dari Institut Paleontologi Universitas Vienna.
Sebaliknya, spesies tropis yang masuk dari Terusan Suez tumbuh subur. Perairan hangat di Mediterania Timur merupakan habitat yang sangat cocok untuk mereka. Memang, spesies itu datang dalam populasi besar dan individu mereka sepenuhnya cocok untuk bereproduksi di lingkungan hangat itu.
”Bagi siapa pun yang terbiasa snorkeling atau menyelam di Mediterania,” jelas peneliti, ”skenario (pemandangan) bawah air di Israel tidak dapat dikenali. Spesies yang paling umum hilang, sedangkan spesies tropis ada di mana-mana.”
Perspektif masa depan Mediterania pun dinilai tidak bagus. Laut diprediksi akan terus menghangat seiring krisis perubahan iklim, bahkan jika kita menghentikan emisi karbon dioksida hari ini.
Ini karena emisi karbon dioksida terakumulasi lama di atmosfer yang menyebabkan penurunan emisi sekarang pun dampaknya baru bisa dirasakan bertahun-tahun mendatang. Seiring penantian dampak tersebut, penghangatan masih terjadi dan memengaruhi kehidupan laut dan kehidupan darat, termasuk manusia.
Dengan demikian, keruntuhan keanekaragaman hayati kemungkinan akan terus menyebar. Ini mungkin sudah terjadi di daerah Mediterania timur lainnya yang belum disurvei serta akan meluas ke barat dan meningkat. Hanya organisme intertidal, yang sampai batas tertentu telah beradaptasi dengan suhu ekstrem, dan habitat di perairan yang lebih dalam, di mana suhunya sangat rendah, akan terus bertahan setidaknya untuk beberapa waktu.
”Tapi, masa depan suram kecuali kita segera bertindak untuk mengurangi emisi karbon dan melindungi habitat laut dari tekanan lain yang berkontribusi pada hilangnya keanekaragaman hayati,” kata Paolo Albano. ”Perubahan yang telah terjadi di daerah terhangat di Mediterania mungkin tidak dapat dibalik, tetapi kita dapat menyelamatkan sebagian besar dari sisa di area cekungan (basin),” ujarnya.
Secara metodologis, penelitian ini juga menarik karena karakter interdisiplinernya. ”Hasil ini berasal dari kerja sama para ilmuwan dengan latar belakang yang sangat berbeda. Khususnya, kerja sama antara ahli ekologi dan paleontologi memberikan pandangan baru yang unik tentang bagaimana umat manusia memengaruhi keanekaragaman hayati,” kata Martin Zuschin, Kepala Departemen Paleontologi dan salah satu penulis penelitian.
Hasil riset mereka ini dipublikasikan di Publication in Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences.