Dunia Tuntut Pembangunan Sejalan dengan Lingkungan
Perubahan adaptasi dan kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dibutuhkan agar pembangunan menjadi lebih ramah lingkungan. Hal itu bertujuan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim global.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Masyarakat dunia kini dihadapkan pada terjadinya perubahan iklim global. Selain perubahan adaptasi, kolaborasi berbagai pemangku kepentingan dibutuhkan agar pembangunan menjadi lebih ramah lingkungan.
"Saya harap Indonesia P4G National Platform (Partnering for Green Growth and Global Goals) ini dapat memegang peranan penting dalam mendorong dan mempercepat pembangunan berkelanjutan di tengah tantangan perubahan iklim ini," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam peluncuran P4G 2030 National Platform, di Jakarta, Senin (24/2/2020).
Suharso mengatakan dampak perubahan iklim meningkatkan intensitas dan frekuensi bencana. Kenaikan suhu global yang telah mencapai 1,1 derajat celsius pada tahun ini dibandingkan tahun 1800-an lalu juga mengancam berbagai sektor kehidupan, terutama pertanian dan perikanan, sehingga bisa memperdalam ketimpangan sosial.
"Perubahan iklim sudah menjadi perhatian semua negara. Pemerintah Indonesia juga sudah menetapkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 27,3 persen sebagai salah satu dari enam target pembangunan nasional 2020-2024," katanya.
Untuk memenuhi target penurunan emisi ini, Indonesia dituntut memperbaiki mutu lingkungan, menggunakan energi bersih, efisiensi sumber daya alam, dan mengurangi deforestasi, terutama di lahan gambut. Saat ini P4G mendukung sejumlah kemitraan di Indonesia, salah satunya percepatan akses pendanaan dan penyelarasan kebijakan dalam mengatasi hambatan bagi sektor swasta untuk berinvestasi dalam efisiensi energi.
Perubahan iklim menjadi perhatian semua negara. Pemerintah Indonesia menetapkan penurunan emisi gas rumah kaca 27,3 persen sebagai satu dari enam target pembangunan nasional 2020-2024.
Di sisi lain, Pemerintah Indonesia juga menyadari pentingnya pembangunan berkualitas guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pada 2030. Platform diharapkan mendukung terjalinnya bentuk kemitraan baru dan inovatif dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi hijau, serta membantu mempercepat pencapaian target pembangunan berkelanjutan ini.
Peluncuran Indonesia P4G National Platform ini juga dihadiri Menteri Lingkungan Hidup dan Pangan Denmark Lea Wermelin, Menteri Lingkungan Hidup Republik Korea Cho Myung-rae, Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus A. Kristensen, Duta Besar Republik Korea Selatan untuk Indonesia Kim Chang-beom, serta Deputi Kedutaan Besar Belanda Ardi Stoios-Braken, dan sejumlah pejabat lain.
"Seluruh planet sudah berubah dan kita harus bekerja sama. Dengan peluncuran P4G ini, Indonesia akan terhubung dengan negara mitra-mitra lain, termasuk Denmark, mencapai tujuan pembangunan global," kata Werlemin.
Cho Myung-Rae menekankan manfaat dari kemitraan P4G ini. "Pada Juni 2020 nanti kami akan menyelenggarakan P4G Summit di Seoul, sehingga terbentuknya inisiatif ini sangat bermanfaat dalam meningkatkan hubungan kerja sama," jelas Menteri Cho Myung-Rae.
Bertentangan
Secara terpisah, Profesor riset bidang sosiologi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Henny Warsilah mengatakan, Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUUCK) seharusnya mengacu pada paradigma pembangunan berkelanjutan yang telah lama disusun Bappenas, selain konsep pembangunan hijau. Perbedaan semangat dalam RUUCK dengan SDGs dan pembangunan hijau ini menunjukkan kementerian dan lembaga bersifat sektoral.
"Ini (RUUCK) merupakan keteledoran sehingga isinya justru bisa melemahkan SDGs, menuntut integrasi bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan," kata Heny.
Analisis yang dilakukan para peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menemukan banyak potensi masalah terkait lingkungan hidup di dalam draf RUU CK yang telah diserahkan Pemerintah ke Dewan Perwakilan Rakyat pada 12 Februari 2020.
Rancangan undang undang sapu jagat itu juga berpotensi menimbulkan masalah penataan ruang, pertambangan mineral dan batu bara, perkebunan, kehutanan, kelautan, pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, ketenagalistrikan dan keanekaragaman hayati
Menjawab hal ini, Monoarfa mengatakan, lembaganya tidak terlibat dalam RUU CK. Seperti diketahui, RUU ini dikoordinasikan Kementerian Perekonomian dan dibantu satuan tugas dari kalangan Kadin Indonesia. "Tetapi, saya yakin kita tetap berkomiten terhadap lingkungan," kata Monoarfa.