Layanan Kesehatan Terancam Kolaps
Kapasitas layanan kesehatan di sejumlah daerah perlu ditingkatkan guna mengantisipasi terus melonjaknya pasien Covid-19. Namun, tanpa menekan penularan, layanan bisa kolaps.
JAKARTA, KOMPAS—Penambahan kasus baru Covid-19 kembali mencapai rekor tertinggi, demikian juga dengan angka kematian. Jumlah pasien yang membutuhkan perawatan terus membengkak dan memenuhi rumah sakit. Tanpa menekan kasus penularan, layanan kesehatan bisa kolaps.
Laporan Satuan Tugas Penanganan Covid-19, jumlah kasus baru Covid-19 bertambah 6.267 orang pada Minggu (29/11/2020) sehingga total menjadi 534.266 kasus, sedangkan korban jiwa bertambah 169 orang sehingga total menjadi 16.815 orang.
Penambahan kasus harian ini merupakan yang tertinggi sejak penemuan kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada awal Maret 2020. Jumlah korban jiwa sama dengan yang terjadi pada Jumat (27/11), yang merupakan rekor tertinggi.
Penambahan kasus baru ini didapatkan dari pemeriksaan terhadap 31.021 orang, sehingga angka rasio positif sebesar 20,2 persen. Ini berarti dari 5 orang yang diperiksa, terdapat satu kasus positif.
Rasio positif ini melebihi rata-rata sepekan terakhir 15,1 persen dan jumlah total kasus per jumlah orang yang diperiksa 14,1 persen. Rasio positif ini jauh melampui ambang maksimal yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 5 persen. Ini menandai tingginya tingkat penularan di komunitas dan kurangnya kapasitas tes.
Penambahan kasus harian tertinggi terjadi di Jawa Tengah yang mencapai 2036 kasus baru sehingga total menjadi 52.961 kasus. dan tambahan 73 korban jiwa sehingga total menjadi 2.340 orang.
Bahkan, data yang dirilis Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mencatat, jumlah total kasus di daerah ini 54.758 kasus dan korban jiwa 3.636 orang sehingga tingkat mortalitasnya 6,6 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan tingkat mortalitas di Jawa Timur 7,1 persen, yang merupakan tertinggi di Indonesia. Lonjakan jumlah pasien Covid-19 pun terjadi di Sulawesi Utara, ditandai dengan panjangnya antrean pasien yang butuh alat bantu napas.
Baca juga Lonjakan Kasus Covid-19 di Jateng Belum Berhenti, Sejumlah RS Penuh
Sementara itu, Sofwan Erce, asisten pribadi Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siroj, mengatakan, Said dinyatakan positif Covid-19 dan saat ini dirawat di RS di Jakarta. Hasil positif Covid-19 diketahui saat Said menjalani uji usap (PCR) rutin dua pekan sekali. Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria juga mengumumkan dirinya positif Covid-19.
"Situasi saat ini kembali gawat, bahkan seperti lebih gawat dibandingkan bulan-bulan lalu karena tren lonjakan pasien terjadi merata juga di daerah-daerah. Rumah sakit hampir penuh, sementara pasien terus bertambah," kata Ketua Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Adib Khumaidi.
Situasi saat ini kembali gawat, bahkan seperti lebih gawat dibandingkan bulan-bulan lalu karena tren lonjakan pasien terjadi merata juga di daerah-daerah.
Laporan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Kesehatan (Kemkes) pada Minggu menyebutkan, grafik rasio pemanfaatan tempat tidur isolasi dan unit perawatan intensif atau intensive care unit (ICU) Covid-19 di rumah sakit di Indonesia mencapai 56,74 persen.
Namun sejumlah daerah sudah melebihi ambang okupansi atau keterisian 60 persen, seperti disarankan WHO, yaitu Jawa Barat 76 persen, Jawa Tengah 74 persen, Yogyakarta 73 persen, Banten 70 persen, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 63 persen, Jawa Timur dan Lampung masing-masing 60 persen.
Menurut Adib, situasi yang ditemui di lapangan lebih gawat. "Beberapa hari terakhir kami saja sudah kesulitan mencari tempat tidur untuk sejawat dokter yang sakit. Harus menunggu dulu ada yang meninggal atau keluar rumah sakit, baru bisa dapat tempat perawatan," katanya.
Lonjakan penambahan kasus dan jumlah pasien yang membutuhkan perarawatan ini mulai terjadi setelah libur panjang dan cuti bersama pada akhir Oktober 2020.
Menurut data Pusdatin Kemenkes, pada tanggal 5 November 2020 tingkat keterisian pasien di rumah sakit darurat Covid-19 di Indonesia hanya 32,9 persen. Namun, mulai 6 November 2020 atau seminggu setelah liburan terus terjadi kenaikan pasien, hingga mencapai 76,16 persen pada 28 November 2020.
Baca juga Penambahan Covid-19 Kian Tinggi, Antisipasi Kemampuan Layanan Rumah Sakit
Tri Maharani, dokter emergensi yang juga tim relawan Laporcovid-19 yang membantu mencarikan perawatan untuk pasien mengatakan,"Rata-rata pasien harus menunggu 10 - 24 jam untuk mendapatkan tempat perawatan, dan biasanya harus menghubungi 30 - 57 rumah sakit."
Untuk memudahkan masyarakat, Tri menyarankan agar tiap daerah memberikan informasi yang mudah diakses warga mengenai ketersediaan ICU mereka secara waktu nyata. "Sekalipun daerah sudah ada sambungan darurat, tetapi seringkali tidak merespons sehingga pasien harus mencari sendiri rumah sakit yang masih kosong. Ini bisa menyebabkan keterlambatan penanganan, terutama yang butuk perawatan segera," tuturnya.
Langkah darurat
Epidemiolog Universitas Padjajaran Panji Fortuna Hadisoemarto mengatakan, diperlukan langkah-langkah segera untuk menghindari ambruknya layanan kesehatan, yang bisa berdampak terhadap pasien Covid-19 maupun pasien lain yang membutuhkan layanan segera.
" Untuk jangka pendek harus segera menambah kapasitas tempat perawatan dan ruang isolasi Covid-19. Selain itu, harus ada pemindahan pasien-pasien dengan gejala ringan ke tempat isolasi darurat guna memberi tempat rumah sakit untuuk yang kondisinya gawat," ujarnya.
Selain ketersediaan tempat perawatan, menurut Adib, yang juga harus dipersiapkan adalah ketersediaan ventilator dan obat-obatan. "Kunci untuk menyelamatkan pasien Covid-19 ini adalah perawatan dini dengan dukungan peralatan obat-obatan. Salah satu obat yang dibutuhkan misalnya actempra, ini untuk mediator inflamasi dan menghambat badai sitokin. Kemaren sejawat kami, dokter meninggal karena tidak mendapatkan obat-obatan ini," ungkapnya.
Baca juga Perketat Kembali Pembatasan Sosial
Sejumlah rumah sakit, seperti RS Umum Pusat Cipto Mangunkusumo dan RS Persahabatan memiliki fasilitas dan dukungan perawatan lebih lengkap, termasuk untuk mendeteksi dini risiko terjadi badai sitokin yang menelan banyak korban jiwa pasien Covid-19. Akan tetapi, banyak rumah sakit lain belum memilikinya.
Masalah lain meliputi ketersediaan sumber daya manusia, terutama dalam hal ini tenaga kesehatan. "Jika tempat tidur bisa ditambah, tetapi tenaga kesehatan akan sulit ditambah, terutama yang siap merawat pasien Covid-19. Padahal, banyak yang sudah burnout (lelah mental)," katanya.
Berdasarkan data terbaru dari IDI, hingga kini ada 184 dokter yang meninggal dunia karena Covid-19. (Sabtu, 28/11/2020) ada tambahan data empat dokter lagi yang meninggal dunia. Sementara pendataan di Pusara Digital Laporcovid-19 menunjukkan, jumlah total nakes yang meninggal 384 orang atau 2,28 persen.
Namun, penambahan tempat perawatan ini tidak akan pernah cukup kalau penambahan kasus tidak berkurang. "Kalau mobilitas penduduk seperti saat ini, kasus akan terus melonjak dan itu pasti tidak akan bisa dikejar penambahan layanan kesehatan. Dampaknya risiko kematian meningkat," kata Panji.
Selain dampak liburan panjang, mobilitas menjelang pemilihan kepala daerah dinilai berkontribusi menyumbang penyebaran kasus Covid-19 ke berbagai daerah. Selain itu, masyarakat juga mulai lelah dengan inkonsistensi. kebijakan.
"Satu sisi situasi Covid-19 makin buruk, tetapi narasi yang selalu disampaikan masih terkendali dan angka kesembuhan tinggi. Kondisi rumah sakit yang hampir kolaps ini harusnya diketahui masyarakat agar lebih hati-hati," ujarnya.
Panji mengatakan, pemerintah daerah harus lebih berani mengambil keputusan berdasarkan data-data epidemilogi. "Seharusnya dalam situasi seperti ini, ketika rumah sakit hampir kolaps, pemerintah daerah berani memutuskan kembali pembatasan sosial secara lebih ketat," tuturnya.
Proses hukum
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik HAM Mahfud MD mengingatkan agar masyarakat menerapkan protokol kesehatan, termasuk sukarela mau untuk dites, ditelusuri kontak erat, serta bersedia menjalani perawatan jika positif.
"Pelaksanaan 3T, yaitu testing, tracing, dan treatmen disamping melakukan pencegahan melalui 3M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan adalah tindakan kemanusiaan dan non-diskriminatif sehingga siapapun wajib mendukungnya," kata Mahfud, dalam siaran pers daring.
Mahfud menegaskan, semua lapisan masyarakat harus kooperatif dalam penanganan covid-19. Termasuk bersedia mengikuti tahapan 3 T. Hasil pelaksanaan 3T bukan untuk disebarluaskan ke publik, tapi dipakai petugas kesehatan untuk kepentingan menangani kasus.
" Pemerintah akan melakukan langkah dan tindakan tegas bagi siapa pun yang melanggar ketentuan yang membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat. Terkait dengan itu, pemerintah juga menegaskan akan terus dilakukan proses hukum sesuai hukum yang berlaku demi kebaikan bersama," ungkapnya.
Berdasarkan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, ada ketentuan hak pasien untuk meminta agar catatan kesehatannya tidak dibuka atau dilindungi. Namun, ada ketentuan khusus dalam keadaan tertentu menurut UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kesehatan dan UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, maka catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan-alasan tertentu. (OKA/JOG/GAL)