Sulawesi Selatan Terus Tingkatkan Luas Tanam dan Panen
MAKASSAR, KOMPAS — Sulawesi Selatan terus meningkatkan areal tanam dan panen. Tak hanya padi, ini juga dilakukan pada tanaman jagung dan kedelai sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan di provinsi ini.
Peningkatan areal tanam dilakukan pada sawah yang sekali tanam menjadi dua kali tanam dalam setahun. Adapun pada sawah yang telah dua kali tanam, ditingkatkan menjadi tiga kali tanam.
Musim hujan sepanjang tahun 2017 yang berlebih juga menjadi anugerah bagi petani karena dapat memaksimalkan sawah tadah hujan. Sawah yang biasanya hanya satu kali tanam dapat menjadi dua kali, bahkan tiga kali sepanjang tahun.
”Tahun lalu memang banyak hujan. Saya sampai menanam dua kali setahun dengan hasil cukup bagus. Bahkan, ada sebagian sawah saya yang sampai tiga kali tanam,” kata H Angki (55), petani di Desa Towata, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten Takalar.
Tahun lalu memang banyak hujan. Saya sampai menanam dua kali setahun dengan hasil cukup bagus. Bahkan, ada sebagian sawah saya yang sampai tiga kali tanam.
Hal yang sama dikatakan Hadirah (51), petani di Kecamatan Bonto Marannu, Kabupaten Gowa. Tahun lalu, dia juga menanami sawahnya hingga dua kali, biasanya ia hanya menanami sawahnya sekali setahun. Hujan berlebih yang membuat air sungai naik juga dimanfaatkan petani untuk memompa air sungai ke sawah mereka.
Dari pantauan di Gowa dan Takalar pada Jumat (23/2), sebagian besar sawah kini siap dipanen. Umumnya yang akan memasuki panen akhir bulan Februari atau Maret adalah yang ditanam Desember lalu.
Di daerah ini, sebagian lahan sawah mendapat pengairan dari Bendungan Bili-Bili. Sebagian lagi mengandalkan pompa air dengan memanfaatkan aliran sungai, termasuk Sungai Jeneberang yang juga menjadi sumber air utama Bendungan Bili-Bili. Selebihnya adalah sawah tadah hujan.
Produksi meningkat
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel Fitriani mengatakan, selama paling tidak tiga tahun terakhir, produksi padi Sulsel terus meningkat. ”Kami bisa mempertahankan posisi sebagai pemasok beras keempat terbesar nasional,” katanya.
Selama paling tidak tiga tahun terakhir, produksi padi Sulsel terus meningkat. Kami bisa mempertahankan posisi sebagai pemasok beras keempat terbesar nasional.
Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sulsel, luas lahan sawah Sulsel terus bertambah. Dari 648.900 hektar pada 2015 menjadi 656.610 hektar pada 2016. Pada 2017, luas sawah bertambah lagi menjadi 657.055 hektar. Dari lahan itu, luas tanam tahun 2017 mencapai 1.314.110 hektar. Adapun luas panen mencapai 1.129.112 hektar.
Dari lahan itu, produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2016 mencapai 5,7 juta ton. Untuk 2017, sesuai angka ramalan II, produksi GKG sebanyak 6 juta ton. Adapun target produksi tahun ini adalah 6,3 juta ton GKG.
Dari produksi 6 juta ton GKG, beras yang dihasilkan berkisar 3,6 juta ton. Dengan kebutuhan beras Sulsel mencapai sekitar 1 juta ton, terdapat surplus 2,6 juta ton beras.
Surplus ini umumnya diperdagangkan antarpulau ke setidaknya 11 provinsi di Indonesia. Sisanya juga menjadi cadangan beras nasional, termasuk yang masuk ke gudang Bulog. Untuk jagung, tahun lalu produksi Sulsel mencapai 2 juta ton.
Diuntungkan iklim
Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan Sulsel M Yunus mengatakan, Sulsel juga diuntungkan dari kondisi iklim daerah itu. Terdapat tiga wilayah iklim, yakni sektor barat, sektor timur, dan sektor peralihan.
Sulsel juga diuntungkan dari kondisi iklim daerah itu. Terdapat tiga wilayah iklim, yakni sektor barat, sektor timur, dan sektor peralihan.
Sektor barat meliputi wilayah yang berada di bagian barat Sulsel, yaitu Kabupaten Maros, Pangkep, Barru, Kota Parepare, Kota Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Selayar. Musim hujan di sektor ini umumnya berlangsung pada Oktober-Maret, periode saat di sektor timur justru berlangsung musim kemarau.
Sektor timur meliputi wilayah di bagian timur Sulsel, yaitu Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Bantaeng, Sidenreng Rappang, dan Pinrang. Musim hujan di wilayah sektor timur berlangsung April-September, saat sektor barat berlangsung musim kemarau.
Adapun sektor peralihan meliputi Kota Palopo, Kabupaten Tana Toraja, Toraja Utara, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Enrekang. Di sektor ini, musim hujan ataupun kemarau bisa tak jelas.
”Pembagian tiga sektor ini membuat Sulsel bisa punya musim padi dan berbagai buah sepanjang tahun. Tahun lalu, hujan di sektor barat memberi keuntungan di sektor timur karena wilayah ini mendapat kiriman hujan. Begitu juga sebaliknya. Karena itu, produksi cukup bagus,” tutur Yunus.
Pembagian tiga sektor ini membuat Sulsel bisa punya musim padi dan berbagai buah sepanjang tahun.
Terkait cetak sawah baru, Fitriani mengatakan angkanya tak besar, tetapi selalu dilakukan dalam beberapa tahun ini. Sebagai contoh, ada sekitar 9.000 hektar pada tahun 2016 dan sekitar 3.900 hektar tahun lalu.
Walau cetak sawah baru tak banyak, ia menambahkan, dengan meningkatkan luas tanam dan panen, produksi akan tetap meningkat. ”Ada empat bendungan yang saat ini dibangun. Kami yakin, jika semua beroperasi, panen bisa dilakukan rata-rata hingga tiga kali setahun,” lanjut Fitriani.
Untuk mencegah alih fungsi lahan sawah, peraturan daerah tentang pengendalian alih fungsi juga telah dibuat. ”Hanya memang belum ditetapkan di semua kabupaten. Pemerintah kabupaten masih berupaya melakukan sosialisasi, sekaligus koordinasi dengan kami di provinsi,” ujar Fitriani.