Perubahan Iklim Membuat Musim Badai Tropis Lebih Dahsyat
Penelitian terbaru membuktikan, musim badai tropis di Samudra Atlantik pada 2020 lebih dahsyat, dengan intensitas hujan yang diturunkan lebih tinggi, sehingga lebih mematikan.
Oleh
AHMAD ARIF
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan suhu global yang telah mencapai 1,1 derajat celsius dibandingkan tahun 1850 telah memicu perubahan iklim global, salah satunya berupa peningkatan intensitas bencana. Penelitian terbaru membuktikan, musim badai tropis di Samudra Atlantik pada 2020 lebih dahsyat, dengan intensitas hujan yang diturunkan lebih tinggi sehingga lebih mematikan.
Dalam kajian yang dipublikasikan di Nature Communication pada Selasa (12/4/2022), Kevin A Reed dari School of Marine and Atmospheric Sciences Stony Brook University, Amerika Serikat, dan tim menemukan, perubahan iklim yang disebabkan manusia membuat musim badai di Atlantik pada 2020 menurunkan lebih banyak hujan ekstrem.
Beberapa studi sebelumnya telah memperkirakan, perubahan iklim akan membuat badai lebih basah dan menemukan badai individu, seperti Harvey 2017, lebih kuat. Studi Reed ini merupakan studi yang pertama melihat seluruh musim sehingga menghilangkan bias seleksi yang hanya memilih badai terburuk.
Musim badai Atlantik Utara tahun 2020 adalah salah satu yang paling aktif dalam catatan. Hal ini menyebabkan hujan lebat, gelombang badai yang kuat, dan angin kencang. Menurut Reed dan tim, selama musim badai 2020 terdeteksi adanya peningkatan suhu permukaan laut di utara Cekungan Atlantik sebesar 0,4-0,9 derajat celsius, yang dikaitkan dengan perubahan iklim.
Kedengarannya tidak banyak, tetapi jika Anda mendekati ambang batas, sedikit saja dapat memicu bencana.
”Dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia meningkatkan tingkat curah hujan badai tiga jam yang ekstrem dan jumlah curah hujan terakumulasi selama tiga hari yang ekstrem selama musim badai 2020 penuh untuk badai yang diamati yang setidaknya memiliki kekuatan badai tropis (di atas 18 meter per detik) sebesar 10 dan 5 persen, masing-masing,” tulis Reed.
Sementara untuk badai-badai yang memiliki kekuatan di atas 33 meter per detik, tingkat curah hujan ekstrem tiga jam dan akumulasi curah hujan ekstrem tiga hari masing-masing meningkat sebesar 11 dan 8 persen. ”Kedengarannya tidak banyak, tetapi jika Anda mendekati ambang batas, sedikit saja dapat memicu bencana,” kata ilmuwan iklim dari Lawrence Berkeley National Lab, Michael Wehner, yang turut menulis makalah tersebut dalam keterangan tertulis.
Implikasinya, berarti ada lebih banyak banjir dan kerusakan akibat banjir meningkat. Wehner mengatakan, dengan mengukur kejadian dalam skala musim, bukan satu badai ekstrem saja, hal ini menunjukkan bahwa ancaman bencana bisa terjadi sepanjang musim.
Menurut para peneliti, musim 2020 memecahkan rekor tidak hanya untuk jumlah badai, tetapi juga jumlah yang menjadi badai besar yang mendarat di Amerika Serikat. Secara keseluruhan, lebih dari 330 orang tewas secara langsung oleh badai pada tahun 2020 dan kerusakan memicu kerugian di atas 41 miliar dollar AS.
Badai Laura, Sally, Isaias, Zeta, Delta, Eta, dan Hanna semuanya menyebabkan kerusakan lebih dari 1 miliar dollar AS, sebagian besar dari banjir. Badai Laura, misalnya, 10 persen lebih basah daripada tanpa perubahan iklim.
Simulasi komputer
Dalam kajian ini, para peneliti menggunakan simulasi komputer yang diperbarui dengan pengamatan waktu nyata untuk menghitung volume air yang turun selama 30 badai. Mereka kemudian membandingkannya dengan simulasi tanpa manusia yang menyebabkan perubahan iklim dari pembakaran batubara, minyak, dan gas alam.
Aturan dasar fisika, atmosfer dapat menahan hampir 7 persen lebih banyak uap air untuk setiap 1 derajat celsius kenaikan suhu udara. Sementara itu, secara global, suhu telah meningkat 1,1 derajat celsius sejak masa pra-industri. Sementara itu, air di cekungan badai Atlantik, yang bertindak sebagai bahan bakar badai, telah menghangat sekitar 0,7 derajat celsius pada abad yang lalu.
”Sinyal itu hanya akan semakin besar karena suhu permukaan laut terus menghangat,” kata Reed. Ini berarti badai akan semakin kuat, yang juga membuat lebih basah.
Kevin Reed menambahkan, tahun 2020 bukan satu-satunya tahun dengan lebih banyak hujan secara signifikan akibat perubahan iklim. Pemanasan suhu juga meningkatkan curah hujan di hampir semua badai dan sebagian besar musim badai.