Suhu Panas Masih Berpeluang Terjadi hingga Akhir Bulan
Suhu maksimum harian pada kisaran 33-37 derajat celsius masih berpeluang terjadi secara sporadis di sebagian wilayah Indonesia hingga akhir bulan Mei 2022.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Suhu udara panas dan gerah hingga lebih dari 36 derajat celsius masih berpeluang terjadi di sejumlah wilayah Indonesia hingga akhir Mei 2022. Selain dipengaruhi oleh faktor klimatologis, kondisi ini juga diperkuat oleh dinamika atmosfer skala regional seperti lebih hangatnya suhu muka laut serta tertahannya massa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa.
Pelaksana Tugas Deputi Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Urip Haryoko, di Jakarta, Selasa (17/5/2022), mengatakan, suhu udara panas dan gerah dilaporkan masyarakat, terutama di beberapa wilayah di Sumatera dan Indonesia bagian selatan sejak awal Mei 2022. ”Kejadian suhu panas banyak dikeluhkan masyarakat pada saat libur Lebaran dan hari-hari setelahnya,” kata Urip.
Hal tersebut sesuai dengan catatan BMKG yang menunjukkan setidaknya dua hingga delapan stasiun cuaca melaporkan suhu udara maksimum di atas 35 derajat celsius. Stasiun cuaca Kalimaru di Kalimantan Timur dan Ciputat, Banten, bahkan mencatat suhu maksimum sekitar 36 derajat celsius selama beberapa hari.
Sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi bulan Mei ini menjadi terasa lebih panas
Peneliti iklim BMKG Siswanto mengatakan, dari pemodelan atmosfer yang dilakukan, suhu maksimum harian pada kisaran 33-37 derajat celsius masih berpeluang terjadi secara sporadis di sebagian wilayah Indonesia hingga akhir bulan Mei 2022.
Sementara itu, pada Senin (16/5/2022), suhu di atas 36 derajat celsius tercatat di Pangkalanbun, Kalimantan Tengah. Sementara suhu di atas 35 derajat celsius masih tercatat di Serang, Ciputat, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimaru (Kaltim). Adapun suhu maksimum sebagian besar di kota-kota besar di Indonesia berkisar 33-34 derajat celsius.
Bukan gelombang panas
Urip menegaskan, suhu panas di Indonesia tidaklah dikategorikan sebagai gelombang panas seperti di India karena tidak memenuhi definisi kejadian ekstrem meteorologis oleh Badan Meteorologi Dunia (WMO), yaitu anomali lebih panas 5 derajat celsius dari rata-rata klimatologis suhu maksimum di suatu lokasi dan setidaknya sudah berlangsung dalam lima hari. Gelombang panas umumnya juga terjadi dalam cakupan yang luas yang diakibatkan oleh sirkulasi cuaca tertentu sehingga menimbulkan penumpukan massa udara panas.
Menurut Urip, suhu lebih panas pada bulan Mei sebenarnya hal yang biasa terjadi sesuai periode klimatologinya. Berdasarkan analisis klimatologi, suhu udara di Indonesia menunjukkan dua puncak suhu maksimum, yaitu pada bulan April-Mei dan September. Hal itu dipengaruhi dari posisi gerak semu matahari dan juga dominasi cuaca cerah saat awal dan puncak musim kemarau.
Urip menambahkan, suhu maksimum sekitar 36 derajat celsius juga bukan merupakan suhu tertinggi yang pernah terjadi di Indonesia. Rekor suhu tertinggi yang pernah terjadi adalah 40 derajat celsius di Larantuka, NTT pada 5 September 2012.
Namun, adanya anomali suhu yang terasa lebih panas dibandingkan beberapa wilayah lainnya di Indonesia mengindikasikan faktor lain yang mengamplifikasi periode puncak suhu udara tersebut. Kondisi udara yang terasa lebih panas atau gerah terjadi karena kelembapannya tinggi.
”Sirkulasi massa udara memicu tertahannya masa udara panas di atas sebagian wilayah Sumatera dan Jawa sehingga mengamplifikasi bulan Mei ini menjadi terasa lebih panas,” katanya.
Analisis iklim dasarian BMKG pada periode 1-10 Mei 2022 menunjukkan lebih hangatnya suhu muka laut, terutama di wilayah Samudra Hindia barat Sumatera dan Laut Jawa. Hal ini menambah suplai udara yang lembab akibat penguapan yang lebih intensif dari permukaan lautan.
Data BMKG menunjukkan, anomali suhu permukaan laut setinggi 1 derajat celsius hingga 3 derajat celsius terjadi di Selat Malaka, Laut Natuna, Laut Jawa, Selat Madura, Samudra Hindia selatan Jawa-NTT, Laut Flores, Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Sulawesi, Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, Laut Banda, Laut Sawu, Laut Timor, Laut Arafuru, Teluk Cenderawasih dan Samudra Pasifik utara Papua.
Sementara itu, analisis sirkulasi angin menunjukkan adanya pusaran kembar (double vortex) di bagian utara dan selatan belahan bumi sebelah barat Sumatera sebagai manifestasi dari aktifnya gelombang atmosfer MJO (Madden Julian Oscillation) di area tersebut. Di sisi lain, di atas Pulau Kalimantan juga muncul vortex meskipun lebih lemah. Kondisi itu menyebabkan angin di atas sebagian wilayah Jawa dan Sumatera menjadi lemah dan cenderung stabil, sehingga udara yang lembab dan panas cenderung tertahan tidak bergerak ke mana-mana.
Siswanto mengatakan, selain menjadi fenomena musiman, berbagai wilayah Indonesia saat ini mengalami tren kenaikan suhu dengan laju bervariasi. Hal ini merupakan konsekuensi perubahan iklim global dan perubahan lingkungan lokal.
Analisis pengukuran suhu permukaan dari 92 stasiun BMKG dalam 40 tahun terakhir menunjukkan, tren kenaikan suhu permukaan lebih nyata terjadi di wilayah Indonesia bagian barat dan tengah. Pulau Sumatera bagian timur, Pulau Jawa bagian utara, Kalimantan dan Sulawesi bagian utara mengalami tren kenaikan di atas 0,3 derajat celsius per dekade.
Laju peningkatan suhu permukaan tertinggi di Indonesia diketahui terjadi di Stasiun Meteorologi Temindung, Kalimantan Timur, sebesar 0,95 derajat celsius per dekade, sedangkan laju terendah terdapat di Stasiun Meteorologi Sultan Muhammad Salahuddin, Bima sebesar 0,01 derajat celsius per dekade. Suhu udara permukaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya meningkat dengan laju 0,40-0,47 derajat celsius per dekade.