BANDUNG, KOMPAS — Tim tanggap darurat Badan Geologi menemukan sejumlah retakan tanah dan longsor di Lombok akibat gempa yang mengguncang pulau tersebut pada 29 Juli dan 5 Agustus 2018. Masyarakat, relawan, dan tim evakuasi yang berada di sekitar perbukitan dan lereng terjal diminta waspada karena kondisi itu rentan memicu gerakan tanah.
”Kewaspadaan perlu ditingkatkan, terutama saat hujan dengan intensitas tinggi di wilayah perbukitan. Sebab, airnya akan mengisi retakan-retakan yang kemudian berpotensi menyebabkan longsor,” ujar Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar, Rabu (8/8/2018).
Retakan tanah dan longsor ditemukan di jalan yang menghubungkan Kecamatan Pemenang, Tanjung, dan Kecamatan Gangga di Kabupaten Lombok Utara. Likuifaksi atau pencairan tanah juga terlihat di Kecamatan Gangga.
Retakan dan gerakan tanah juga terjadi di Kecamatan Sembalun dan Sambelia, Kabupaten Lombok Timur. Banyak retakan terjadi di lereng dan sekitar jalur pendakian Gunung Rinjani serta perbukitan terjal lainnya.
Retakan itu dipicu gempa dengan magnitudo 6,4 pada 29 Juli dan diperparah guncangan gempa M 7 pada 5 Agustus lalu. Kedua gempa tersebut memiliki mekanisme sama yang berasosiasi dengan sesar naik busur belakang Flores. Sesar tersebut memanjang dari utara Pulau Bali sampai utara Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani mengatakan tidak terjadi peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Rinjani akibat gempa tersebut. Namun, pos pengamatan gunung api di lokasi itu rusak.
”Ada retakan di bangunan pos pengamatan. Namun, peralatan masih berfungsi dengan baik sehingga tetap dapat melaporkan hasil pengamatan,” ujarnya.
Kasbani mengingatkan semua orang agar tidak tinggal di bangunan yang mengalami retakan. Sebab, sebagian besar korban jiwa dan luka disebabkan tertimpa bangunan roboh.
”Sebagian bangunan tidak memenuhi standar teknis bangunan tahan gempa, seperti tanpa pilar, sehingga rentan roboh diguncang gempa. Kualitas bangunan yang tidak sesuai standar menambah potensi kerusakan,” ujarnya.
Badan Geologi juga merekomendasikan menghindari mendirikan bangunan di kawasan rawa, sawah, dan tanah uruk yang tidak memenuhi persyaratan teknis. Sebab kondisi tanah tersebut rawan guncangan gempa.
”Hindari membangun di lereng terjal yang telah mengalami pelapukan dan kondisi tanahnya gembur. Ini berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor saat gempa,” ujarnya.