99,2 Persen Penduduk Jawa-Bali Memiliki Antibodi SARS-CoV-2
Sebanyak 99,2 persen penduduk di 21 kabupaten/kota di Jawa-Bali yang menjadi daerah asal dan tujuan mudik telah memiliki antibodi SARS-CoV-2, meningkat 6,2 persen ketimbang survei Desember 2021.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 99,2 persen penduduk di 21 kabupaten/kota di Jawa-Bali yang menjadi daerah asal dan tujuan mudik telah memiliki antibodi SARS-CoV-2, meningkat 6,2 persen dibandingkan dengan survei Desember 2021. Kadar antibodi penduduk juga meningkat tinggi.
Hasil serosurvei yang dilakukan pada Maret 2022 ini dipaparkan epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Iwan Ariawan dan tim, Rabu (20/4/2022). ”Serosurvei ini merupakan kerja sama FKM UI dengan Kementerian Kesehatan untuk mengetahui berapa banyak masyarakat yang memiliki antibodi di daerah tujuan mudik di 21 kabupaten/kota di 7 provinsi,” katanya.
Hasil serosurvei pada Maret sebesar 99,2 persen ini kemudian dibandingkan dengan hasil serosurvei yang sebelumnya dilakukan secara nasional tiga bulan sebelumnya. Pada Desember 2021, jumlah penduduk di 21 kabupaten/kota yang sudah memiliki antibodi SARS-CoV-2, virus pemicu Covid-19, mencapai 93 persen.
”Penambahan prevalensi ini cukup menggembirakan. Antibodi ini bisa didapatkan dari vaksin atau karena infeksi,” kata Muhammad N Farid, anggota tim survei dari FKM UI. Sekalipun keberadaan antibodi tidak bisa mencegah penularan, hal ini bisa mengurangi risiko keparahan dan kematian.
Menurut Farid, kenaikan proporsi penduduk yang sudah memiliki antibodi ini terjadi di semua kelompok umur. Kenaikan tertinggi pada kelompok umur 1-11 tahun, yang pada Desember 2021 sebesar 76,5 persen menjadi 98,3 persen pada Maret 2022. Berikutnya, kelompok usia di atas 60 tahun meningkat 21,8 persen.
Peningkatan antibodi pada anak-anak ini, menurut Farid, kemungkinan karena vaksinasi yang dilakukan pada kelompok usia ini, selain juga risiko penularan Omicron yang tinggi pada anak-anak.
Selain mengetahui perubahan prevalensi, survei ini juga berhasil mengukur perubahan kadar antibodi dalam tiga bulan terakhir. Pandu Riono, anggota tim FKM UI, mengatakan, pada Desember 2021, kadar antibodi median sebesar 434,2 U/ml, menjadi 5.698 U/ml pada Maret 2022.
”Kadar antibodi pada Maret sangat tinggi, dengan peningkatan lebih dari 10 kali. Kemungkinan besar ini terjadi karena kombinasi pernah terinfeksi selama tiga bulan terakhir dan vaksinasi. Bisa keduanya. Ini terjadi konsisten pada semua kelompok umur, pada situasi dua periode berbeda. Ini juga terjadi konsisten pada jenis kelamin,” katanya.
Pandu mengingatkan, sekalipun prevalensi dan kadar antibodi penduduk sudah tinggi, bukan berarti bisa melepaskan protokol kesehatan. ”Imunitas ini bisa jadi modal dasar. Masyarakat harus tetap menjalankan protokol kesehatan sehingga mengurangi risiko penularan karena pandemi belum selesai,” katanya.
Sekalipun prevalensi dan kadar antibodi penduduk sudah tinggi, bukan berarti bisa melepaskan protokol kesehatan.
Farid menambahkan, dari sampel yang diteliti, penduduk yang mengalami peningkatan kadar antibodinya sebesar 86 persen. Ini berarti ada 14 persen penduduk yang mengalami penurunan. Penurunan terbesar terutama terjadi pada penduduk yang tetap belum divaksin selama tiga bulan ini atau status vaksinnya tetap 1 atau 2 dan belum booster, yaitu mencapai 20-28 persen.
”Penurunan pada kelompok ini mencapai dua kalinya dibandingkan penurunan populasi secara umum. Sedangkan kelompok yang sudah mendapat tambahan dosis vaksinasinya penurunan kadar antibodinya 2-5 persen dari proporsi penduduk yang ada. Artinya, tambahan vaksinasi sangat penting untuk meningkatkan kadar antibodi,” kata Farid.
Juru bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, kondisi pandemi secara nasional saat ini terus membaik. Selain kasus harian dan kematian yang menurun, tingkat penghunian rumah sakit atau BOR juga menurun. ”BOR menurun 3,12 persen, merupakan angka di bawah standar yang ditentukan 10 persen. Angka positif juga menurun, kurang dari 1 persen, di bawah ketentuan WHO 5 persen,” katanya.
Nadia menambahkan, Jakarta masih memiliki transmisi komunitas level 2. ”Namun, cakupan vaksinasi dua dosis di Jakarta merupakan yang tertinggi, yaitu 126,5 persen dan untuk warga lansia 95 persen. Sedangkan 22 provinsi lainnya cakupannya sudah di atas 70 persen. Kami mengimbau pemerintah daerah agar bisa mencapai target vaksin lengkap 100 persen dan menyegerakan booster,” katanya.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Dirjen P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, tahun ini pemerintah telah mengizinkan mudik untuk pertama kalinya sejak pandemi. ”Namun, kami terus ingatkan masyarakat tetap menjaga kesehatan, khususnya sebelum mudik, karena pandemi belum usai,” katanya.
Maxi mengingatkan, potensi lonjakan kasus masih sulit diprediksi, terutama jika ada varian baru. Secara nasional, vaksinasi kelompok sasaran sudah 95 persen dosis pertama. 78 persen dosis kedua, dan dosis ketiga 15,3 persen.