Zikir Pendongkrak Kebahagiaan
Zikir intensif bisa menimbulkan ketenangan, rasa nyaman, tenteram, dan mendorong imunitas tubuh. Namun, potensi zikir untuk mewujudkan kebahagiaan dan menjaga kesehatan mental masyarakat itu belum dimanfaatkan optimal.
Manusia modern bergerak cepat, serba terburu-buru. Tuntutan hidup yang makin berat dan desakan sosial yang tak pernah berkurang menjadikan hidup penuh tekanan dan memicu berbagai gangguan mental emosional. Zikir intensif bisa membantu manusia untuk tetap tenang dan bahagia, apa pun kondisinya.
Secara bahasa, zikir berarti mengingat. Namun, secara maknawi, zikir adalah mengucap kalimat-kalimat tertentu yang diulang-ulang untuk mengingat Allah. Zikir secara umum biasanya dilakukan umat Islam setelah shalat dengan membaca tasbih, tahmid, dan tahlil. Adapun zikir khusus dengan bacaan tertentu biasanya diajarkan dalam kelompok-kelompok tarekat.
Selain berulang, pengucapan kalimat baik dalam zikir itu biasanya dilakukan dengan mengikuti irama tertentu serta menggerakkan anggota tubuh. Gerakan tubuh saat zikir umum ataupun khusus di Indonesia biasanya berupa anggukan ataupun gelengan kepala, sedangkan di negara Arab dan Turki biasanya berupa tarian yang menggerakkan seluruh anggota tubuh.
”Dalam tarekat diajarkan bagaimana berzikir yang tidak hanya terucap di mulut atau menjadi ritual semata, tetapi juga zikir yang bisa menembus hati terdalam dan menjadikannya metode untuk makin mendekatkan diri kepada Allah,” kata penulis buku Psikologi Dzikir (2009) yang juga Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Subandi, Senin (11/4/2022).
Baca juga : Memperteguh Kebersamaan Hadapi Covid-19, Tokoh Agama di Malang Gelar Doa Bersama
Peneliti neurosains dan perilaku sosial yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Taufiq Pasiak, Kamis (14/4/2022), mengatakan, selama berzikir, kognitif tidak selalu diperlukan kecuali untuk zikir pada tingkat tertentu. Orang tetap bisa berzikir tanpa perlu paham arti atau makna kalimat yang diucapkan.
”Berzikir lebih membutuhkan upaya membangun emosi dan suasana hati melalui pengucapan kalimat berulang-ulang dan berirama serta melibatkan gerakan fisik,” katanya. Proses zikir itu membuat bagian otak yang lebih aktif selama zikir adalah hipokampus yang berkaitan dengan memori, sistem limbik yang mengelola emosi, dan ganglia basalis yang mengatur gerakan motorik.
Proses zikir itu mirip dengan mekanisme yang terjadi ketika meditasi atau menyenandungkan lagu rohani. Namun, yang membedakan zikir dengan aktivitas spiritual lain tersebut adalah orientasinya.
Ketenangan
Baik zikir umum maupun khusus, lanjut Subandi, sama-sama bermanfaat bagi kesehatan jiwa. Namun, karena zikir di dalam kelompok tarekat dilakukan lebih intensif dan lebih terstruktur, maka hasilnya bagi kesejahteraan jiwa pun jauh lebih baik dibandingkan dengan zikir umum.
Sejumlah studi yang dilakukan Subandi menunjukkan orang yang berzikir merasa lebih tenang, tenteram, kecemasan berkurang, hingga tidak takut menghadapi persoalan hidup.
Zikir menstimulus otak untuk mengeluarkan hormon endorfin, hormon yang menghilangkan rasa sakit, menumbuhkan rasa nyaman dan senang, hingga membangun citra diri yang positif. Fungsi zat ini mirip dengan morfin, tetapi endorfin diproduksi alami dalam tubuh manusia.
Selain itu, saat berzikir, pikiran seseorang akan terfokus pada Allah, merasa dekat dan percaya kepada Tuhan-nya. Sikap ini akan membuat otak akan melepaskan hormon oksitosin yang membuat seseorang merasa tenang dan damai.
Rasa tenteram dan nyaman itulah yang membuat zikir bisa melahirkan kebahagiaan. Rasa bahagia itu membuat otak mengaktifkan sistem saraf parasimpatik yang membuat makin tenang, denyut jantung berkurang, dan memperlambat pernapasan.
Baca juga : Doa dari Ruang Santap
”Kebahagiaan adalah state of mind alias keadaan pikiran yang datang dari suasana emosi yang nyaman dalam jangka waktu tertentu hingga melahirkan ketenangan,” tambah Taufiq.
Jika keadaan itu terjadi berulang dan dilatih seperti pada orang yang rutin berzikir dengan intensif, rasa nyaman dan bahagia itu akan lebih mudah dibangkitkan. Ketika hati sedang tidak tenang, dengan berzikir akan mudah mengembalikan kemampuan untuk mengendalikan diri hingga bisa lebih mengontrol keadaan.
Sifat menenangkan dan memicu kebahagiaan itu membuat zikir juga digunakan sebagai terapi atau upaya paliatif bagi penderita sejumlah penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan panjang. Ketenangan yang muncul bisa mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan imunitas tubuh.
Tak hanya itu, lanjut Subandi, zikir khusus juga banyak diajarkan di pusat-pusat rehabilitasi gangguan jiwa, termasuk penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang, khususnya pada pusat rehabilitasi yang berbasis pesantren atau lembaga keagamaan.
Mekanisme
Jika zikir pada umumnya dimulai dari lisan, maka dalam tarekat justru dimulai dari zikir dalam hati. Sebelum bibir mengucapkan sesuatu, hati sudah ditata untuk berzikir terlebih dahulu dan lisan hanya mengikuti. Proses yang berfokus pada hati itu sejatinya merupakan upaya pengendalian pikiran. Sebaliknya, jika hati sudah terlatih, maka apa pun nanti yang diucapkan lisan, hati bisa langsung mengikuti.
”Kesulitan yang sering terjadi pada mereka yang melakukan zikir umum adalah mulut mengucapkan kalimat-kalimat baik, tetapi pikiran masih ke mana-mana,” kata Subandi. Tak hanya itu, jika sudah terlatih, hati tetap bisa berzikir kapan pun, di mana pun, dan dalam kondisi apa pun meski lisan tetap diam.
Kesulitan yang sering terjadi pada mereka yang melakukan zikir umum adalah mulut mengucapkan kalimat-kalimat baik, tetapi pikiran masih ke mana-mana.
Karena itu, dalam zikir sangat penting untuk menata hati. Dalam ilmu tarekat atau tasawuf, hati memiliki banyak tingkatan. Ketika zikir bisa sampai ke hati yang terdalam, maka orang yang melakukannya akan bisa merasakan cinta yang kuat hingga mampu ”menghadirkan” Tuhan atau merasakan Tuhan menyertai mereka.
Kedekatan dengan Tuhan itu adalah pengalaman spiritual tertinggi. Saat orang yang berzikar ”menyatu” dengan Tuhan-nya, tambah Taufiq, orientasi mereka terhadap ruang dan waktu hilang. Meski demikian, berbeda dengan kondisi trans yang hilang kesadaran, orang yang berzikir tetap sadar hingga mereka bisa merespons cepat saat ada orang memegang tubuhnya.
Dalam kehidupan modern yang serba cepat, zikir justru menemukan esensinya. Namun, agar memahami tekniknya serta tidak terjebak dalam persepsi keliru, Subandi menyarankan masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tarekat. ”Tarekat itu ibarat universitas rohani, ada pengajar dan rektornya, jenjang atau tingkatan zikir, hingga kurikulumnya. Namun, semua itu memang tidak diungkapkan secara eksplisit,” ujarnya.
Tak masalah jika seseorang memulai zikir khusus karena impitan persoalan hidup yang dialaminya. Itu adalah panggilan untuk berzikir. Memang bukan zikir yang akan menyelesaikan masalah. Tetapi, dengan berpasrah kepada Tuhan, biasanya akan muncul kemudahan atau pertolongan. Setelah masalah selesai, maka orang tersebut bisa berzikir untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Meski banyak kelompok tarekat di Indonesia yang bisa jadi modal untuk melayani rohani dan menjaga kesehatan mental masyarakat, Subandi menilai, masih banyak kesalahpahaman tentang tarekat. Tarekat masih dianggap sebagai kelompok orang tua di perkampungan. Padahal, mulai banyak anak muda bergabung dalam tarekat di kota-kota besar, termasuk di Jakarta.
Di sisi lain, masyarakat dianggap lebih bisa menerima sufisme atau ilmu tasawuf. Padahal, sufisme dan tarekat sulit dipisahkan. ”Sufisme adalah ilmunya, sedangkan tarekat adalah praktiknya. Sulit jika kita belajar ilmu tanpa mempraktikkannya,” katanya.
Mereka yang menjalan tarekat juga harus menjaga dan melaksanakan syariat agama. Jika syariat umumnya mengatur segala hal yang terkait dengan fisik, maka tarekat mengelola yang terkait dengan rohani.
Mereka yang bergabung di tarekat juga sering dianggap meninggalkan kehidupan duniawi. Padahal, mereka yang ikut tarekat tetap hidup dan beraktivitas seperti masyarakat umum. Tak ada halangan profesi untuk bergabung di tarekat. Namun, peserta tarekat memang harus mengikuti kegiatan zikir pada waktu tertentu dan selama waktu tertentu, bisa 2 hari, 3 hari, hingga 40 hari.
”Anggota tarekat pada prinsipnya harus aktif dalam aktivitas duniawi, tetapi tidak terpengaruh oleh dunia,” ucapnya.
Kekhawatiran lain tentang tarekat umumnya terkait baiat atau sumpah yang dilakukan. Baiat sering dikaitkan dengan kelompok-kelompok radikal untuk menjaga soliditas organisasi. Baiat dalam tarekat, lanjut Subandi, berupa peneguhan keimanan saja. Bagi mereka yang sudah dibaiat dan ingin keluar dari tarekat atau berpindah ke kelompok tarekat lainnya, hal itu tak menjadi masalah.
Kesadaran untuk bertarekat pun kini muncul di banyak kota besar dunia, termasuk di New York, Amerika Serikat, dan London, Inggris. Kajian ilmiah tentang sufisme, tarekat, dan manfaatnya bagi kesehatah mental tumbuh di negara-negara Barat. Banyaknya kelompok tarekat di Indonesia seharusnya bisa dimanfaatkan untuk menjaga jiwa dan mewujudkan kebahagiaan bangsa.