Sejak 1 Januari-28 Desember 2020, Indonesia mengalami 2.925 bencana alam. Mitigasi dan edukasi kebencanaan bagi semua pihak diperlukan untuk meminimalkan dampaknya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bencana alam masih berpotensi terjadi tahun depan mengingat Indonesia memiliki banyak gunung api aktif dan patahan lempeng yang tersebar di hampir seluruh wilayahnya. Demikian pula dengan bencana hidrometeorologi akibat berkurangnya daya dukung lingkungan serta dampak perubahan iklim.
Penguatan mitigasi dan edukasi kebencanaan mutlak terus dikerjakan untuk mengurangi dampak. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, Indonesia merupakan satu dari 35 negara dengan risiko ancaman bencana tertinggi di dunia. Hal ini tidak terlepas dari kondisi Indonesia yang memiliki 500 gunung api dan 127 di antaranya merupakan gunung api aktif.
”Kita memiliki hampir 300 patahan lempeng yang tersebar di hampir seluruh wilayah nasional terutama di pantai barat Sumatera, Jawa, Sulawesi, dan Indonesia bagian timur sampai Papua. Kita berada pada tiga pertemuan subduksi yang sangat berpotensi gempa dan tsunami yang bersifat berulang ratusan, bahkan ribuan tahun,” ujarnya dalam webinar bertajuk ”Kaleidoskop Kebencanaan 2020 dan Prediksi Fenomena serta Potensi Bencana Tahun 2021”, Selasa (29/12/2020).
Selain itu, Indonesia juga dihadapkan pada dua musim, yakni kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau terjadi kebakaran hutan dan lahan serta kekurangan air di sejumlah tempat. Pada musim hujan, terjadi banjir bandang dan tanah longsor. Sementara pada pergantian musim sering diikuti angin puting beliung dan abrasi pantai.
Berdasarkan data BNPB sejak 1 Januari-28 Desember 2020, Indonesia mengalami 2.925 bencana alam. Jenis bencana yang paling sering terjadi adalah banjir dengan 1.065 kejadian, disusul puting beliung (873) dan tanah longsor (572). Dari sebaran lokasinya, kejadian bencana terbanyak ada di Jawa Barat (615), Jawa Tengah (519), Jawa Timur (398), Aceh (264), dan Sulawesi Selatan (121).
Guna mengurangi dampak buruk bencana ini, Doni pun menegaskan pentingnya upaya pencegahan dan peningkatan kesiapsiagaan. Ini juga bertujuan membangun ketangguhan masyarakat secara personal, keluarga, dan komunitas.
Doni juga menyebut bahwa pakar dan peneliti saat ini telah menyusun strategi jangka pendek, menengah, ataupun panjang untuk meminimalkan dampak dari setiap bencana. Namun, ini memerlukan dukungan kebijakan di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa/kelurahan untuk menjaga keseimbangan ekosistem terutama masyarakat di wilayah daerah aliran sungai.
Gempa bumi
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengemukakan, menurut data seismisitas sepanjang tahun 2020, Indonesia tercatat mengalami gempa sebanyak 8.264 kali. Jumlah ini mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun 2019 yang terjadi 11.515 kali gempa.
Kekuatan gempa di atas 5 Magnitudo tercatat 244 kali dan di bawah 5 M sebanyak 8.020 kali. Adapun wilayah yang sangat aktif terjadi gempa adalah barat Aceh, Bali-Lombok-Sumbawa-Sumba, Sulawesi Tengah-Gorontalo, Maluku Utara, dan Seram.
Selain itu, tercatat juga 11 gempa merusak pada tahun 2020 di antaranya terjadi di Simeulue (M 6,1), Seram Utara (M 5,4), Sukabumi (M 5,1), Tapanuli Selatan (M 5,1), Pangandaran (M 5,6), dan Brebes-Kuningan (M 4,2). Meski kekuatannya tidak terlalu tinggi, gempa tersebut cukup merusak karena diakibatkan oleh sesar aktif dengan kedalaman dangkal.
Menurut Daryono, tahun 2021 wilayah Indonesia masih tetap aktif terjadi gempa karena rata-rata terjadi 6.000 kali gempa dalam satu tahun. Hal ini tidak terlepas dari banyaknya sumber gempa di Indonesia, yakni 13 segmen megathrust dan lebih dari 295 segmen sesar aktif.
Membangun rumah tahan gempa di daerah rawan adalah solusi utama dalam mengurangi bahaya dan risiko gempa. (Daryono)
”Kita harus selalu mewaspadai gempa bumi karena berdasarkan catatan katalog, gempa merusak tidak harus berkekuatan besar di atas 6 Magnitudo, tetapi gempa dangkal berkekuatan 4 sampai 5 juga dapat merusak. Sebagai upaya mitigasi, membangun rumah tahan gempa di daerah rawan adalah solusi utama dalam mengurangi bahaya dan risiko gempa,” tuturnya.
Aktivitas gunung api
Sementara terkait dengan aktivitas gunung api, Kepala Bidang Migitasi Gunungapi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan menyatakan, sepanjang 2020 terdapat 20 gunung api dengan level aktivitas di atas normal. Sebanyak 7 gunung api tersebut berlokasi di Sumatera-Jawa dan 13 gunung api di Bali-NTB-NTT-Sulawesi Utara-Maluku.
Hingga 29 Desember 2020, status gunung api yang berada di level III atau siaga adalah Gunung Sinabung (Sumatera Utara), Karangetang (Sulawesi Utara), Merapi (Jateng-DIY), dan Ile Lewotolo (NTT). Sementara 16 gunung yang berada di level II atau waspada adalah Anak Karakatau, Banda Api, Bromo, Dukono, Gamalama, Gamkonara, Ibu, Kerinci, Lokon, Marapi, Rinjani, Rokatenda, Sangeangapi, Semeru, Slamet, dan Soputan.
Pada 2021, PVMBG akan terus melakukan upaya mitigasi gunung api dengan penelitian, pemetaan geologi dan kawasan rawan bencana, serta peringatan dini. ”Secara umum program mitigasi dari tahun ke tahun hampir sama, hanya saja kami coba mengembangkan pemenuhan kelengkapan peralatan di beberapa gunung pada tahun 2021,” katanya.