Cakupan vaksin Covid-19 penguat terbukti sangat penting untuk mencegah keparahan dari infeksi varian Omicron. Indonesia harus mempercepat pemberian vaksin ketiga ini, terutama bagi kelompok rentan.
Oleh
AHMAD ARIF
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Cakupan vaksinasi Covid-19 penguat terbukti sangat penting untuk mencegah keparahan dari infeksi varian Omicron. Indonesia harus mempercepat pemberian vaksin ketiga ini, terutama bagi kelompok rentan.
”Vaksin booster sangat penting untuk menghadapi Omicron. Sekarang, definisi vaksin penuh sudah bergeser ke tiga dosis, seperti DPT juga tiga dosis,” kata epidemiolog Indonesia di Griffith University, Dicky Budiman, Kamis (10/3/2022).
Menurut Dicky, vaksin penguat tidak hanya sebagai tambahan atau pelengkap, tetapi sebagai syarat penting untuk mengurangi risiko keparahan, terutama bagi kelompok rentan. ”Selain mengejar cakupan vaksinasi dua dosis, secara bersamaan kita juga harus mempercepat vaksinasi ketiga,” katanya.
Pentingnya cakupan vaksin penguat dalam mengurangi risiko keparahan Omicron ini dilaporkan dalam studi terbaru yang dipublikasikan di British Medical Journal pada hari yang sama. Adam S Lauring dari Department of Internal Medicine and Microbiology and Immunology, University of Michigan, menjadi penulis pertama studi ini.
Kajian menemukan, sekalipun tingkat keparahan pasien yang dirawat di rumah sakit karena infeksi Omicron lebih rendah dibandingkan jika terinfeksi varian Delta, pasien dengan Omicron masih berisiko mengalami penyakit kritis dan kematian. Dengan mempelajari 11.690 pasien di 21 rumah sakit di Amerika Serikat, peneliti menyimpulkan, tiga dosis vaksin Covid-19 berbasis mRNA diperlukan untuk mencapai tingkat perlindungan yang sama terhadap Omicron sebagaimana diberikan dua dosis terhadap varian Delta dan Alfa.
Efektivitas dua dosis vaksin mRNA untuk mencegah masuk rumah sakit akibat Covid-19 lebih rendah untuk varian Omicron daripada varian Alfa dan Delta, masing-masing 65 persen, 85 persen, dan 85 persen. Sementara efektivitas tiga dosis bisa mencapai 86 persen terhadap varian Omicron, serupa dengan dua dosis terhadap varian Alfa dan Delta.
Tim peneliti mengaitkan varian Delta dengan keparahan pasien Covid-19 di rumah sakit yang belum divaksin disusul varian Alfa kemudian Omicron. Varian Omicron masih dapat menyebabkan penyakit kritis dan kematian yang substansial.
Sebanyak 15 persen pasien yang dirawat di rumah sakit akibat infeksi Omicron, baik yang sudah divaksinasi maupun belum, membutuhkan perawatan intensif dan 7 persen di antaranya meninggal di rumah sakit.
Cakupan vaksinasi
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, vaksinasi dosis ketiga baru diberikan kepada 13,9 juta penduduk di Indonesia atau sekitar 6,68 persen kelompok sasaran. Jika dilihat secara nasional, jumlah ini baru sekitar 5 persen populasi di Indonesia.
Sementara itu, vaksinasi dosis pertama telah diberikan kepada 192,8 juta penduduk atau sekitar 70 persen populasi. Untuk vaksinasi dosis kedua telah diberikan kepada 150 juta penduduk atau 55 persen populasi.
Dicky mengingatkan, dengan cakupan vaksinasi dosis kedua dan apalagi penguat yang masih rendah, Indonesia belum aman. Risiko keparahan dan kematian penduduk jika terinfeksi Omicron masih tetap tinggi, terutama di kalangan kelompok rentan.
Sejauh ini, cakupan vaksinasi dosis kedua untuk lanjut usia baru 57 persen dari sasaran dan untuk dosis pertama 76,7 persen. Sementara untuk dosis ketiga baru 7,8 persen dari sasaran.
Dengan cakupan vaksinasi dosis kedua dan apalagi penguat yang masih rendah, Indonesia belum aman. Risiko keparahan dan kematian penduduk jika terinfeksi Omicron masih tetap tinggi, terutama di kalangan kelompok rentan.
Ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization Sri Rezeki, dalam diskusi daring mengingatkan pentingnya kelompok rentan untuk segera mendapatkan vaksin Covid-19 secara lengkap. Tujuan vaksinasi adalah membuat antibodi atau kekebalan terhadap infeksi yang berat dan ini sangat dibutuhkan kelompok lanjut usia.
”Lansia, terutama yang punya komorbid, harus dilindungi dengan vaksin. Dengan catatan penyakitnya terkontrol,” katanya.
Sementara itu, Ketua Divisi Geriatri Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kuntjoro Harimukti mengatakan, masalah utama lambatnya cakupan vaksinasi di kalangan lanjut usia ada di pengetahuan dan sikap masyarakat. Tantangan berikutnya adalah masalah kesehatan. ”Di awal program vaksinasi, lansia yang punya komorbid harus hati-hati. Ini karena kita belum punya banyak pengalaman sehingga lebih hati-hati,” katanya.
Namun, menurut Kuntjoro, masalah kesehatan atau komorbid yang dimiliki lanjut usia sekarang tidak jadi penghalang. Justru, mereka yang punya komorbid harus segera mendapatkan vaksinasi. ”Sudah dilaporkan bukti-buktinya, pada kelompok lansia yang sudah divaksinasi lebih sedikit yang terkena Covid-19, lebih sedikit yang masuk rumah sakit, lebih sedikit yang membutuhkan perawatan intensif dan meninggal,” katanya.