JAKARTA, KOMPAS - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan memerpanjang uji coba sistem rujukan daring sistem layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat hingga 31 Oktober 2018. Itu dilakukan untuk memerkuat sinergi dengan Dinas Kesehatan serta Asosiasi Fasilitas Kesehatan dalam pemetaan data dan validasi kapasitas fasilitas kesehatan.
Sistem rujukan daring merupakan digitalisasi proses rujukan berjenjang untuk kemudahan dan kepastian peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dalam mendapat layanan di fasilitas kesehatan. Jadi kompetensi dokter, jarak, dan kapasitas rumah sakit rujukan disesuaikan kebutuhan pasien.
Deputi Direksi Bidang Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan Arief Syaefuddin, Senin (15/10/2018), di Jakarta, mengatakan, uji coba telah berlangsung sejak 15 Agustus-30 September. Perpanjangan awal dilakukan dari 1-15 Oktober. Namun, hasilnya belum maksimal sehingga diperpanjang lagi hingga akhir Oktober.
Sistem rujukan daring dinilai perlu sejumlah perbaikan mencakup sosialisasi dan komunikasi antarpemangku kepentingan, sinergi data fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dan fasilitas kesehatan tingkat lanjut (FKTL).
Faskes mempunyai sistem informasi sendiri-sendiri. Itu menyebabkan peserta harus memasukan data sebanyak dua kali yakni pada sistem rujukan daring dan faskes. "Ini tentu akan berimbas pada tidak optimalnya layanan kesehatan seperti antrean maupun ketidakpastian rujukan," kata Arief.
Ini tentu akan berimbas pada tidak optimalnya layanan kesehatan seperti antrean maupun ketidakpastian rujukan.
Mengatasi persoalan ini, telah dikembangkan bridging system yang berfungsi sebagai jembatan (koneksi) data antara BPJS Kesehatan dan faskes.
Sistem yang menjembatani
Bridging system atau sistem yang menjembatani memudahkan proses sinergi karena kebutuhan data terkoneksi mulai dari FKTP hingga FKTL. Proses ini berlangsung dan diharapkan tuntas hingga masa perpanjangan berakhir.
Deputi Direksi Bidang Strategi, Perencanaan dan Keamanan Teknologi Informasi BPJS Kesehatan Mulyo Wibowo menjelaskan, pengembangan bridging system bertujuan integrasi data dengan sistem informasi yang dimiliki faskes. "Sistem ini untuk kemudahan catatan pelayanan mulai dari tahap awal," ucap Mulyo.
Terdapat 4.600an FKTP yang memiliki sistem informasi sendiri. Dari jumlah tersebut, 4.000 FKTP melakukan proses bridging system. Per 15 Oktober, tercatat 697 FKTP yang telah terhubung dengan sistem itu. Dari 2.400an FKTL, 510 FKTL menjalankan sistem tersebut. Dari jumlah itu, 149 FKTL terhubung sistem itu.
Kendala yang dihadapi dalam proses bridging system yaitu tak semua faskes memiliki tenaga Informasi Teknologi (TI), penggunaan sistem informasi bekerja sama dengan pihak ketiga, sehingga kesulitan untuk pengembangan, membeli sistem informasi secara kontrak sehingga harus mencari penyedia baru.
Pengembangan lain yang tengah dipersiapkan adalah memasukan data pasien kontrol ulang ke dalam sistem agar terekam sejak awal. Itu dilakukan agar penggunaan faskes dapat optimal bagi pasien rujukan maupun kontrol ulang. Mekanisme ini sedang disiapkan.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan, sistem rujukan online sebaiknya diperpanjang guna memastikan kesiapan ketika diterapkan. Perlu memastikan data hasil uji kelayakan rumah sakit sebagai referensi FKTP dan infrastruktur pendukung sistem maupun kesiapan faskes.