Menggugah Gairah Inovasi Anak Bangsa
Inovasi dan penghargaan pada riset merupakan kunci dasar keberhasilan kemajuan bangsa. Bagaimana hal ini dilakukan dan bahkan ditingkatkan di masa pandemi, berikut wawancara khusus dengan Bambang PS Brodjonegoro.
Pandemi Covid-19 yang pada Jumat (13/11/2020) mencapai penambahan 5.444 kasus sehingga total mencapai 457.735 kasus kian menyadarkan Indonesia agar tidak terus-menerus bergantung kepada negara lain. Ketika seluruh dunia memiliki kepentingan sama, misalnya ventilator dan alat pelindung diri, negara kita kalang kabut untuk memenuhi kebutuhan itu.
Kemandirian bangsa akan akses kebutuhan dasar masyarakat tidak bisa ditawar. Percepatan inovasi melalui kolaborasi lintas sektor mutlak diperlukan. Bagaimana cara mewujudkannya?
Berikut petikan wawancara Kompas dengan Menteri Riset dan Teknologi/ Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro secara virtual, Kamis (12/11/2020).
Bagaimana capaian di bidang riset dan teknologi dalam satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin?
Di masa satu tahun Kabinet Indonesia Maju ini, paling tidak kami melihat ada gairah untuk melakukan inovasi. Banyak inovasi justru muncul karena pandemi Covid-19. Semua orang pun terlihat ingin memberikan solusi melalui inovasi untuk menyelesaikan persoalan bangsa. Pandemi ini juga menunjukkan bahwa para ilmuwan dan peneliti di Indonesia sanggup memenuhi target inovasi dalam waktu singkat. Hubungan antara peneliti dan industri pun semakin baik.
Pandemi ini disebut membuat terjadi percepatan inovasi yang luar biasa. Bagaimana kondisi di Indonesia?
Kalau dalam konteks inovasi di Indonesia, pandemi ini seperti menciptakan miracle tersendiri. Sebenarnya sebelumnya sudah ada banyak ide inovasi yang muncul dari para peneliti dan perekayasa kita.
Namun, ada dua isu yang kadang-kadang membuat ide mereka tidak terdengar atau proses pengembangannya mandek. Pertama, karena produk yang dihasilkan tidak sampai ke pasar sehingga hanya berhenti sampai prototipe.
Kedua adalah karena yang mereka (peneliti) lakukan tidak terdengar dan tidak mendapatkan perhatian. Jadi, tidak mungkin bisa masuk ke industri. Inilah yang mengakibatkan konsep triple helix antara peneliti, pemerintah, dan industri tidak terjadi.
Di era pandemi ini, persoalan tersebut justru teratasi. Lewat adanya konsorsium riset dan inovasi Covid-19, semua pihak bisa ditemukan di satu tempat. Hasil penelitian pun lebih cepat keluar dan seragam. Nyatanya, ventilator yang selama ini tidak diproduksi di dalam negeri bisa dihasilkan dalam waktu yang relatif cepat.
Kita selama ini masih berpikir kalau ada apa-apa dan kurang, ya, impor saja. Terus terang pemahaman seperti ini masih ditemukan pada mentalitas bangsa kita.
Namun, ketika unsur kesehatan saja, yang 90 persen alat kesehatan dan 95 persen bahan baku obat masih diimpor, artinya Indonesia sangat bergantung pada bidang keseahatan. Ini sangat berbahaya.
Karena itu, konsep triple helix untuk membuat ketergantungan impor bisa dikurangi perlu diperkuat. Presiden pun menegaskan, jika sudah ada produk substitusi dari impor, jumlah impor perlu dikurangi, bahkan dihentikan.
Apakah fokus inovasi saat ini hanya terkait Covid-19?
Tentunya tidak semua inovasi terkait Covid-19. Setidaknya ada dua fokus inovasi yang berjalan, yakni inovasi berdasarkan prioritas riset nasional (PRN) dan inovasi yang sifatnya situasional, seperti terkait Covid-19 saat ini. Contoh dari prioritas riset nasional adalah katalis Merah Putih yang dapat mengubah minyak inti sawit jadi bahan bakar nabati. Sementara yang terkait Covid-19 seperti ventilator, imunomodulator, dan juga vaksin Covid-19.
Terkait pengembangan vaksin Merah Putih untuk Covid-19, bagaimana status pengembangannya?
Vaksin Merah Putih ini dapat didefinisikan sebagai vaksin yang bibitnya diteliti dan dikembangkan di Indonesia dengan menggunakan isolasi virus yang bertransmisi di Indonesia dan juga dilakukan oleh orang Indonesia. Selain itu, produksinya pun dilakukan oleh pabrik di Indonesia.
Sekarang sudah ada enam pengembang vaksin di Indonesia, yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga. Sekarang sudah ada enam pengembang vaksin di Indonesia. Dari enam ini ada tiga yang paling cepat, yakni Lembaga (Biologi Molekuler) Eijkman, UI, dan Universitas Airlangga.
Ketiganya diperkirakan pada triwulan pertama tahun 2021 sudah mulai bisa dilakukan pengalihan dari bibit vaksin ke pabrik atau produsen. Kemudian pada triwulan keempat tahun 2021 sudah bisa dilakukan vaksinasi.
Saat ini, produsen yang ditunjuk adalah PT Bio Farma yang akan didukung oleh lima perusahaan swasta, antara lain Kalbe Farma, Sanbe Farma, Daewoong Infion, Biotis, dan Tempo Scan. Keterlibatan swasta ini diperlukan untuk mendukung pemenuhan jumlah vaksin untuk mencapai herd immunity yang diperkirakan memerlukan sekitar 360 juta dosis untuk 180 juta orang.
Vaksin Merah Putih ini juga akan digunakan untuk mempersiapkan kebutuhan vaksinasi ulang ataupun booster. Teknis pemberiannya belum dipastikan, namun mungkin akan diberikan untuk prioritas daerah yang masih masuk dalam zona merah yang kasus penularannya tinggi.
Apakah dengan adanya mutasi virus dapat mengganggu proses pengembangan vaksin Merah Putih?
Mengenai mutasi memang betul sudah ditemukan dengan nama D614G. Sejauh ini belum ada bukti bahwa virus ini lebih cepat menular dan menimbulkan keparahan dari orang yang terinfeksi. Selain itu juga, mutasi ini tidak mengganggu pengembangan vaksin yang sedang berjalan karena mutasi ini tidak mengganggu fungsi dan struktur dari receptor binding domain (domain pengingat reseptor) dari virus.
Virus penyebab Covid-19 ini juga bisa menjadi endemik. Namun, jika semua orang bisa mendapatkan vaksinasi, seharusnya penularan bisa ditekan karena virus ini tidak lagi memiliki host (inang), yakni manusia. Di lain sisi, jika memang virus ini bisa menetap di hewan, kemudian menjadi zoonosis, itu bisa kembali menyebabkan penularan ke manusia apabila daya tahan tubuh untuk melawan virus ini menurun.
Bagaimana menjamin keamanan hasil produk inovasi?
Seluruh inovasi yang dilakukan tentu berdasarkan kajian dan standar keamanan yang berlaku. Semua prosedur penelitian tetap dilakukan, misalnya dalam pengembangan ventilator tetap diajukan ke BPFK (Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan). Kemudian untuk imunomodulator atau suplemen yang spesifik untuk Covid-19 juga tetap diuji oleh Badan POM (Pengawas Obat dan Makanan). Seluruh prosedur yang dibutuhkan tidak ada yang dipangkas, melainkan dipercepat. Jadi, meskipun prosesnya lebih cepat, tidak akan mengorbankan keamanan dan efikasinya.
Bagaimana peta jalan pengembangan inovasi ke depan?
Kita tetap mengikuti rencana induk nasional sampai 2045. Kemudian kita terjemahkan dalam jangka waktu lima tahun. Dalam lima tahun ini ada sembilan bidang utama yang menjadi fokus dalam pengembangan riset, seperti di bidang pangan, energi, dan kesehatan. Dari sembilan bidang itu ada 49 produk yang akan dihasilkan.
Bagaimana memastikan keberlanjutan pembiayaan untuk inovasi dan riset di Indonesia?
Pertama, dengan menambah anggaran pemerintah. Namun, dalam kondisi sekarang, tentu kita tidak bisa meminta tambahan anggaran kecuali yang terkait vaksin. Kedua, dengan mengefektifkan dana abadi. Setidaknya untuk tahun 2020 ada sekitar Rp 5 triliun yang bisa dimanfaatkan, sementara pada 2021 ada Rp 3 triliun.
Ketiga, dengan melibatkan peran swasta dalam bidang research and development (penelitian dan pengembangan). Dana riset di Indonesia tergolong kecil, itu pun hampir 85 persen berasal dari pemerintah. Sementara pemerintah daerah sekitar 3 persen, perguruan tinggi 5 persen, dan swasta hanya 4 persen. Jika dibandingkan dengan Korea Selatan, pemerintah hanya menyumbang sekitar 20 persen dan 77 persen berasal dari swasta.
Untuk mendorong ini, pemerintah sudah menerbitkan aturan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153 Tahun 2020 tentang super tax deduction sampai dengan 300 persen.
Bagaimana pelaksanaan Inovasi Indonesia Expo tahun 2020 (10-13 November 2020)?
Inovasi Indonesia Expo merupakan kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Kemenristek sebagai bagian dari rangkaian Hari Kebangkitan Teknologi Nasional yang diperingati setiap 10 Agustus. Pada akhir acara biasanya akan ditutup dengan pameran.
Tahun ini kita lakukan re-branding dari yang semula bernama Ritech Expo menjadi Inovasi Indonesia Expo. Idenya, agar kegiatan ini benar-benar menunjukkan apa saja yang menjadi inovasi bangsa Indonesia.
Berbeda dengan tahun sebelumnya, kegiatan pada kali ini dilakukan secara virtual. Harapannya, ini juga dapat menjadi titik tolak dari inovasi di bidang digital. Pameran virtual ini juga bisa menjadi suatu tren untuk selanjutnya supaya ada lebih banyak orang yang bisa melihat pameran tanpa harus hadir secara fisik.
Pameran ini juga untuk memotivasi semangat peneliti dan perekayasa serta masyarakat Indonesia secara umum untuk lebih berinovasi. Pameran ini juga sekaligus menjadi salah satu cara untuk menyadarkan lebih banyak masyarakat untuk berinovasi.
Setidaknya ada beberapa rangkaian acara. Selain pameran, ada juga bincang langsung dengan peneliti dan inovator, tur visual ke laboratorium penelitian (seperti kunjungan reaktor nuklir), klinik virtual yang menjadi ajang konsultasi bagi para peneliti terkait standardisasi, serta lomba kreativitas untuk masyarakat. Intinya, kita ingin pameran ini bisa menjangkau seluruh stakeholder dalam pengembangan inovasi di Indonesia. (HARRY SUSILO/ICHWAN SUSANTO/EVY RACHMAWATI)