Penyediaan vaksin harus dijamin dari sisi keamanan dan efikasi. Hal ini penting untuk menghindari permasalahan baru yang berpotensi muncul dari vaksin yang tidak terjamin keamanannya.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan vaksin dibutuhkan untuk mengatasi pandemi Covid-19. Namun, penanganan pandemi tidak hanya sebatas mengandalkan vaksin, diperlukan pula gerakan inklusif bersama dari semua pihak, termasuk masyarakat.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Kompas Talks secara daring, Sabtu (24/10/2020). Hadir sebagai narasumber dalam acara yang bekerja sama dengan Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) tersebut, antara lain, Ketua Satuan Tugas Pemulihan Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin; pakar virologi UGM, Saifudin Hakim; dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Budi menyampaikan, pemerintah melakukan upaya penanganan Covid-19 berdasarkan empat kerangka strategi dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), yakni diagnostik, terapeutik, pemberian vaksin, dan perbaikan infrastruktur layanan kesehatan. Semua langkah tersebut terus dilakukan pemerintah, termasuk mendatangkan vaksin dari para produsen di sejumlah negara.
Budi menyatakan, pemerintah menetapkan langkah obyektif untuk mendatangkan vaksin dengan jumlah banyak dan periode waktu yang cepat, tetapi tetap memenuhi standar dari WHO. Vaksin dari sejumlah negara tersebut didatangkan dengan skema multilateral melalui Dewan Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) dan skema bilateral lewat komunikasi langsung dengan produsen vaksin.
Menurut Budi, dari empat platform, saat ini Indonesia baru bisa membuat vaksin dengan dua platform, yakni berbasis virus atau patogen yang dilemahkan dan berbasis unit protein. Sementara dua platform lainnya yang lebih modern adalah menggunakan rekayasa genetik dan penggunaan materi genetik seperti DNA maupun RNA.
Tidak mungkin pemerintah melakukan ini sendiri. Pendekatan ini tidak bisa dilakukan sebatas program pemerintah dan harus melalui gerakan bersama. Pendekatan ini tidak bisa eksklusif, tetapi harus inklusif. Pendekatan ini juga tidak bisa by otority dan harus by influence. (Budi Gunadi Sadikin)
”Tidak mungkin pemerintah melakukan ini sendiri. Pendekatan ini tidak bisa dilakukan sebatas program pemerintah dan harus melalui gerakan bersama. Pendekatan ini tidak bisa eksklusif, tetapi harus inklusif. Pendekatan ini juga tidak bisa by otority dan harus by influence,” katanya.
Ganjar mengemukakan, dalam menetapkan strategi penanggulangan Covid-19 di wilayahnya, terlebih dahulu pemerintah provinsi Jawa Tengah menghitung dampak dari penularan virus ini. Anggaran menjadi komponen terpenting untuk menangani dampak Covid-19 dari sisi kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Namun, dari pemodelan dan penghitungan tersebut, Ganjar menyimpulkan bahwa anggaran yang dimiliki pemprov dan pusat tidak akan cukup untuk menutup dampak Covid-19 yang belum dapat dipastikan kapan akan berakhir. Pemprov Jateng kemudian menerapkan kebijakan yang melibatkan masyarakat langsung untuk mengiringi kebijakan insentif dari pemprov dan pusat.
”Setelah desain ini kami lakukan, politik kesehatan menjadi yang utama. Kami hitung berapa tempat tidur rumah sakit yang terisi dan sampai hari ini untuk kamar ICU hanya terisi 50 persen. Kami tidak ingin ini terisi penuh,” ujar Ganjar.
Selain itu, pemprov Jateng juga menerapkan kebijakan pembatasan sosial berskala mikro untuk wilayah di tingkat kecamatan atau desa yang terdeteksi memiliki tingkat penyebaran Covid-19 yang tinggi. Kebijakan ini diterapkan agar aktivitas di satu kabupaten atau kota tidak lumpuh sehingga dapat menjaga perekonomian di wilayah tersebut.
”Akhirnya kami memetakan beberapa wilayah yang memiliki potensi penyebaran Covid-19 tinggi di kluster keluarga atau komunitas. Kami mengerahkan seluruh sumber daya ke puskesmas sehingga kekuatan sektoral kami minta untuk bangkit, tetapi dengan protokol kesehatan yang sangat ketat,” ucapnya.
Keamanan vaksin
Saifudin menyatakan, kondisi Covid-19 yang belum dapat tertangani membuat pengembangan vaksin perlu dilakukan untuk mengatasi pandemi ini. Pengembangan vaksin untuk Covid-19 cukup terbantu penelitian yang telah dikembangkan untuk menangani jenis virus korona yang muncul jauh sebelum adanya SARS-CoV-2.
”Dunia sudah memiliki 10 kandidat vaksin yang sudah masuk uji klinis tahap terakhir. Dari semua kandidat vaksin yang secara reguler itu diperbarui WHO memang sudah lebih dari 100 kandidat yang dikembangkan institut hingga perusahaan farmasi,” katanya.
Meski vaksin menjadi salah satu solusi penanganan pandemi, ia memandang bahwa penyediaannya harus dijamin dari sisi keamanan dan efikasi. Hal ini penting untuk menghindari permasalahan baru yang berpotensi muncul dari vaksin yang tidak terjamin keamanannya.
”Terus terang yang bisa kami akses sekarang adalah data profil keamanan vaksin yang ada di fase pertama dan kedua. Dari 10 kandidat yang sudah masuk ke fase tiga belum ada satu pun data publikasi keamanan dan efikasinya yang bisa kami akses. Sampai hari ini belum ada satu pun uji klinis tahap ketiga yang dirilis hasilnya,” katanya.