Setelah El Nino, Kini La Nina dan Bencana Pun Tak Berkesudahan
Baik El Nino maupun La Nina, keduanya merupakan pola ekstrem, sama-sama memicu bencana dan mengancam produksi pangan.
![Alat berat memperbaiki aliran Sungai/Batang Anai yang terdampak banjir bandang atau <i>galodo</i> di Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (22/5/2024) pagi. Selain merusak alur sungai, <i>galodo</i> pada 11 Mei lalu juga merusak bangunan di sempadan sungai.](https://cdn-assetd.kompas.id/2ijwykxv-c6JfKnXS9qZjJaGpKE=/1024x684/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F22%2Fc9319633-564f-4b08-9c86-bb9eb5fcc42d_jpg.jpg)
Alat berat memperbaiki aliran Sungai/Batang Anai yang terdampak banjir bandang atau galodo di Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, Rabu (22/5/2024) pagi. Selain merusak alur sungai, galodo pada 11 Mei lalu juga merusak bangunan di sempadan sungai.
Kombinasi suhu lautan yang panas dan potensi datangnya La Nina dikhawatirkan bakal memperkuat risiko bencana terkait cuaca sepanjang tahun ini. Selain hujan lebih ekstrem di sebagian wilayah dan kekeringan di bagian lain, musim badai pada tahun ini juga diprediksi meningkat.
Fenomena El Nino yang menjadi penyebab terbesar terjadinya rekor suhu global selama setahun terakhir hampir berakhir, dan kebalikannya, La Nina, diprediksi bakal segera muncul.
National Oceanic and Atmosphere Administration (NOAA) Amerika Serikat dalam perkiraan terbarunya menyebutkan, transisi dari El Nino ke El Nino-Southern Oscillation (ENSO) netral kemungkinan besar masih akan terjadi hingga akhir bulan ini.
Pergeseran bandul ini kemungkinan akan segera diikuti oleh La Nina yang dapat terjadi pada bulan Juni-Agustus dengan peluang 49 persen atau Juli-September dengan peluang 69 persen.
Bureau of Meteorology (BoM) Australia juga mengeluarkan status bahwa situasi ENSO saat ini berada pada ”La Niña Watch”, yang berarti ada beberapa tanda bahwa La Nina akan terbentuk di Samudra Pasifik pada tahun 2024. Indikator atmosfer dan samudra saat ini berada dalam ambang batas ENSO netral. Namun, suhu permukaan laut di Pasifik tengah dan timur telah mendingin sejak Desember 2023, disertai dengan suhu air di bawah permukaan yang jauh lebih dingin dibandingkan rata-rata.
Baca juga: El Nino dan Limbung Beras di Indonesia
![https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2020/11/20/20201119-dampak-la-nina-mumed_1605876478_gif.gif](https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2020/11/20/20201119-dampak-la-nina-mumed_1605876478_gif.gif)
Lebih banyak badai
La Nina dan El Nino merupakan dua pola iklim ekstrem yang berulang dan dapat memengaruhi cuaca di seluruh dunia. La Nina terjadi ketika suhu di bagian timur Samudra Pasifik di sepanjang khatulistiwa sebelah barat Amerika Selatan mendingin setidaknya setengah derajat celsius di bawah normal. Sebaliknya, selama El Nino, wilayah yang sama memanas setidaknya setengah derajat celsius di atas normal.
Pedro DiNezio, ahli atmosfer dan ilmu kelautan dari University of Colorado Boulder, dalam artikelnya di The Conversation menyebutkan, fluktuasi suhu di Pasifik tropis tersebut memengaruhi atmosfer di seluruh planet. Hal ini karena daerah tropis mempunyai pola sirkulasi atmosfer yang disebut Sirkulasi Walker, diambil dari nama Sir Gilbert Walker, seorang fisikawan Inggris pada awal abad ke-20. Sirkulasi Walker pada dasarnya adalah putaran udara raksasa yang naik dan turun di berbagai wilayah tropis.
Biasanya, udara naik di atas Amazon dan Indonesia karena kelembaban dari hutan tropis membuat udara lebih ringan, dan turun di Afrika Timur dan Pasifik bagian timur. Selama La Nina, putaran tersebut semakin intensif, menghasilkan kondisi yang lebih penuh badai saat naik dan kondisi yang lebih kering saat turun.
La Nina dan El Nino merupakan dua pola iklim ekstrem yang berulang dan dapat memengaruhi cuaca di seluruh dunia.
Menguatnya badai tropis juga diperkirakan bakal terjadi hingga di Atlantik. Perkiraan NOAA untuk musim badai Atlantik tahun 2024, yang berlangsung dari 1 Juni hingga 30 November, memperkirakan 85 persen kemungkinan musim di atas normal, 10 persen kemungkinan musim mendekati normal, dan 5 persen kemungkinan musim di bawah normal.
Menurut NOAA, total badai yang disebutkan akan berkisar antara 17 dan 25 dengan kecepatan angin 39 mil per jam (mph) atau lebih tinggi. Dari jumlah tersebut, 8 hingga 13 badai diperkirakan akan menjadi badai dengan kecepatan angin 74 mph atau lebih tinggi, termasuk 4 hingga 7 badai besar atau kategori 3, 4, atau 5 dengan kecepatan angin 111 mph atau lebih tinggi. Para ahli NOAA mempunyai keyakinan sebesar 70 persen terhadap kisaran ini.
”Musim badai Atlantik yang akan datang diperkirakan akan memiliki aktivitas di atas normal karena berbagai faktor, termasuk suhu laut hangat yang mendekati rekor di Samudra Atlantik, perkembangan kondisi La Nina di Pasifik, berkurangnya angin pasat Atlantik dan berkurangnya pergeseran angin, semuanya cenderung mendukung pembentukan badai tropis,” sebut Administrator NOAA Rick Spinrad, dalam laman resmi lembaga ini.
![Prospek Musim Badai Atlantik 2024 Sumber: NOAA](https://cdn-assetd.kompas.id/_O5u7ScNpvBvSb2PW57mhbbM4x4=/1024x633/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F05%2F27%2F509f4a9c-5dce-4e55-9925-f6dfdb04029c_png.jpg)
Prospek Musim Badai Atlantik 2024 Sumber: NOAA
Menurut DiNezio, sejak musim panas 2023, selama 10 bulan berturut-turut dunia mengalami suhu global yang memecahkan rekor. Sebagian besar panas tersebut berasal dari lautan, yang suhunya masih mencapai rekor tertinggi.
La Nina seharusnya bisa sedikit mendinginkan keadaan, tetapi emisi gas rumah kaca yang mendorong pemanasan global masih terus meningkat. Jadi, meskipun fluktuasi antara El Nino dan La Nina dapat menyebabkan perubahan suhu dalam jangka pendek, tren keseluruhannya mengarah pada pemanasan dunia.
Ancaman bakal meningkatnya badai tropis tahun ini juga menjadi kekhawatiran Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Wakil Sekretaris Jenderal WMO Ko Barrett mengatakan, hanya dibutuhkan satu kali badai untuk menghambat pembangunan sosio-ekonomi selama bertahun-tahun. Misalnya, badai Maria pada tahun 2017 merugikan Dominika sebesar 800 persen produk domestik brutonya.
Dengan menguatnya ancaman badai, Ko Barret mengatakan semakin pentingnya peringatan dini terutama di pulau-pulau kecil. ”Kita harus sangat waspada tahun ini karena suhu panas laut yang hampir mencapai rekor tertinggi di wilayah tempat terbentuknya badai Atlantik dan peralihan ke kondisi La Nina, yang bersama-sama menciptakan kondisi untuk meningkatkan formulasi badai,” katanya.
Kenaikan permukaan air laut, yang diperburuk oleh gelombang badai, meningkatkan potensi risiko bagi masyarakat pesisir. Dalam beberapa tahun terakhir, intensifikasi siklon tropis yang semakin cepat telah menimbulkan tantangan besar jika terjadi di dekat daratan, seperti ketika terjadi siklon Seroja di NTT.
Antara tahun 1970 dan 2021, siklon tropis (istilah umum yang mencakup badai) merupakan penyebab utama kerugian manusia dan ekonomi yang dilaporkan di seluruh dunia, yang menyebabkan lebih dari 2.000 bencana. Namun, angka kematian menurun dari lebih dari 350.000 pada tahun 1970-an menjadi kurang dari 20.000 pada tahun 2010-2019. Kerugian ekonomi yang dilaporkan pada 2010-2019 mencapai 573,2 miliar dollar AS.
Dampak di Indonesia
Dampak El Nino dan La Nina hampir seperti cerminan yang terjadi di belahan bumi selatan. Chile dan Argentina cenderung mengalami kekeringan selama La Nina, sementara fase yang sama menyebabkan lebih banyak hujan di Amazon.
La Nina juga bisa berdampak buruk bagi Afrika bagian timur, di mana masyarakat rentan sudah mengalami kekeringan jangka panjang. Namun, bagi Australia dan Indonesia, potensi hujan bisa lebih ekstrem. Seperti terjadi saat La Nina berkepanjangan selama 2020-2023, Indonesia mengalami lebih banyak hujan dan banjir.
Saat ini saja, dengan kondisi ENSO masih netral, sebagian wilayah Indonesia telah mengalami hujan besar dan dilanda banjir serta longsor. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan, dalam pekan ini banjir telah melanda Mamasa, Landak, Muara Enim, dan Merauke. Sebelumnya, banjir lahar dan longsor melanda Sumatera Barat, menyebabkan puluhan orang meninggal.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, saat berbicara dalam World Water Forum (WWF) di Bali, pekan lalu, menyebut musim kemarau kali ini berpotensi basah apabila terjadi La Nina.
Hingga saat ini, BMKG memang belum menyimpulkan akan terjadi La Nina walaupun tren mengarah ke sana. ”Ada kecenderungan La Nina meskipun lemah akan terjadi. Tapi itu bisa meleset karena datanya masih kurang, tapi ada tren ke sana. Jadi, kalau seandainya iya, berarti menjadi basah,” tuturnya.
Baca juga: El Nino Melemah, tetapi Dampaknya Menguat
Setelah El Nino yang kuat, yang memicu suhu panas, kini kondisi cenderung berubah cukup cepat dan berpeluang menjadi La Nina. Baik El Nino maupun La Nina, keduanya merupakan pola ekstrem, sama-sama berpeluang memicu bencana dan mengancam produksi pangan.