Awal Ramadhan 1443 H: Sabtu 2 April atau Minggu 3 April?
Posisi hilal yang berada di dekat ambang batas membuat awal Ramadhan 1443 Hijriah berpotensi berbeda. Karena itu, penyatuan kriteria awal bulan hijriah mendesak dilakukan.
Posisi hilal awal Ramadhan 1443 Hijriah berada di dekat batas kriteria hingga peluang terlihatnya hilal kecil. Belum lagi mendung dan hujan masih terjadi di sejumlah daerah hingga menyulitkan pengamatan hilal. Karena itu, masyarakat perlu bersiap kembali mengawali ibadah Ramadhan dengan berbeda.
Konjungsi atau kesegarisan posisi Matahari-Bulan-Bumi sebagai tanda masuknya fase Bulan (moon) baru dalam penanggalan Bulan menurut Time and Date akan terjadi pada Jumat (1/4/2022) atau 29 Syakban 1443 pukul 13.24 WIB.
Waktu konjungsi itu sama dengan perhitungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebagai lembaga pemerintah penyedia data tanda waktu dan posisi Bulan dan Matahari, Data Ephemeris Hisab-Rukyat 2022 terbitan Kementerian Agama yang menjadi dasar penyusunan kalender, perhitungan Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB), dan hasil hisab Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama.
Saat Matahari terbenam pada Jumat petang di seluruh wilayah Indonesia, sesuai data BMKG, hilal akan memiliki ketinggian antara 1,12 derajat dan 2,19 derajat. Untuk jarak sudut atau elongasi Bulan-Matahari berkisar antara 2,87 derajat dan 3,46 derajat dan umur Bulan mencapai 2,31 jam-5,39 jam.
Profesor Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional Thomas Djamaluddin dalam Bincang Astronomi, Ikatan Alumni Astronomi ITB, Rabu (30/3/2022), mengatakan, definisi hilal yang dianut saat ini sesuai kaidah agama adalah Bulan sabit tipis pertama yang terlihat setelah Matahari terbenam sesudah terjadinya konjungsi.
”Hilal adalah bukti paling kuat bergantinya periode fase Bulan,” katanya. Periode fase Bulan yang jadi penentu panjang satu bulan (month) dalam kalender hijriah itu dimulai dari Bulan mati atau baru, sabit muda, paruh awal, purnama, paruh akhir, sabit tua, hingga kembali ke Bulan mati.
Data hisab atau perhitungan itu jadi dasar penyusunan kalender. Penentuan awal bulan kalender Muhammadiyah menggunakan kriteria terbentuknya hilal (wujudul hilal). Sementara Kemenag dan NU menggunakan kriteria kemungkinan terlihatnya hilal (imkan rukyat) Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) lama. Dari kedua kriteria itu, semua menetapkan 1 Ramadhan 1443 jatuh pada Sabtu (2/4/2022).
Muhammadiyah dalam maklumatnya secara resmi sudah menetapkan 1 Ramadhan pada Sabtu. Namun, Kemenag dan NU meski dalam kalendernya menetapkan yang sama, mereka masih menunggu hasil pengamatan hilal langsung atau rukyat yang akan dilakukan Jumat petang.
Hasil pengamatan hilal langsung itu akan diverifikasi melalui sidang isbat atau penetapan yang dilakukan Kemenag bersama organisasi massa Islam pada Jumat sekitar pukul 19.00. Jika ada kesaksian melihat hilal dan terverifikasi, 1 Ramadhan juga akan dimulai pada Sabtu. Jika tidak ada, umur bulan Syakban digenapkan 30 hari dan 1 Ramadhan jatuh pada Minggu (3/4/2022).
Simak juga: Jumat, Sidang Isbat Penentuan Awal Ramadhan 1443 H
Proses pengamatan hilal langsung hingga ditetapkan dalam sidang isbat itu hanya dilakukan pemerintah dalam tiga bulan kalender hijriah, yaitu Ramadhan, Syawal dan Zulhijah karena terkait ibadah wajib ataupun haram. Namun, sejumlah perukyat ormas ataupun peneliti hilal tidak hanya mengamati hilal pada tiga bulan tersebut.
Perlu tidaknya mengamati hilal langsung ini mendasari perbedaan awal bulan hijriah di Indonesia. Kedua pandangan ini mengacu pada satu dalil yang sama, tetapi memiliki tafsir berbeda. Perbedaan pandangan ini bukan ranah sains astronomi hingga peran ahli agama dan ormas Islam penting untuk menyelesaikannya.
Hilal adalah bukti paling kuat bergantinya periode fase Bulan
”Observatorium Bosscha siap memberikan hasil pengamatan hilal, tetapi kewenangan penentuan awal Ramadhan atau Idul Fitri ada pada pemerintah,” kata Kepala Observatorium Bosscha Premana W Premadi dalam taklimat medianya, Kamis (31/3).
Secara terpisah, peneliti dan dosen Program Studi Fisika Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Judhistira Aria Utama mengatakan, hisab dan rukyat sebenarnya ibarat dua sisi mata uang, keduanya saling melengkapi dan tidak terpisahkan. Meski perhitungan modern sudah mampu memprediksi peristiwa astronomi secara akurat, pengamatan langsung tetap relevan.
Rukyat adalah mekanisme pembuktian langsung. Namun agar rukyat berkualitas dan menghasilkan data yang bisa dipertanggungjawabkan, rukyat harus dipandu oleh hasil hisab yang akurat.
Baca juga : Penentuan Awal Ramadhan dan Idul Fitri, Antara Hisab dan Rukyat
Meski demikian, Thomas menilai perbedaan pandangan tentang perlu tidaknya rukyat itu bisa dijembatani jika antara kelompok yang hanya menggunakan hisab dan kelompok yang menghisab serta merukyat memakai kriteria awal bulan yang sama.
Karena itu, semua ormas Islam perlu didorong menggunakan satu kriteria penentuan awal bulan hijriah yang sama, yaitu kriteria MABIMS baru. Dibandingkan kriteria MABIMS lama, kriteria MABIMS baru lebih bisa diterima secara astronomi.
Kriteria MABIMS lama sering diragukan secara sains karena posisi hilal masih terlalu rendah untuk bisa diamati, baik dengan mata telanjang maupun bantuan teleskop. Jika mengacu pada kriteria MABIMS baru, 1 Ramadhan hampir dipastikan jatuh pada Minggu (3/4).
Potensi beda
Posisi hilal awal Ramadhan 1443 sebenarnya memenuhi nilai tinggi dan elongasi hilal dalam kriteria imkan rukyat MABIMS lama atau populer sebagai kriteria 2-3-8. Namun, posisinya berada di dekat nilai ambang hingga dipastikan sulit dan menatang untuk diamati. Dengan syarat tinggi hilal minimal 2 derajat dan elongasi minimal 3 derajat, artinya hilal hanya mungkin diamati di Sumatera dan bagian barat Jawa.
Seringkali posisi hilal yang rendah itu tetap memunculkan kesaksian melihat hilal, khususnya yang diamati oleh perukyat tradisional. Sayangnya, kesaksian ini sulit dikonfirmasi karena tidak adanya dokumentasi yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Meski ditentang secara ilmiah, kesaksian melihat hilal itu sah secara hukum agama.
Ketua Tim Pengamatan Hilal Observatoirum Bosscha ITB Muhammad Yusuf mengatakan hilal awal Ramadahn pada Jumat petang akan memiliki lebar 1 detik busur. Dari Lembang Jawa Barat, rentang waktu pengamatan hilal hanya 11 menit 7 detik sebelum akhirnya Bulan tenggelam. ”Ini seperti melihat sebuah bola tenis dari jarak 13 kilometer,” katanya.
Mengamati hilal di dekat ufuk bukan perkara mudah. Kontras yang rendah antara cahaya tipis hilal dan cahaya langit senja yang merah menjadi kendala utama. Pengamatan obyek langit di ufuk selama ini memang dihindari astronom karena rentan terpengaruh berbagai gangguan, mulai dari awan, uap air, hingga aneka partikel yang memicu hamburan cahaya.
Hamburan cahaya itu membuat cahaya obyek langit yang lemah, termasuk hilal, akan semakin lemah. Kontras antara cahaya hilal dan cahaya langit pun makin kecil hingga makin sulit membedakan mana cahaya hilal atau cahaya obyek lain.
Persoalan cuaca, tambah Yusuf, juga menjadi kendala. Selama beberapa hari terakhir di Lembang, mendung dan hujan justru sering terjadi saat sore hingga petang.
Berkaca pada posisi hilal dalam penentuan awal Rajab 1443 atau dua bulan lalu, maka perbedaan awal Ramadhan tahun ini terbuka lebar. Hilal awal Rajab lalu sesuai data BMKG sebenarnya memiliki posisi yang lebih baik dibanding hilal awal Ramadhan kali ini, Namun saat itu, seperti dikutip Kompas.id, 11 Februari 2022, awal Rajabnya berbeda.
Kendala cuaca saat itu membuat hilal tidak bisa diamati. Konsekuensinya, Lembaga Falakiyah NU memutuskan menyempurnakan panjang bulan Jumadil Akhir 1443 menjadi 30 hari, meski dalam kalendernya yang disusun berdasar hisab hanya 29 hari. Perbedaan penetapan awal Rajab kala itu sempat ramai di media sosial karena terkait penentuan awal waktu puasa Rajab yang hukumnya sunat, tidak wajib.
Baca juga: Mengapa Penetapan 1 Rajab 1443 Hijriah Berbeda
Situasi penentuan awal Rajab itu terulang kembali pada penentuan awal Ramadhan ini. Bukan hanya kondisi hilalnya yang sama-sama di dekat nilai ambang batas, melainkan keresahan masyarakat pun sama terjadi. Bedanya, pemerintah akan menggelar sidang isbat untuk penetapan Ramadhan sesuai amanat fatwa Majelis Ulama Indonesia tahun 2004. Karena itu, masyarakat perlu sedikit bersabar hingga hasil sidang isbat ditetapkan pada Jumat malam.
Penentuan awal bulan hijriah memang tidak mudah. Ada aspek sains yang menjadi ranah astronom atau ahli ilmu falak, tetapi juga ada ranah keagamaan yang menjadi kuasa ahli fikih atau hukum Islam maupun ormas Islam.
Namun yang pasti, penentuan awal bulan hijriah khususnya untuk Ramadhan, Syawal dan Zulhijah selalu menimbulkan pertanyaan dan keresahan masyarakat. Karena itu, adanya kesatuan kalender hijriah dan ketersediaan sistem kalender yang memberi kepastian pada masyarakat sekaligus memiliki dasar keagamaan dan keilmuan yang kokoh perlu segera diwujudkan.