JAKARTA, KOMPAS — Rencana pembentukan ASEAN Coordinating Center for Transboundary Haze Pollution Control di Jakarta telah mendekati tahap akhir. Dalam pertemuan lanjutan beberapa bulan mendatang diharapkan negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati mekanisme dan aturan main organisasi tersebut.
Kelembagaan di tingkat regional ini diharapkan menjadi wadah untuk saling bertukar informasi dan solusi terkait kebakaran hutan dan lahan yang dialami negara-negara anggota. Ini karena hampir seluruh negara anggota ASEAN – kecuali Singapura – mengalami permasalahan kebakaran hutan dan lahan.
“Kemarin waktu pertemuan Februari di Bangkok, negara-negara anggota ingin agar Center ini segera establish,” kata Ida Bagus Putera Parthama, Plt Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu (6/6/2018), di Jakarta seusai membuka Regional Roundtable Meeting and Consultation Regional Fire Management Resource Center South East Asia (RFMRC-SEA).
RFMRC-SEA merupakan kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Jerman yang bertujuan sebagai lembaga independen berbasis ilmiah terkait kebakaran hutan dan lahan. Organisasi ini juga sebagai penyedia informasi serta pelatihan. Di Indonesia, organisasi yang dibentuk pada tahun 2017 ini pernah melatih penegak hukum dan investigator agar memahami secara utuh kasus kebakaran hutan dan lahan.
Berbeda dengan RFMRC-SEA, organisasi ASEAN Coordinating Center for Transboundary Haze Pollution Control (ACC-THPC) merupakan semangat ASEAN untuk membangun kelembagaan terkait kebakaran hutan. Organisasi ini juga sebagai pelaksanaan ASEAN Transboundary Haze Pollution yang ditandatangani seluruh anggota ASEAN sejak tahun 2002. Indonesia menjadi negara peratifikasi terakhir di tahun 2014.
Ida Bagus Putera mengatakan, pembahasan pembentukan ACC ini telah dilakukan sebanyak lima kali. Diharapkan pada pertemuan September nanti bisa memfinalkan beberapa poin yang masih belum disepakati seluruh anggota ASEAN. Harapannya, pada pertemuan ASEAN Leaders Gathering 2018 di Bali yang sekaligus meluncurkan ACC-THPC.
Masih alot
Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK Raffles Brotestes Panjaitan mengatakan, pembicaraan masih alot terkait keberadaaan The ASEAN Specialised Meteorological Centre (ASMC) yang didanai Singapura. Sebagai solusinya, ASMC dalam pertemuan-pertemuan ASEAN akan disertakan sebagai pemantau (observer) atau tamu, bukan anggota.
Raffles mengatakan, ASMC sifatnya akan mendukung dan membantu kerja ACC-THPC. Termasuk BMKG Indonesia. “Nanti dalam agreement mau dibuat dibuka klausul tiap agency yang punya kemampuan mendeteksi hotspot (titik panas) boleh membantu,” kata dia.
Bambang Hero Saharjo Kepala RFMRC-SEA mengatakan, pihaknya siap mendukung kinerja ACC-THPC dari sisi rekomendasi dan kajian berbasis ilmiah.
Ia mengatakan saat ini seluruh anggota ASEAN (kecuali Singapura) menghadapi tantangan kebakaran hutan dan lahan. Indonesia menunjukkan kemajuan penurunan signifikan kebakaran pascakebakaran hebat di 2015.
Masing-masing peserta menyadari kunci preventif ada pada komunitas masyarakat. Penyadaran pembukaan dan pembersihan lahan tanpa bakar memerlukan kelanjutan pembukaan pasar bagi komoditas mereka.