Lebih dari 21 Persen Spesies Reptil Rentan dan Terancam Punah
Setidaknya satu dari lima spesies reptil dalam kondisi rentan dan terancam punah, terutama spesies kura-kura dan buaya. Ular king kobra termasuk yang terancam.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setidaknya satu dari lima spesies reptil dalam kondisi rentan dan terancam punah, terutama spesies kura-kura dan buaya. Pertanian, penebangan hutan, keberadaan spesies invasif, pembangunan perkotaan, dan perburuan liar menjadi ancaman utama bagi reptil selain perubahan iklim.
Ancaman kepunahan sejumlah spesies reptil ini terungkap dalam penelitian yang mengevaluasi 10.196 spesies reptil menggunakan kriteria dalam daftar merah spesies terancam dari International Union for Conservation of Nature (IUCN). Hasil penelitian ini diterbitkan di jurnal Nature, Rabu (27/4/2022), dengan penulis pertama Neil Cox dan Bruce E. Young dari Biodiversity Assessment Unit, IUCN-Conservation International.
Para penulis menyebutkan, ancaman kepunahan terhadap makhluk lain telah banyak didokumentasikan. Itu, antara lain, lebih dari 40 persen amfibi, 25 persen mamalia, dan 13 persen burung menghadapi kepunahan. Namun, hingga saat ini, para peneliti belum memiliki gambaran yang komprehensif tentang proporsi reptil yang berisiko.
Dalam penilaian global baru ini, Cox dan Young menemukan bahwa setidaknya 1.829 spesies atau 21 persen reptil berada dalam kondisi rentan, terancam punah, atau sangat terancam punah.
”Ini melebihi jumlah spesies yang kita lihat terancam,” kata Cox yang mengelola Unit Penilaian Keanekaragaman Hayati Internasional IUCN dalam keterangan pers. ”Sekarang kita tahu ancaman yang dihadapi setiap spesies reptil (sehingga) komunitas global dapat mengambil langkah berikutnya ... dan berinvestasi dalam membalikkan krisis keanekaragaman hayati yang sering terlalu kurang dihargai dan parah.”
Para peneliti ini menemukan, buaya dan kura-kura merupakan spesies reptil yang paling berisiko, dengan jumlah masing-masing sekitar 58 persen dan 50 persen yang dinilai berada di bawah ancaman. Menurut Cox, kondisi ini terjadi karena terjadinya eksploitasi berlebihan. Buaya dibunuh untuk diambil daging atau kulitnya, sementara penyu menjadi sasaran perdagangan hewan peliharaan dan digunakan untuk pengobatan tradisional.
Sekarang kita tahu ancaman yang dihadapi setiap spesies reptil (sehingga) komunitas global dapat mengambil langkah berikutnya ... dan berinvestasi dalam membalikkan krisis keanekaragaman hayati yang sering terlalu kurang dihargai dan parah.
Ancaman Iklim
Spesies terkenal lainnya yang berisiko adalah king cobra, ular berbisa terbesar di dunia yang panjangnya bisa mencapai sekitar 5 meter. Reptil ini merupakan preadator puncak yang memangsa ular lain di hutan di wilayah yang luas dari India hingga Asia Tenggara.
Meski demikian, king kobra telah diklasifikasikan sebagai rentan dan sangat dekat dengan kepunahan. Penebangan hutan dan perburuan oleh manusia termasuk di antara ancaman terbesar bagi ular tersebut. ”Ini adalah spesies ikonik Asia dan sangat disayangkan, bahkan spesies yang tersebar luas seperti ini benar-benar menderita dan menurun (jumlahnya),” katanya.
Bruce Young, Kepala Zoologi di NatureServe, mengatakan, reptil yang terancam sebagian besar ditemukan terkonsentrasi di Asia Tenggara, Afrika Barat, Madagaskar bagian utara, Andes Utara, dan Karibia.
Para peneliti menemukan, reptil yang terbatas pada habitat kering seperti gurun, padang rumput, dan sabana ”secara signifikan kurang terancam” dibandingkan dengan habitat hutan. Pertanian, penebangan, spesies invasif, dan pembangunan perkotaan ditemukan menjadi salah satu ancaman bagi reptil, sementara orang juga menargetkan mereka untuk perdagangan hewan peliharaan ataupun membunuh mereka untuk makanan, atau karena takut.
Perubahan iklim juga menimbulkan ancaman langsung bagi sekitar 10 persen spesies reptil meskipun para peneliti mengatakan bahwa kemungkinan itu terlalu rendah karena tidak memperhitungkan ancaman jangka panjang, seperti kenaikan permukaan laut atau bahaya tidak langsung yang didorong oleh iklim dari hal-hal seperti penyakit.
Dalam kajian ini, para peneliti juga menemukan bahwa konservasi yang ditujukan untuk mamalia, burung, dan amfibi juga bermanfaat bagi reptil. Meskipun demikian, mereka menekankan bahwa penelitian tersebut menyoroti perlunya konservasi mendesak khusus untuk beberapa spesies.
Young mengatakan, penilaian reptil yang melibatkan ratusan ilmuwan dari seluruh dunia membutuhkan waktu sekitar 15 tahun untuk diselesaikan karena kurangnya dana. ”Reptil, bagi banyak orang, tidak karismatik. Dan hanya ada lebih banyak fokus pada beberapa spesies vertebrata yang lebih berbulu atau berbulu untuk konservasi,” katanya.
Para peneliti berharap penilaian baru ini akan membantu memacu tindakan internasional untuk menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati.