Pada sebagian orang, asma adalah gangguan kecil, tetapi keterlambatan deteksi dapat mengancam jiwa. Diperlukan sejumlah langkah untuk mendeteksi dini gejala asma pada anak-anak.
Oleh
AHMAD ARIF
·5 menit baca
Asma telah menjadi penyakit pernapasan kronis pada segala usia, termasuk anak-anak dan bayi. Pada sebagian orang, asma adalah gangguan kecil, tetapi keterlambatan deteksi dapat menyebabkan serangan asma yang mengancam jiwa. Masalahnya, mendiagnosis anak-anak dan bayi dengan asma tidaklah mudah karena tidak ada satu gejala yang cocok untuk semuanya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 262 juta orang di seluruh dunia terkena asma dan lebih dari 461.000 meninggal karenanya. Tingginya prevalensi asma membuat penyakit ini termasuk dalam Rencana Aksi Global WHO untuk Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Agenda 2030 Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Keberadaan asma pada anak-anak dan anak balita sejauh ini belum banyak dipelajari, padahal jumlahnya diduga terus meningkat secara global. Laporan studi International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada 2007, misalnya, menemukan bahwa gejala asma dan rinokonjungtivitis menyebabkan beban penyakit yang signifikan dan bahwa prevalensi keduanya meningkat pada anak-anak Eropa.
Dalam laporan ini disebutkan, gejala alergi dan asma terkait dengan asma pada anak antara lain kualitas udara dalam dan luar ruangan. Pada 1999-2004, prevalensi asma pada anak-anak di semua pusat studi Eropa bervariasi, dari kurang dari 5 persen hingga lebih dari 20 persen.
Asma tidak dapat disembuhkan, tetapi manajemen yang baik dengan obat hirup dapat mengendalikan penyakit dan memungkinkan penderita asma untuk menikmati kehidupan yang normal dan aktif. Untuk menghindari risiko keparahan, bahkan kematian, diperlukan diagnosis dini yang tepat.
Namun, diagnosis ini ternyata tidak mudah diterapkan pada anak-anak, terutama bayi, karena sulit untuk mengukur fungsi paru-paru pada kelompok usia ini. Maka, yang bisa dilakukan adalah mengenali gejalanya. Masalahnya, anak-anak dengan asma kemungkinan belum bisa mengartikulasikan gejala yang mereka rasakan.
Selain itu, ternyata gejala asma pada anak-anak juga bisa berbeda. ”Tidak ada satu gejala yang cocok untuk semua anak,” ujar Harvey Leo, dokter spesialis pediatri, seperti dirilis American Academy of Pediatrics (AAP) pada Senin (21/2/2022).
Maka, Leo menyarankan masyarakat untuk berkomunikasi lebih intens kepada penyedia layanan kesehatan anak guna membantu mengidentifikasi risiko asma dan pengobatan terbaik sejak dini.
Untuk mengidentifikasi dini asma pada anak-anak ini, menurut Harvey, ada beberapa informasi kunci yang perlu disampaikan kepada dokter anak, yaitu seberapa sering anak batuk atau mengi selama seminggu.
Asma tidak dapat disembuhkan, tetapi manajemen yang baik dengan obat hirup dapat mengendalikan penyakit dan memungkinkan penderita asma untuk menikmati kehidupan yang normal dan aktif.
Beberapa informasi lain meliputi, apakah gejala ini memengaruhi aktivitas sehari-hari mereka? Apakah batuk atau mengi anak Anda membangunkan mereka di malam hari? Obat-obatan apa yang telah dicoba dan apakah itu membantu, termasuk suplemen nutrisi atau terapi homeopati? Berikutnya, dokter perlu mengetahui apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat asma, alergi lingkungan, atau kondisi pernapasan lain.
Selain itu, menurut keterangan AAP ini, dokter anak biasanya juga akan menanyakan apakah bayi Anda cenderung batuk atau bernapas cepat saat dia pilek, berada di dekat binatang, berada di tempat berdebu, atau jika ada asap di udara.
”Anda harus memberi tahu dokter anak Anda tentang batuk yang berlebihan, terutama batuk malam hari atau batuk berkepanjangan setelah pilek meskipun tidak ada mengi. Batuk bisa menjadi satu-satunya gejala asma pada beberapa orang. Bagikan apakah Anda memiliki anggota keluarga yang menderita asma, demam, eksim, bronkitis berulang, atau masalah sinus,” tulis AAP.
Untuk anak-anak yang lebih besar, berusia di atas tujuh tahun, dokter Anda mungkin akan melakukan tes asma. Salah satu yang paling umum adalah tes fungsi paru-paru (spirometri). ”Anak diminta bernapas ke dalam alat yang menunjukkan apakah anak itu mengalami penyumbatan saluran napas,” kata Leo.
Tes lain adalah memeriksa berapa banyak oksida nitrat yang diembuskan anak Anda untuk menilai tingkat peradangan saluran napas. Tes fungsi paru yang lebih kompleks juga tersedia untuk diagnosis dan manajemen lanjutan asma (seperti tes rontgen). Ada juga monitor pernapasan di rumah dan aplikasi telepon pengingat pengobatan yang dapat membantu mengelola asma anak.
Mencegah keparahan
Selain melakukan diagnosis sejak dini, orangtua juga perlu memahami faktor risiko yang bisa memperparah asma pada anak. ”Orangtua perlu menyadari bahwa ada banyak kondisi lain yang dapat memperburuk asma pada anak,” kata Leo. Ini termasuk alergi musiman, refluks asam, infeksi virus atau bakteri, kondisi yang berkaitan dengan anatomi anak, dan masalah jantung.
”Ada banyak alat yang dapat membantu mendiagnosis asma serta pengobatan yang dapat membantu anak dengan asma berkembang. Jika Anda berpikir anak Anda mungkin menderita asma, bicarakan dengan dokter anak Anda,” ujar Leo.
Hingga saat ini tidak ada obat untuk menyembuhkan asma, dan bagi sebagian orang, asma adalah gangguan kecil. Meski demikian, bagi yang lain, kondisi itu dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menyebabkan serangan asma yang mengancam jiwa.
”Memiliki kontrol asma sehari-hari yang baik adalah kunci untuk menjaga gejala dan mencegah serangan asma,” ujar John Costello, ahli paru di Mayo Clinic Healthcare, London, seperti ditulis Medicalxpress.com pada 6 Januari 2022.
Menurut dia, asma biasanya merupakan kondisi intermiten yang diperparah oleh virus pernapasan, alergi, atau pemicu lain. Tidak jelas mengapa beberapa orang terkena asma dan yang lain tidak. Bagi sebagian orang, tanda dan gejala asma muncul dalam situasi tertentu, seperti saat berolahraga atau cuaca dingin. Bahkan, badai petir dapat memicu asma.
Asma juga sering membaik pada awal masa remaja. ”Tetapi, mengapa itu membaik, apakah hormonal atau sebaliknya, tidak jelas,” kata Costello. Walaupun gejalanya sudah terlihat membaik, jika seseorang memiliki asma, selalu ada kecenderungan baginya untuk kembali mengalaminya di kemudian hari.
”Ada komponen genetik yang sangat besar untuk asma, seperti halnya alergi, tetapi definisi absolut dari gen yang terlibat masih dalam penyelidikan dan masih banyak diperdebatkan,” pungkasnya.
Dengan kompleksitas penyebab ini, upaya pencegahan asma sebagai suatu kondisi memang cukup sulit. Maka, yang bisa dilakukan adalah mencegah frekuensi dan tingkat keparahan serangan asma dengan pengobatan yang teratur.